Jam lima sore, bang Zidane sudah kembali pulang dari kantor. Aku menyambutnya dengan senyum datar. Membawakan tas dan berkas-berkas kerjanya lalu menaruhnya di atas lemari.
Kuambilkan teh panas dan memberikannya pada bang Zidane. Namun, bang zidane justru menatapku.
"Gak ada minuman dingin ya, Jes? Kok tehnya panas begitu? Abang kan gak suka teh panas," tanyanya sembari melepas kancing bagian atas seragamnya.
Ya, bang Zidane memang penggemar teh es sehingga mungkin tak terlalu suka dengan teh panas yang saat ini kusajikan.
Aku menggeleng. "Listrik mati, bang. Makanya es batu cair semua," sahutku.
"Oh sudah lama PLN mati? Kok tumben, biasanya cuma sebentar?"
"Sudah lama, bang. Tapi bukan karena PLN mati tapi karena token habis," sahutku lagi.
Bang Zidane terkejut lalu menghela nafas.
"Oh. Belilah, Jes. Berapa aja nominalnya?" tanyanya berusaha tenang meski aku bisa melihat rona gelisah kembali membayang di sepasang bola matanya.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com