webnovel

THE GIFT OF LOVE

"Rara, aku segera membuktikan Alex memang putraku, darah dagingku. Jika kau berbohong. maka tak segan aku meminta pengadilan memberi hak asuh padaku." PLAKK-! Tamparan keras menyentuh pipi Michael. Terasa pedih dan panas. Mantan istrinya berubah menjadi galak dan keras. Posisinya sedang terancam karena ucapan terakhir tadi. Mereka berperang memperebutkan putra satu-satunya. Kekuatan dan kekuasaan Michael tidak main-main membayar pengacara mahal bukan masalah baginya. Alex tinggal dengannya bersama II Nonno Marchetti sekaligus menjalankan bisnis di Italia. Test DNA akan membuktikan apakah Alex putranya atau bukan. "Kau tidak bisa menghalangi lagi, tak seorang pun!" tuding Michael segera menemukan apa yang dicari setelah perceraian mereka. Sekarang, Rara dan Alex selalu dalam pandangan matanya. Perseteruan membuat darah seorang mafia kembali mendidih. ***

RAYBASIL · Urbano
Classificações insuficientes
228 Chs

PERTEMUAN TAK TERDUGA

"Mbak Ayuuuuu!" teriak Anita sebelum atasannya masuk ke ruangannya.

Ayu mengernyitkan alisnya, "Apa sih Nit, bawel banget kamu pagi ini! Habis ganti baterai ya, suaramu nyaring tuh sampai keluar kantor!" Kontan saja Anita tertawa.

"Ihhh Mbak Ayu begitu! Oya, aku dapat email beberapa klien meminta Mbak Ayu berkunjung ke sana sekaligus membawa proposal penawaran. Waduh, musim orang menikah, pemilik event organizer kapan berhenti melajang ya?" gurau Anita sambil mencolek bahu Ayu.

"Rese deh, garing tau, ga lucu! Siapkan proposal dan daftar klien, nanti minta pak Rahmat yang mengantarkan ke sana!"

Mata Ayu makin membesar memerintah bawahannya. Anita lari terburu-buru ke meja kerjanya, mengambil semua proposal sesuai perintah atasannya.

Dalam 5 menit langsung kembali, menemui Ayu yang tak sempat masuk ke ruang kerjanya sendiri.

"Ini Mbak Ayu, semoga sukses lancar ya bertemu klien nanti! Kalau ada keluarga calon mempelai yang masih single, kasih nomor teleponku ya, jangan lupaa-aa!"

Kerling genit Anita mengiringi kepergian atasannya.

Ayu cuma mengomel kecil, "Dasar ganjen!"

Langkahnya memburu waktu, jalanan di pagi hari biasanya tersendat, padat merayap. Ia akan mempelajari daftar klien di mobil nanti, membaca email dari mereka.

Pak Rahmat terkejut di parkiran melihatnya keluar kantor lagi, "Bu Ayu, mau pergi lagi?" Ia buru-buru membuka pintu mobil untuk atasannya.

"Iya Pak Rahmat, kita harus mengunjungi beberapa klien baru. Tolong antarkan saya ya!" pintanya sopan.

Ayu tetap menjaga adab menghargai orang yang lebih tua darinya.

"Siap, Bu Ayu. Sebutkan saja alamatnya, nanti saya antarkan ke klien tersebut," jawab Pak Rahmat sambil menunduk hormat.

Belum lama mobil melaju, suara dering telepon terdengar. Panggilan Veronica? Ada apa wanita jalang itu menghubungi dirinya!

Ayu tidak ada urusan dengannya, semua diwakili oleh Michael tunangannya Veronica. Ia mengabaikan telepon itu, karena hari ini harus fokus bekerja.

Ia menelepon beberapa klien baru, mereka bersedia bertemu di lokasi dan waktu yang ditentukan.

Setelahnya menelepon ke Anita lagi agar mengawasi kantor, menangani telepon masuk dari klien. Ayu tak sempat menerima telepon pribadi lain, kecuali dari Alex.

Tepat sebelum makan siang, ia telah bertemu dua orang klien baru yang bersedia mempelajari proposal penawaran.

Handphonenya berbunyi lagi. Panggilan dari Michael, bajingan itu menghubunginya! Tadi pagi tunangannya, mungkin sebentar lagi adiknya Alano juga!

