webnovel

Tiba Saat Iblis Menggenggam Dunia

Menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, membuat Asnawarman Hamran (Aswa) diberi kelebihan Cognitif of Divine. Memiliki 9 ranah pikiran yang memungkinkannya fokus melakukan 9 aktivitas berfikir sekaligus. Manfaat kelebihan yang ia miliki ini tentu sangat menguntungkan di dunia yang mengandalkan alam berpikir spiritual untuk membangun kekuatan. Pada kenyataannya, kelebihan diikuti tanggung jawab. Setelah menerima kemampuan Divine, takdir melalui mimpi membayanginya untuk berperan dalam perang akhir dunia. Dalam mimpi itu ia ditakdirkan untuk tewas. Lahir dalam keluarga beridiologi iblis, Aswa hidup dalam kehati-hatian di tengah masyarakat dengan menjadi mata-mata gerakan iblis. Peran ini ia mulai setelah masuk Sekolah Spiritual Menengah Atas Mahakama. Membangun relasi dengan teman-teman baru untuk membentuk aliansi. Melawan penguasa dunia yang konon telah berusia lebih dari 1000 Tahun. Tokoh yang membawa dunia ke era kemuliaan dan selamat dari Hari Kiamat.

busu_ufik · Fantasia
Classificações insuficientes
36 Chs

Ch. 35 Pathos: Kemampuan Menyentuh Perasaan

Godel dan Aswa berhasil masuk ruang penyimpanan. Bahkan mereka juga tanpa sengaja mengajak dua orang dari Unit PTK! Sungguh dua orang penjahat yang baik hati…

Mata dua orang dari Unit PTK melotot setelah melihat kondisi di ruang penyimpanan. Lantai dan dinding ruangan itu dipenuhi mayat-mayat orang yang mati terbunuh! 

Di sekitar mayat-mayat itu roh-roh penasaran melayang kesana kemari. Ada yang tertawa… bersenandung…  menangis… dan merintih…

Beberapa roh penasaran merasuki mayat yang bergelempangan. Lima detik kemudian mayat-mayat yang dirasuki membuka mata dan menatap tajam ke arah dua orang dari Unit PTK. Mayat-mayat ini membawa pedang, kapak dan senjata lain yang selama ini mereka pegang. Tujuan mereka jelas… jelas ingin membunuh.

Salah seorang dari Unit PTK memejamkan mata lalu berkata, "Ini pasti ilusi… Aku harus cepat bangu…"

*Blesss…!* leher orang tersebut ditebas sesosok mayat yang membawa kapak. Kepala dan tubuh orang tersebut terpisah dengan seketika.

Seorang yang lain tidak dapat berkata apa-apa. Ketakutan sedang menghinggapinya.

Salah satu mayat berucap, "Selamat datang di dunia… Realita dan Ilusi… Kematian adalah nyata… Kehidupan adalah fanaaa…"

*Blesss…!**Blesss…!* Dua pedang menusuk leher anggota Unit PTK dari sisi kiri dan belakang. Ia pun tewas seketika.

Mayat dua anggota Unit PTK ini lalu dilempar ke luar ruang penyimpanan. Petugas yang hadir di depan lift menjadi saksi bahwa sistem keamanan [Realita dan Ilusi] di ruang penyimpanan Balai Kota bukan isapan jempol!

........................…..

Walikota Samareand, Master Syarhani telah hadir di depan Balai Kota. Melihat Master Syarhani, Kepala Unit PTK S.K.I.B.E, Eko Darwaman dengan santai menemui sosok nomor satu di Kota Samareand itu.

"Master Syarhani! Beginilah jadinya kalau kalian tidak melibatkan S.K.I.B.E! Sistem keamanan yang kalian banggakan bobol juga akhirnya," sambut Eko.

"Kau jangan banyak bacot, Ko! Dua anggotamu tewas di sana makanya kau emosi!" balas Master Syarhani. "Hexagon di Pusat Pemerintahan Penguasa Dunia saja pernah dibobol. Apalagi hanya sebatas tingkat kota! Tidak perlu kau tunjukkan kebodohanmu di sini!"

