webnovel

Calon Mertua

Melisa dan Juan terduduk lemas dengan kepala tertunduk. Mereka benar-benar tidak berkutik sekarang, Mauren menatap mereka dengan pandangan menyelidik. Dia baru saja mendengar penjelasan Juan bahwa mereka tidak berbuat apa-apa didalam kamar. Juan bahkan menghadirkan petugas yang membantunya membobol pintu kamar hotel itu.

"Benar tuan, tadi saya diminta oleh tuan Juan untuk membobol pintu karena nona Melisa tidak kunjung membukakan pintu, ternyata setelah berhasil masuk saya melihat nona Melisa tertidur lelap didalam." Kata petugas itu menjelaskan.

"Dan nona Melisa baru datang ke kamar hotel itu sekitar jam 2 siang tuan, sementara tuan Juan datang dijam 3. Berselang satu jam dari nona Melisa." Tutur si petugas resepsionis.

Mereka kemudian diperintahkan kembali bekerja setelah memberikan penjelasan kepada Mauren. Mauren terdiam, dia terlihat memikirkan sesuatu. Sepertinya dia tengah mempertimbangkan penuturan kedua petugas hotel tersebut.

"Aku percaya kalian tidak berbuat apa-apa." Kata Mauren mulai membuka suara.

Melisa dan Juan seketika mengangkat kepala mereka, terlihat perasaan lega mendengar bahwa Mauren tidak berpikir buruk tentang mereka berdua. Tapi kemudian pertanyaan Mauren membuat mereka memikirkan jawaban yang tepat.

"Lalu, untuk apa kalian datang ke kamar hotel yang sama jika kalian tidak berniat melakukan apa-apa?" Tanya Mauren.

Deg!

Jantung keduanya kini saling beradu, Melisa dan Juan saling melempar tatap seolah saling bertanya satu sama lain mengenai alasan apa yang tepat untuk disampaikan didepan Mauren.

"Itu, mmm." Melisa terlihat kebingungan, sama seperti Juan yang juga sama bingungnya

"Itu apa?" Suara Mauren semakin menambah tekanan pada Melisa.

"Sebenarnya itu, tadi kami akan membahas—" tiba-tiba Juan menahannya untuk berbicara, dia bahkan langsung memotongnya.

"Aku dan Melisa sudah setuju dengan perjodohan itu ayah, kami bertemu hari ini karena, karena aku yang ingin mendatangi Melisa. Aku sangat merindukannya sejak pertemuan pertama kami." Kata-kata Juan membuat Melisa melongo, dia tidak percaya Juan berkata demikian. Melihat Melisa yang melongo, Juan langsung menyentuh dagu Melisa agar bibirnya mengatup kembali.

"Apa-apaan jawabanmu itu?" Bisik Melisa dengan suara lirih, hanya gerakan mulutnya yang membuat Juan bisa mengerti apa yang diucapkan Melisa.

"Diamlah, aku sedang membuat kita diposisi aman." Balas Juan berbisik.

"Benarkah secepat itu kalian saling menyukai?" tanya Mauren, terselip kebahagiaan di pertanyaannya tersebut.

"Iya ayah."

"Tapi, kenapa tidak datang menemui Melisa dirumah saja?" Juan kembali memutar otaknya.

"Ehh tadi paman, mmm, aku biasa menginap dihotel saat sedang banyak pekerjaan. Rasanya bisa lebih fokus saja. Biasanya aku ditemani oleh sekretarisku Hilda, tapi karena tahu Juan akan datang aku menyuruh Hilda untuk keluar sebentar." Melisa mulai menyesuaikan keadaan. Juan sedikit lega mendengar Melisa berimprovisasi dengan sangat baik.

"Hehe, tapi aku malah ketiduran saking lelahnya, Bahkan saat Juan menelepon aku tidak mengangkatnya, dia panik karena mengira aku pingsan didalam paman, Juan sampai membobol pintu segala. Aku sampai terharu dengan perhatianmu Juan." Melisa meraih tangan Juan tanpa ragu, membuat Juan melotot ke arahnya.

"Begitu rupanya, hmm. Aku paham sekarang." Mendengar jawaban Mauren seperti itu Melisa dan Juan kompak menghela napas lega.

"Tapi sebaiknya kalian menghindari pertemuan seperti itu ditempat ini, jika ingin bertemu kalian sebaiknya bertemu ditempat yang lebih terbuka." Pesan Mauren.

"Ba—baik paman."