Hei, apa ia harus menjadi konsultan keluarga dan pernikahan mereka! Sengitnya di lubuk hati.

Ayu membiarkan handphone berbunyi tapi kali ini ringtone dikecilkan. Akhirnya suara dering membosankan memekakkan telinganya berhenti juga.

Pak Rahmat diminta mencari sebuah restoran agar mereka bisa makan siang berdua. Masih ada pekerjaan lain menemui klien, tak ada kesempatan kembali ke kantor lagi.

Setengah jam kemudian Ayu melirik handphone, benar saja! Sekarang adik Michael, brengsek Alano menelepon juga.

Ada apa dengan kalian bertiga! Sungguh hari yang melelahkan! Ayu berteriak kesal di dalam hatinya lagi.

Pak Rahmat pun tak berani bertanya. Wajahnya terlihat bingung, mengapa atasannya tidak menjawab beberapa telepon yang masuk hari ini.

Selepas sore, pekerjaan Bu Ayu selesai. Sopir langsung mengantarkan pulang ke kediamannya.

Ayu beristirahat sejenak menyempatkan berbincang dengan putranya. Malam ini ia berjanji bertemu dengan Om Irwan di pernikahan koleganya.

Waktu begitu cepat, pukul 7 malam Ayu sudah berdandan rapih dan harus berada di sana.

Taksi menyusuri jalan padat 30 menit menuju gedung pernikahan. Perjalanan yang melelahkan, seharian tadi keluar kantor.

Kini harus keluar rumah lagi. Taksi telah melewati area parkir sampai dekat ke lobby gedung pernikahan mewah dan megah.

Kolega Om Irwan pasti kelas atas dan terpandang! Ayu berkata dalam hati.

Keluar dari taksi yang ditumpanginya. Sedikit mematutkan diri, berharap penampilan tidak mengecewakan pemilik perhelatan besar ini.

Ia datang hanya ingin menemui Om Irwan di dalam sana. Seolah-olah sebagai tamu undangan, dirinya menyebar senyum keramahan.

Matanya tertumbuk ke pria paruh baya yang bersahaja.

Wajah Papa begitu mirip dengannya. Bergegas Ayu menghampiri Om Irwan sedang asyik mencicipi makanan kecil yang tersedia di berbagai penjuru ruangan.

"Malam Om," sapa Ayu pelan.

Pria itu menoleh ke samping, mata tua membelalak. Piring kecil di tangan langsung diletakkan di atas meja.

"Rara, kau-kah itu?" tanyanya ragu. Om Irwan tidak mempercayai penglihatannya sendiri.

Keponakannya sungguh berbeda kali ini, cantik dan dewasa. Ayu pun mengangguk.

Om Irwan semakin tidak percaya, "Rara, sebaiknya kita berbicara di tempat lebih tenang. Kolegaku banyak sekali di sini, pasti ada berita miring mengenai pertemuan kita ini."

Ia melangkah lebih dulu, Ayu mengikuti dari belakang. Mereka berdua keluar dari gedung pernikahan, sekaligus mencari udara segar.

Sedikit menyepi dari riuh keramaian. Sidang pun di mulai. Paman banyak bertanya malam ini, sebelum ia meminta bantuannya.

"Rara, kenapa kau terus menyembunyikan diri dari keluargamu sendiri? Tidak ingin kau pulang, kembali pada mereka?" tanya Om Irwan tegas.

Pertanyaannya makin menyudutkan posisi Ayu selama ini. Ia hanya menggelengkan kepalanya.

"Rara belum mau pulang, jika papa dan mama belum bisa menerima kehadiran Alex, Om!"

"Alex, putramu? Mengapa tidak dibawa ke sini, Om Irwan pasti senang melihat cucu darimu, Ra! Berhentilah melarikan diri dari masalah. Mereka pasti menerima kalian berdua. kau terlihat dewasa, bertanggung jawab sekarang," Pamannya berusaha menyakinkan.

Ayu pun terdiam, rencananya bukan kembali ke kediaman keluarganya tapi ke luar negeri.

"Om Irwan masih bertugas di Eropa, kan? Bolehkah Ayu dan Alex tinggal di sana sementara?" tanyanya ragu.