Eko Darwaman menyatakan ketidaksukaannya, "Apa kau bilang?! Situasi saat ini menunjukkan etos kerjamu yang sangat rendah! Dasar tidak becuusss…!!!"

"Hahaha… Ya… Aku tidak punya etos untuk menjadi Walikota. Ku persilahkan kalian mengambil alih situasi sekarang. Silahkan masuk ke ruang penyimpanan dan mati! Kalau kalian tidak sanggup, dan pastinya kalian tidak akan sanggup, maka pergilah minum ASI di rumah! Hahaha…" Walikota tertawa terbahak-bahak seolah situasi saat ini tidak begitu krusial.

"Caramu dalam menangani krisis sangat buruk! Aku jamin periode mendatang kau tidak akan terpilih kembali!" tantang Eko.

"Woiii… Tugasmu di sini menangkap penjahat! Bukan jadi penasehat! Jangan permalukan dirimu lebih jauh! Hahaha…" tawa Walikota kembali membahana. "Oh, iya… Kalau kau tidak terima, kau harus liat posisimu sekarang tidak selevel dengan Walikota! Sampaikan sikapmu itu ke Kepala S.K.I.B.E! ke mana dia sekarang? Apa kau tidak tau? Hahaha…"

"I-Itu masalah internal kami!" ujar Eko.

Master Syarhani melirik tajam ke mata Eko. "Kau mengomentari selimut tetanggamu. Tapi selimutmu tidak mau dikomentari orang lain. Naïf memang… Kau harus kembali belajar sosiologi dan ilmu budaya, Ko! Hahaha…"

"Benar-benar orang yang tidak tau malu… Beginikah etos Walikota Samareand?" bisik seorang petugas kepada petugas yang lain. "Ssst… Jangan asal bicara! Dia bisa mendengarnya!"

Tiba-tiba Master Syarhan hadir di tengah-tengah para penggosip. "Ta-da… Ya! Aku bisa mendengarnya! Katakan apapun sesuka hati kalian… Tapi kita lihat, apakah kalian bisa menangkap tiga anak SMA yang berhasil masuk ke ruang penyimpanan. Mereka cuman ranah cyan dan hijau aja, lhoo… Hahaha…"

...................

#Ruang Penyimpanan-Balai Kota Samareand#

Saat tubuh asli Master Syarhan berada di Halaman Balai Kota, bayangannya sudah sejak lama menyaksikan aksi perempuan bertopeng, Godel dan Aswa.

"Dari mana bocah-bocah ini mendapatkan peta Balai Kota? Si Cantik Aegis pasti tidak sengaja memberikan peta itu kepada orang lain hingga salinannya tersebar ke mana-mana. Huh… manusia mulia itu benar-benar baik hati dan tidak sombong," ujar Master Syarhan.

Saat itu stamina Aswa mulai pulih. Dua kali menggunakan kemampuan [Sihir Ruang dan Waktu] dalam sehari membuat pikirannya kelelahan. Beruntung ia sempat makan daging kambing yang kaya dengan protein hewani."Aagh… Akhirnya Godel berhasil masuk… Hmm… Dia, kan…" Aswa segera memejamkan matanya kembali saat melihat bayangan Walikota Samareand.

Master Syarhan melihat mata kiri Aswa yang sempat terbuka tapi tertutup kembali. Mata kiri Aswa memang sudah tidak tertutup topeng seperti mata kanan karena serangan sebelumnya. 

"Wait… Anak ini bisa melihatku?" ia lalu berjalan mendekati Aswa yang menindih Godel. "Wooiii… Kau bisa melihatku?"

"Ngrooook…" Aswa pura-pura ngorok.

Melihat perilaku Aswa membuat Master Syarhani naik pitam. "Sudahlah, bocah bangkuy! Jangan berpura-pura pingsan!"

"Ulun* masih kepingin pingsan, Pak Tuan**! Tubuh ulun capek, tangkuluk ulun pusing!" ujar Aswa sembari membalikkan kepala. Aswa tidak bisa membedakan bayangan Walikota dengan yang asli karena masih belum 50 persen pulih.

