webnovel

The Lost Love

Banyak orang bilang, hubungan yang berada dalam status long distance (jarak jauh) yang konon selalu menjadi suatu ancaman hubungan akan mudah berakhir, namun nyatanya tidak semua benar demikian. Lalu bagaimana hubungan itu akan berjalan dengan akhir yang indah, setelah bertaburan dengan kata-kata manis, kepercayaan, kejujuran dalam waktu yang begitu sangat panjang? Jika nyatanya dua sejoli yang kini sedang menjalani hubungan itu tengah memiliki perbedaan keyakinan yang begitu kuat sebagai makhluk yang beragama. Mencoba untuk melawan dengan mengatasnamakan cinta yang begitu dalam di hati mereka, yang tumbuh tak terduga sejak pada pandangan pertama. Karena sejatinya cinta yang sesungguhnya, tak pernah mengenal status, suku, adat, atau ras sekalipun. Ini adalah tentang hati yang tidak bisa kita kendalikan kepada siapa akan berlabuh, mencoba untuk tetap bertahan dan menjalani skenario Tuhan yang mereka percayai telah di takdirkan untuk mereka yang akan memulainya. Lantas bagaimana akhir dari kisah mereka? Siapa yang harus mereka pilih? Cinta yang begitu dalam, atau keyakinan yang begitu sakral tehadap sang pencipta (Tuhan).

Michella91 · História
Classificações insuficientes
317 Chs

Wanita sederhana

Alona dan Kenzo kembali saling melepaskan pelukan hangat mereka. Lantas saling berbincang santai, menceritakan kegiatan sehari-hari mereka di sekolah, mengutarakan segala impian dan cita-cita, sampai akhirnya kemali melontarkan kata-kata manis untuk saling menggoda.

Di tengah obrolan mereka yang tengah hening sesaat, terdengar suara perut keroncongan dari Kenzo. Sontak saja Alona menoleh dan tercengang menatap wajahnya, begitupun Kenzo yang menatap dengan wajah tersipu malu pada Alona.

"Pfffttt…" Alona berusaha menahan tawanya.

"Akh, perut sial! Membuatku malu saja," jawab Kenzo menundukkan wajahnya.

"Hahaha, ya ampun Ken. Kamu lapar?" tanya Alona semakin memperjelas apa yang di rasakan oleh Kenzo saat ini.

"Eeh… Aku, aku hanya…"

"Ayo, kita cari makan sebelum pulang," ajak Alona menyela sambil menarik lengan Kenzo dan beranjak berdiri.

Tanpa basa-basi Kenzo menuruti ajakan Kenzo dan kini saling berpegangan tangan. Mereka berjalan bersama dan melihat sekeliling tempat, untuk mencari sebuah tongkrongan untuk bisa makan bersama.

"Oh, disitu! Lihat, disana saja kita makan. Ayo!" ajak alona sambil menunjuk ke arah pedagang di tepi jalan.

Alona begitu semangat menarik tangan Kenzo untuk mengajaknya makan disana, tapi Kenzo menahannya dengan segera.

"Sayang, tunggu!" kata Kenzo padanya.

"Ada apa? Kau bilang lapar, ayo kita makan disana."

"Apa kau yakin kita akan makan di tempat itu? Kau… Tidak keberatan?" tanya Kenzo dengan terbata-bata.

"Eh? Kenapa harus keberatan, Ken?" tanya balik Alona.

"Tapi, disitu tempatnya sangat terbuka dan di tepi jalan. Kau tidak merasa risih atau…"

Alona tampak membuang napas panjang dan menggelengkan kepalanya ketika mendengar perkataan Kenzo barusan. Dia pikir tadinya Kenzo akan berpikir hal yang sama sepertinya, dimanapun itu asal berdua Alona akan merasa bahagia.

"Eeh… Maafkan aku, Alona. Tadinya, aku berpikir jika kau mungkin akan malu jika aku mengajakmu makan di pinggir jalan, dan itu akan membuatmu merasa aku laki-laki yang tidak bertanggung jawab," ujar Kenzo kembali.

Alona tersenyum lembut, dia meraih tangan Kenzo untuk di genggamnya.

"Ken, saat ini kita masih menjadi murid di sekolah. Meskipun mungkin kau sudah banyak memiliki uang dari hasil kerja sampinganmu membantu ayahmu, tapi aku tidak mau kita berlagak seperti pasangan yang sudah memiliki banyak uang karena bekerja," ujar Alona dengan sangat lembut menatap wajah Kenzo seakan penuh makna.

Kenzo tertegun mendengarnya, rasa lapar yang sejak tadi mengusiknya seakan sudah hilang hanya dengan mendengar ucapan Alona yang begitu mendamaikan hatinya.

"Hmm, ayo…" ujar Alona unjuk dagu kembali mengajak Kenzo untuk melintasi jalanan dan mengisi perutnya yang lapar.

Kenzo mengangguk dengan senyuman sambil menggenggam erat tangan Alona menyebrang melintasi jalanan yang terlihat semakin ramai menjelang matahari akan terbenam.

Kenzo memesan sesuai menu makan yang di jual oleh seorang bapak-bapak yang usianya sudah setengah baya. Dua porsi dengan dua minuman segar untuk melepas dahaga dia pikir sudah cukup untuknya dan Alona sore ini. Alona tampak menikmati posisinya yang saat ini sedang duduk memandangi lalu lalang kendaraan yang melewatinya.

Kembali Kenzo menandang wajahnya diam-diam seraya bergumam di dalam hatinya, dia sungguh bersyukur memiliki pasangan yang begitu sederhana seperti Alona, dia bahkan tidak malu untuk duduk bersama Kenzo di pinggir jalan seperti itu. Sedang di sekitar mereka sudah banyak mata yang sesekali memandang ke arah mereka, entah apa yang mereka pikirkan dalam benaknya saat ini.

"Sayang," panggil Kenzo di tengah lamunan Alona memandangi jalanan sekitarnya.

"Hem?" jawabnya sembari menoleh menatap wajah Kenzo.

Pandangan merka bertemu dan begitu dekat ketika Kenzo menopang kedua tangannya di bawah dagunya. Dan seketika hening, mereka saling memandang wajah masing-masing, lantas dengan cepat Alona menundukkan wajahnya, begitu pun Kenzo yang merasa degub jantungnya seakan mau meledak.

"Akh, sial! Tatapan matanya itu membuat jantungku berhenti," gumam hati Kenzo.

Sedang di dalam hati Alona seolah terdengar seperti gemuruh ombak yang berdesir hebat di tepi pantai, napasnya terasa berhenti menghirup udara saat ini.

Dia pun bergumam, "Dia… Dia sangat manis, dia juga menggemaskan! Oh hatiku…"

Sesaat kemudian, seorang laki-laki yang tengah sibuk menyiapkan menu yang Kenzo pinta tadi datang menghampiri seraya meletakkan dua porsi makanan yang sudah di nantikan oleh Kenzo. Alona tampak canggung dan mengucapkan kata terima kasih laki-laki itu, begitu santun lalu di susul oleh Kenzo dengan mengucapkan kata yang sama seperti Alona.