"Memang benar kalian akan segera menikah, tapi rasanya tidak etis jika pernikahan itu didahului oleh rumor yang tidak baik yang akan merusak citra kalian berdua." Suara Mauren terdengar begitu berwibawa ditelinga Melisa, sangat beda jauh dengan ayahnya Hendra yang sedikit santai dan kadang konyol.

"Apa ayah sedang meninjau hotel ini terkait proposal penambahan modal?" Tanya Juan mencoba mengalihkan pembicaraan. Mauren mengangguk pelan.

"Seharusnya ayah menyuruhku atau Tirta, kenapa ayah malah datang sendiri?" Tanya Juan kemudian.

"Kau sudah memiliki banyak pekerjaan, aku hanya ingin membantu. Rasanya tidak terlalu berat kalau hanya sekedar meninjau keadaan hotel ini." Jawab Mauren. Juan mengangguk tanda paham.

"Tapi aku bersyukur jika akhirnya kalian saling tertarik satu sama lain, sehingga perjodohan ini bisa dilanjutkan ke jenjang serius dalam waktu dekat ini." Tiba-tiba Mauren mengatakan hal yang membuat Juan dan Melisa tercengang, niat hati bertemu untuk membahas bagaimana cara membatalkan pernikahan ini, mereka justru berakhir pada kesalahpahaman yang mengantarkan mereka semakin dekat dengan pernikahan.

"Ta—tapi paman, sepertinya kami butuh waktu lagi untuk saling mengenal." Kata Melisa mencoba mencari alasan.

"Hmmm, benarkah?"

"Iya ayah, kami juga ingin merasakan berpacaran sebelum menikah seperti muda-mudi pada umumnya. Bukan begitu Mel?" Tanya Juan dengan senyum terpaksa.

"Iya benar Juan." Melisa terpaksa membalas senyuman Juan.

"Benar juga, baiklah jika kalian ingin seperti itu. Aku akan membahas hal ini dengan Hendra secepatnya." Kata Mauren seraya bangkit dari duduknya.

"Ehh, paman sudah mau pergi?" Tanya Melisa.

"Iya, aku harus melanjutkan pertemuanku dengan pemilik hotel ini. Juan, sebaiknya kau bawa Melisa untuk makan, aku dengar suara perut Melisa sudah ribut sejak tadi." Pesan Mauren, Melisa sontak tersipu malu karena Mauren ternyata mendengar bunyi keroncongan dari dalam perut Melisa.

Saat Mauren pergi, Melisa dan Juan langsung kompak menunduk memberi hormat.

"Sampai ketemu lagi paman." Kata Melisa sambil melambaikan tangannya, ia bahkan bisa dengan mudah akrab dengan Mauren. Mauren tersenyum kecil ke arah Melisa

"Jangan sok akrab dengan ayahku." Bisik Juan.

"Berisik!" Sanggah Melisa tak mau kalah.

Setelah Mauren pergi, Melisa bergegas meraih tasnya. Tapi dengan cepat Juan menahannya. "Mau kemana kau? Pembahasan kita bahkan belum dimulai."

Melisa menatap tajam ke arah Juan. "Apa kau berniat membuatku mati kelaparan hah?" Bentak Melisa geram. Juan terdiam, ternyata wanita ini benar-benar tidak bisa menahan rasa laparnya.

"Ya, ayo kita pergi makan, jangan sampai kau benar-benar mati kelaparan disini. Bisa-bisa kau jadi arwah gentayangan yang akan selalu mengusikku." Juan mulai berani mengajak Melisa untuk bercanda.

"Sialan!" Melisa membalas candaan Juan dengan makian.

"Ohooo, perempuan tidak boleh berbicara kasar." Juan kini ganti menasihati Melisa.

"Bodo amat! Gak peduli! Aku lapar setengah mati sekarang." Melisa langsung melengos pergi meninggalkan Juan begitu saja. Juan langsung berlari menyusul langkah Melisa yang panjang dan cepat.

"Jalanmu bahkan seperti laki-laki saja."

"Jangan banyak koment."

Juan tertawa melihat tingkah menggemaskan Melisa, wanita ini sangat cocok untuk digoda dan diganggu.

"Aku penasaran ibumu mengidam apa sampai anaknya doyan makan seperti ini? Untung saja badanmu tetap kecil. Kalau saja gemuk aku akan langsung kabur darimu tidak peduli ayahku akan semarah apa." Mendengar celotehan Juan Melisa langsung menghentikan langkahnya, dia menoleh dan memelototi Juan.

"Sekali lagi kau bicara, ku sumpal mulutmu pakai tas ini." Gertak Melisa semakin kesal saja.

"Wow, lo rese ya kalau lagi laper." Juan tak gentar dan terus mengganggu Melisa.