*Ulun=Saya

**Pak Tuan=Master atau Ahli dalam suatu bidang. Digunakan pada masa dulu

"Kalau saja aku bukan bayangan, sudah ku pukul kepala bocah ini!" pikir Master Syarhani. "Tidak perlu pakai bahasa daerah Benua Selatan. Sebaiknya kau bangun, bangkuy! Atau ku penggal lehermu!" ancamnya.

Aswa langsung duduk. "Hormat kepada Walikota! Saya baik-baik saja, Pak Tuan!"

"Bagaimana bisa kau melihatku? Kau masih ranah hijau!" Tanya Master Syarhani.

"Hah? Anda hanya bayangan? Mungkin karena tangkulukku terbentur tadi…" Aswa gelapan, tentu saja hanya acting. "Kok Pak Tuan bisa tau saya ranah hijau?" Tanya Aswa.

"Aku ini hanya roh, karenanya bisa melihat jiwa orang lain!" jawab Master Syarhani. "Dari mana kau mendapatkan peta Balai Kota?" tanyanya.

Aswa balik bertanya, "Kenapa Pak Tuan tidak tanyakan pada si molek Tuan Aegis?"

"Jangan mencoba mengadu domba orang lain!" bentak Master Syarhani.

"Pak Tuan bisa tanyakan kepada temanku ini!" Aswa mengarahkan kepala Godel menghadap Walikota.

"Dia sedang pingsan, bangkuy!" Master Syarhani semakin kesal. Walaupun hanya roh, tapi entitas ini adalah Master Syarhani itu sendiri. Tentunya memiliki rasa dan karsa.

"Dia tidak pingsan, Pak Tuan!" Aswa melihat ke wajah Godel yang sedang pingsan. "Kau tidak pingsan, kan teman?" Kepala Godel mengangguk karena digerakkan Aswa.

Roh Walikota menjadi murka karena dipermainkan Aswa. "Kalau bukan karena di luar banyak perusuh, tubuhku sudah pasti masuk dan membunuhmu, bangkuy!!!"

"Maafkan saya, Pak Tuan… Saya hanyalah remaja yang sedang mencari jati diri…" kilah Aswa.

Roh Walikota menunduk. "Kau ini bukan orang sembarangan… Sayang sekali kalau kau jadi penjahat."

"Yah, sayang sekali Pak Tuan jadi pendekar tanggung…" balas Aswa.

"Bangsaaatt…! Bocah bangsaaat…! Sekarang, hadapi realita dan ilusi…! Hahahaha…" Roh Walikota mengambil jarak dengan Aswa. Ia ingin menyaksikan usaha Aswa melewati sistem penjagaan ini.

Di balik Master Syarhan melangkah dengan sigap belasan mayat hidup yang membawa pedang, tombak, kapak dan senjata lainnya.

..................…

#Kembali ke saat Ketua Ansep dan Kepala Keluarga Pipit Ungu bertandang ke rumah pohon Aswa#

"Mumpung Ketua Ansep dan Datuk Nata Prahara ada di sini. Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan," ujar Aswa.

Ketua Ansep dan Kepala Keluarga Pipit Ungu mengangguk tanda setuju. "Katakanlah, Nak…" ujar Datuk Nata Prahara.

"Kami berencana membobol Balai Kota. Apa yang Ketua dan Datuk Nata Prahara ketahui tentang sistem keamanan di sana?" Tanya Aswa.

"…" Kepala Keluarga Pipit Ungu, Datuk Nata Prahara terhenyak.

Ekspresi berbeda ditunjukkan Ketua Ansep. "Hahaha… Aku tidak sungkan mengatakan itu niat gila! Sungguh aku ingin sekali membantu. Tapi yang jelas, hanya sedikit informasi yang ku ketahui perihal Balai Kota."

"Sedikit informasi itu sangat berharga, Ketua…" ujar Aswa.