Pria paruh baya itu tertawa mendengar permintaan keponakan kesayangannya, yang menurut dirinya begitu mudah dan sederhana.

"Kau yakin, Ra? Dulu Om pernah meminta kamu pindah, melahirkan bayimu di sana. Kenapa sekarang kamu baru tertarik gagasan itu?" selidik Om Irwan.

Ayu tahu, tak bisa menipu Om Irwan yang sangat baik padanya.

"Rara, ingin mengembangkan karir di sana. Bekerja apa saja sebagai awal, kehidupan di sini mulai membosankan!"

Sedikit tipuan halus dilakukan, agar tidak mencurigai alasan mengapa ingin pindah ke luar negeri. Om Irwan mencubit hidung mungil Rara.

"Om tahu dari kecilmu dulu, kamu itu sedang jujur atau berbohong! Siapkan saja dokumen yang aku minta, nanti bawahan mengatur semuanya. Kapan saja kalian berdua bisa berangkat. Tante Mirna pasti terkejut, mendengar kamu ingin tinggal dengannya di Paris!"

Ayu tak kuasa menahan rasa senang, memeluk pamannya erat. Kini mereka bisa tertawa bersama, berjanji terus berkomunikasi walau Om Irwan kembali bertugas ke Perancis.

Om Irwan mencium puncak kepala Ayu sebelum meninggalkannya. "Kamu baik-baik ya, Ra! Tolong jaga cucuku Alex dengan baik. Nanti Om jemput kalau kalian bersiap berangkat ke Paris!"

Ayu mengangguk. "Makasih Om, titip salam sayang untuk Tante Mirna!"

Tangannya melambai sebelum pulang. Rindu memeluk putranya di rumah. Om Irwan tersenyum. Membalas lambaiannya, lalu menghilang ke dalam gedung pernikahan.

Langkah Ayu begitu riang gembira, beban beratnya menghilang.

Gaun hitam yang dikenakan berdesir mengikuti lekukan tubuhnya. Lengan dan bahu yang terbuka, menampilkan kulit halus miliknya.

Seseorang sedang mengawasi Ayu dari jauh. Memandangnya curiga saat wanita itu bertemu pria tua dari seusianya. Buru-buru mengikuti dan mencegahnya pergi.

"Ayu! Apa yang kau lakukan di sini?" Michael menahan lengannya.

Oh My God!

Pria terkutuk ini sekarang tepat dihadapan. Ayu pun merutuk kesal.

"Kenapa kau tidak menjawab panggilan teleponku siang tadi huh!" ujar Michael emosi.

Menyadari mereka sedang di tempat keramaian membuat tamu undangan yang baru saja datang memandang heran, seperti pasangan bermusuhan.

Michael menarik tangan Ayu mengikuti dirinya menuju ke mobil.

"Aku antarkan kau pulang. Dengan syarat jawab 2 pertanyaanku, siapa pria tua yang berbicara denganmu tadi? Dan kenapa teleponku tidak diangkat tadi siang?"

Ayu menatap Michael sebal. "Aku bisa pulang sendiri. Jangan meneleponku atau mengikutiku!"

Mereka berhenti tepat di depan pintu mobil mewah. Pria itu sedikit mengalah, lalu membukakan pintu untuk Ayu. "Masuklah, sudah malam. Kita bisa bicara di dalam!"

Ia tidak dapat mengelak tubuh mungil terkurung oleh badan besar pria kasar itu.

"Jangan coba-coba lari, atau aku seret kau masuk ke mobilku lagi!" ancam Michael.

Sepanjang perjalanan, Ayu cuma diam. Gaun hitam menghalangi kebebasannya. Gara-gara Om Irwan mengajak bertemu di pernikahan kolega, mau tidak mau ia harus tampil elegan.

Ayu tahu reputasi paman, koleganya orang-orang asing dari berbagai negara, atase kedutaan maupun pengusaha. Michael pun pengusaha muda keturunan Eropa.

Matanya menoleh. Pantas pria itu tampil rapih menawan mengenakan jas malam ini.

Tapi di mana tunangannya wanita jalang, Veronica? Dan mereka berdua mau kemana, ini bukan arah ke rumahnya!

Lagi-lagi bajingan ini menculik dirinya! Michael brengsek!

***