"Baiklah…" Ketua Ansep mulai serius. "Aku bingung mau mulai dari mana. Faktanya, membobol Balai Kota Samareand sudah kami lakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Ratusan anggota Sekte tidak pernah ada yang kembali setelah berhasil masuk ke ruang penyimpanan. Begitu pula dengan anggota kelompok lingkaran iblis yang lain. Termasuk Keluarga Pipit Ungu. Padahal, setiap kali Balai Kota direnovasi, kami selalu mendapatkan salinan petanya. Masalah utamanya adalah… Sistem Keamanan Antara Realita dan Ilusi yang ada di ruang penyimpanan…"

"Realita dan Ilusi..?" Aswa bergumam sembari mengolah secuil informasi itu dalam benaknya. "Nyata dan tidak nyata berasosiasi dalam sebuah sistem. Secara semiotic, menyebut realita di awal dan menyebut ilusi sesudahnya mengisyaratkan dampak nyata dari sistem itu sendiri. Yang terlihat adalah ilusi dan yang terjadi adalah kenyataan." Tidak ada perubahan ekspresi yang terjadi di wajah Aswa saat mengolah informasi ini.

Datuk Nata Praha menatap Aswa seraya memberi nasihat, "Nak… Kami yang sudah berada di ranah pikiran Merah Pekat sekalipun akan kesulitan menembus sistem tersebut. Satu-satunya cara adalah menghancurkan Balai Kota berkeping-keping, lalu meladeni pendekar-pendekar di lingkungan penguasa. Cara ini sama saja dengan mengibarkan bendera perang dengan penguasa dunia…"

"Aku sependapat dengan senior," ujar Ketua Ansep. Ia lalu menghadap ke arah Aswa dan berkata,"Sebaiknya kau urungkan niatmu itu. Masih banyak waktu yang kalian miliki untuk berkembang. Pada periode itu kesempatan kita mendapat informasi tambahan cukup terbuka."

Mendengar ucapan kedua orang tua tersebut, Godel langsung berdiri lalu berucap, "Terserah kalian bicara apa! Walau tanpa Aswa, Aku akan tetap…"

"… Tenang, Del!" Aswa segera menyela Godel. "Aku akan tetap menepati janjiku…"

"Mungkin informasi ini bisa membantu," kata Datuk Nata Prahara dengan santai.

"Kami akan mendengarnya, Datuk…" balas Aswa.

Sambil mengurut jenggot, Datuk Nata Praha memulai sebuah cerita, "Ini cerita tentang Hantu Maraiaban…"

......................

Dua belas mayat menyerang Aswa secara frontal. *Sreet…!**Sreet…!**Sreet…!**Sreet…!* berbagai senjata yang mengarah ke Aswa berhasil ia hindari.

Dengan kehendaknya, Mandau pemberian Godel segera muncul di hadapan Aswa. Melihat kemampuan Aswa tersebut, Master Syarhan sedikit terkesima. "Wow… Baru juga ranah hijau, bocah ini sudah bisa menyimpan benda di alam pikirannya. Salut…" ujarnya sambil bertepuk tangan.

*Woooshh…!* Tubuh salah satu mayat memudar setelah terkena sabetan Mandau dari Aswa. "Sesuai dengan namanya, ilusi ini tidak akan pernah terkena kerusakan. Sebaliknya, serangan mereka memberikan luka nyata kepada kita. Realita dan Ilusi, coy!" seru Aswa yang terus menghindari setiap serangan yang mengarah kepadanya.

"Kalau kau tidak ingin mati di sini, aku akan membantumu! Tapi kau harus jadi muridku!" teriak Master Syarhan.

"Pak Tuan cukup jadi penonton! Bagaimana bisa ulun mengalahkan penguasa dunia jika tidak bisa mengatasi masalah seperti ini…" balas Aswa.

Mata Roh Master Syarhan melotot menatap Aswa. "Hei… Bocah iblis… Ku sarankan kau tidak bermain-main dengan niat itu. Tidak ada orang yang akan bisa menghadapi penguasa dunia. Saat ini bahkan belum saatnya kau menghadapi sistem keamanan ini," ujarnya.

"Sudahlah, Pak Tuan diam saja… Ulun sedang sibuk sekarang. Cukup saksikan pertunjukan gratis ini." Aswa terus menghindar dan sesekali menyerang balik. Walaupun tidak memberikan dampak yang signifikan,tetapi ia tidak begitu kesulitan menghadapi mayat-mayat nyata dan ilusi ini.

"HAHAHA… HAHAHAHA… HAHAHAHA…!!!" suara tawa seketika menggema.

"Hmm… Maraiaban, keluar kau!" teriak Aswa.

"Wada'leeeh… Kau tau panggilanku… Siapa yang mengutusmu kemari bocah?!!!!" tanya Maraiaban.

*Wooossh…!* *Praakk…!* sebuah tombak melesat dengan cepat mengenai sisi kanan wajah Aswa. Topeng Aswa bagian kanan pecah. Pada periode itu wajah Aswa terkena sisi tajam tombak hingga meninggalkan bekas luka menganga.

"Kau serius ingin menghadapi bocah ini secara langsung, Maraiaban?" Tanya Master Syarhan.

"Diam kau bocah! Dibanding kau, aku lebih tertarik dengan bocah ini!" bentak Maraiaban kepada Master Syarhan.

"…" Master Syarhan terdiam membisu.

"Aku sudah dua kali menyuruhnya diam. Tapi Walikota ini terus bacot," komen Aswa.

Maraiaban malah menambahkan, "Penonton memang sok jago…"

*Gelegarrrr…!!!* Suasana tiba-tiba berubah dengan kehadiran arakan awan hitam.

*Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* *Sliiing..!* 

Seketika ribuan tombak muncul dari dalam awan.

Kilatan cahaya terpancar dari mata Aswa. Ia sangat paham siapa yang saat ini menjadi lawannya adalah bukan tandingannya. "Kau serius ingin membunuhku? Kita sama-sama dari lingkaran iblis, kan?!"

"KEMATIAN ADALAH NYATA… KEHIDUPAN ADALAH FANAAA…" suara Mariaban terdengar menggelegar!

"Tu-tunggu sebentar! Sebelum aku mati, aku ingin melihat sosokmu terlebih dahulu!" pinta Aswa.

*Swiiing…!* Entitas setinggi dua meter dengan tubuh berotot keras muncul di belakang Aswa. Dua tanduk seperti lembu tumbuh di kepalanya mendampingi kesan iblis yang sudah diwakili dengan gigi taring dan hidung mancung. Terlebih kulitnya berwarna merah gelap seolah berasal dari neraka.

"Eh… Ifrit!" Aswa kaget setelah menoleh ke belakang.

"Sudah puas melihatku, heh?" ujar Maraiaban.

"Belum, lah…" Aswa segera meletakkan Mandau ke leher Maraiaban.

"Buset! Tengil juga nih bocah!" Master Syarhan berseru kaget.

"Berengsek!" Maraiaban mencoba menyerang Aswa. Tetapi gerakannya terhenti, seolah ada seseorang yang menguncinya. "Siapa yang kau?! Bagaimana makhluk rendahan sepertimu bisa mengunci pergerakanku? Aku ini adalah jelmaan iblis! Wujud keabadian, kegelapan, dan kehancuran! Siapapun Kau, Jangan bermain-main denganku!" ujarnya kepada entitas lain yang tidak terlihat. 

"Sosok itu… ya, tingginya sama dengan bocah bertopeng. Apakah bocah bertopeng itu mengetahui [Jurus Membelah Roh]? Tapi roh pada kenyataannya tidak dapat bersentuhan dengan materi kasar! Jurus apa ini?" Roh Master Syarhan dapat melihat entitas misterius yang memegangi Maraiaban. Walau tidak kuat, kemampuan ini jika berkembang akan sangat berguna.

Merasa sudah berhasil mengamankan Maraiaban untuk beberapa saat, Aswa menyarungkan kembali Mandaunya.

Aswa lalu mulai menceritakan apa yang Datuk Nata Prahara ceritakan padanya. "Syahdan. Ini kisah seorang pendekar yang kedua orang tuanya tewas karena dampak kekuatan Kaki Tangan Tuhan. Belajar berbagai macam sumber kekuatan hanya untuk membalas dendam. Puncaknya… Ia membuat perjanjian dengan iblis untuk mendapatkan kekuatan maha dahsyat nan abadi. Sangat dahsyat hingga tidak ada seorangpun di Benua Anasia yang berhasil mengalahkannya. Belum sempat menantang empat rekanan Kaki Tangan Tuhan, tujuh master lingkaran iblis dari tujuh benua mengeroyoknya. Ia masih tetap hidup walau tubuhnya hancur berkeping-keping."

"Dari mana kau mendapat cerita itu?" Tanya Maraiaban.

Aswa menjawab, "Itu mitos tentang dirimu yang berkembang di kalangan penganut idiologi iblis. Kau salah satu orang yang berhasil menyentuh tangga tertinggi penguasa dunia. Kau hanya perlu menyingkirkan empat orang lagi sebelum berhadapan dengan Kaki Tangan Tuhan…"

"CUKUUUPPP…!!!" teriak Maraiaban.

"Ya… Politik 'Devide et Empera' menghentikanmu kala itu. Akhirnya kau disegel di tanah kelahiranmu sendiri, tiga ratus tahun yang lalu," lanjut Aswa.

"ROOOAAAAARRRRRR…!!!" Maraiaban memberontak hingga mengeluarkan gelombang energy yang besar. Berputar-putar dalam suatu pusaran. Benda-benda yang ada di sana berterbangan. Begitupun dengan Aswa, Godel dan perempuan bertopeng.

Entitas yang mengunci Maraiaban bersuara dengan lirih, "Jika kau masih ingin balas dendam, sebaiknya kau dengarkan anak itu!"

"Siapa kau berani memerintahku?! Aku bisa keluar dari penjara ini dengan usahaku!" balas Maraiaban.

Kuncian entitas misterius semakin erat. "Tidak ada jalan keluar untukmu. Biarkanlah kami membantu…" pintanya.

Mendengar kata-kata entitas itu Mariaban tertawa keras, "Hahahaha…! Kalian tidak akan bisa membantu! Saat ini kekuatanku sudah mencapai 11 persen dengan membunuh orang-orang yang masuk ke mari. Aku hanya perlu bersabar untuk 100 persen pulih."

"Berapa lama anda mencapai 11 persen? Dan berapa lama lagi anda menunggu pulih 100 persen?" Tanya entitas misterius. "Dulu anda sendirian! Bukan seperti cara kerja iblis!" tambahnya.

"Dari suaramu, kau hanyalah anak kecil. Tidak sepantasnya kau menceramahiku yang sudah berusia lebih dari 300 Tahun!" gelombang energy yang dikeluarkan Maraiaban semakin besar. Wujud emosinya yang sedang berkecamuk.

"Sungguh naif! Memandang siapa yang mengatakan, bukan mendengar apa yang dikatakan. Mutiara di mulut anjing tetaplah mutiara, boskuh! Kesalahan terbesar iblis adalah sikapnya yang sombong. Tidakkah kau berpikir, berlama-lama di sini malah memberikan mereka waktu. Waktu hingga mereka mendapatkan cara untuk mencuri kekuatanmu. Sebenarnya aku memang hanya sekedar ingin mencuri di sini. Akan tetapi, setelah mendengar cerita tentang dirimu, aku tertarik untuk membantumu keluar dari sini secepat mungkin." Selayaknya Aswa, entitas ini seolah orator yang hendak menyentuh perasaan.

Maraiaban tiba-tiba tersentak. Beberapa saat kemudian ia berkata, "Kalian berhasil menarik perhatianku dengan menyebut jahanam itu. Lalu kalian berhasil pula menyentuh hasratku untuk keluar dari sini dan membalas dendam dengan segera. Kau mencoba melobiku dan berharap aku membuka ruang negosiasi. Pertanyaanku, kapan kalian akan membantuku melarikan diri?"

"Hentikan dulu gelombang energy yang kau buat, lalu akan ku katakan kapan waktunya," jawab entitas misterius.

"Hahaha… Aku tidak tertarik dengan tawaranmu sebetulnya. Tapi Ku akui aku mulai bosan di sini. Kehadiranmu sungguh menghiburku. Membunuhmu setelah kita berbincang sepertinya asyik juga," ujar Maraiaban. Ia lalu menghentikan gelombang energy. Sejurus kemudian melepaskan diri dari kuncian entitas misterius.

"Uhuuk…! Jangan main bunuh aja, boskuh…" ujar Aswa. Ia berupaya bangkit dari pusing setelah naik komedi putar.

***