webnovel

Terbaik Dariku

Realista
Contínuo · 9.3K Modos de exibição
  • 2 Chs
    Conteúdo
  • Avaliações
  • N/A
    APOIO
Sinopse

Husin dan Liani adalah suami istri yang saling mencinta. Kehidupan mereka baik secara finansial. Mereka tinggal di sebuah desa yang subur Mereka menjalani kehidupan sebagai seorang petani didesa tempat mereka tinggali Namun mereka selalu dirundung kesedihan yang mendalam Liani mengalami 6 kali kehamilan. 6 orang anak yang dilahirkan-nya, 5 meninggal Ada yang meninggal saat bayi, ada saat juga saat mereka masa kanak-kanak Saat kehamilan-nya yang ke 7. Suami istri itu sangat hawatir akan nasib anak mereka Seorang anak lelaki Liani yang masih masih hidup, Ia berusia 6 tahun. Ia pun sangat mendambakan akan kehadiran saudara Semua menunggu kehadiran-nya. Bayi ke 7 Liani

Chapter 1RUMANA

Liani menyadap kebun karet miliknya bersama dengan Husin suaminya. Nafasnya terengah-engah menahan letih yang ia coba tepikan.

Mereka duduk di bawah pohon karet yang besar seraya membuka kotak bekal makanan yang mereka bawa dari rumah. Kotak makanan itu hanya berisi beberapa potong kue.

"Laini, seharusnya kau tak perlu lagi ikut bekerja menyadap pohon karet" Husin berkata sembari membuat api untuk memasak air, Husin membuatkan teh untuk istrinya.

"Aku takut kau kelelahan. Perutmu sudah mulai membesar sekarang, aku takut terjadi sesuatu jika kau paksakan." Husin memandangi wajah Istrinya yang telihat sangat kepayahan. Liani tengah mengandung 6 bulan sekarang.

"Aku bosan jika dirumah saja." Liani memelas akan pengertian sang suami.

"Kau lebih mementingkan kesenanganmu daripada anak kita? lupakah engkau seperti apa rasanya ketika kelima anak kita meninggal?" Suara Husin mulai meninggi.

"Mereka meninggal bukan karena kesalahanku, mereka sakit Husin" Suara Liani pun tak kalah tinggi dengan suaminya. Ia merasa tersinggung akan ucapan suaminya.

"Aku tahu... karena itulah, jangan sampai kali ini karena kesalahanmu. Kau tau rasanya kehilangan 5 orang anak. Walaupun bukan karena kesalahan kita sakitnya luar biasa, apalagi jika itu dikarenakan kesalahan kita.

Baik-baiklah jaga kandunganmu" Husin berkata dengan nada yang lembut, ia mengelus perut Liani perlahan.

"Baiklah, mulai besok aku akan beristirahat di rumah saja" Liani akhirnya melunak. Ia menyadari perkataan suaminya yang sepenuhnya benar.

"Kau tidak akan bosan, dirumah pun bisa kau bekerja dengan membeli karet dari petani. Kau hanya tidak perlu ikut menyadap karet dan ikut kesawah" Husin menyeruput teh yang mengepulkan uap dari gelas yang berada ditangannya.

" Ya.. kau benar" Liani mengangguk.

Hari berlalu bulan berganti. Usia kandungan Liani semakin tua. Mereka telah bersiap kapan saja untuk menanti sang buah hati.

Abidin nama anak Liani dan Husin yang tersisa dari 6 anak mereka. Ia seringkali menggelus perlahan perut Liani. Ia pun sangat mendamba kehadiran sang adik.

Abidin teramat ingin ada seseorang yang memanggilnya dengan sebutan kakak.

"Dik, sehatlah engkau di dalam sana. Janganlah kau menendang perut ibu terlalu keras. " Ia sering berlari mengahampiri Liani apabila melihat ibunya itu meringis kesakitan menahan kontraksi.

"Tentu adikmu akan sehat nak" Liani membelai dengan lembut kepala Abidin. Ia bahagia anak lelakinya itu menyanyi calon adiknya.

Beberapa hari kemudian,pada saat pagi buta. Liani merasakan sakit perut yang hebat. Dengan tergopoh Husin menaiki sepeda ontel miliknya menuju rumah bidan kampung yang rumahnya berada di hulu desa.

Husin mengetuk pintu dengan tidak sabar. Ia ketakutan jika mereka sampai terlambat. Satu orang anak-nya meninggal sesaat setelah dilahirkan.

"Mak.. mak.." Ia terus mengetuk dengan keras. Suasana saat itu masih sangat gelap dan senyap. Hanya kerlipan kecil dari lampu minyak yang terlihat dari celah pintu.

Ia kembali mengulangi panggilannya lebih keras dan ketukan yang lebih kuat. Suara langkah yang berat terdengar dari dalam rumah. Akhirnya pintu pun berdecit, tuan rumah membukakan pintu dari dalam. Sesosok wanita paruh baya telihat muncul dari balik daun pintu.

"Ada apa" Wanita itu melihat wajah pucat Husin yang nampak kontras dengan keadaan alam yang masih gelap gulita.

" Istriku akan melahirkan mak" Husin berkata dengan gugup.

" Baiklah aku akan bersiap." Bidan desa itu kemudian kembali masuk ke dalam rumah.

Tak seberapa lama, bidan itu telah siap. Husin membonceng sag bidan menaiki sepedanya. Keadaan desa masih sangat sunyi dengan kegelapan yang pekat. Tidak ada listrik di desa mereka yang sangat jauh dari perkotaan. Husin mengayuh sepeda dengan sangat kuat. Sekuat keinginan-nya agar anaknya yang ke 7 dan istrinya dapat selamat.

Bidan mengarahkan senter pada jalanan di depannya agar husin dapat melihat dengan jelas jalan setapak dan berbatu yang mereka lewati.

"Ding, ding, ding, ding, " Jam besar dari sebuah mesjid yang berada di tengah desa berdentang empat kali.

Husin sangat gelisah. Ia takut terjadi sesuatu dengam istrinya. Ia pergi telah hampir satu jam lamanya. Husin mengayuh lebih cepat. Keringat dingin membasahi kening dan punggungnya.

"Sabarlah *Pa bidin (sabarlah wahai ayahnya Abidin). Jika kita terjatuh dan terluka justru kita tidak bisa menolong istrimu.

Husin seolah tidak mengindahkan perkataan itu. Ia tetap mengayuh dengan sekuat tenaga. Kecemasannya berangsur berkurang saat Husin melihat ujung dari atap rumah panggung mereka dari kejauhan.

Husin menyadarkan sepedanya pada tiang palataran rumahnya. Ia mendengar teriakan memilukan yang mencabik hati dari dalam rumahnya. Husin dan bidan itu segera memasuki rumah dengan langkah yang cepat.

Rumana berbaring di ruang tengah di temani Ibunya dan liukan lampu minyak yang tertiup angin dari lubang-lubang dinding rumah.

"Kau pergilah, tunggulah di luar" Sita ibu mertua Husin menyuruhnya pergi dari ruangan itu

"Baiklah, aku akan menunggu di pelataran rumah" Ujar Husin. Raut kecemasan nampak jelas di wajahnya.

Husin menunggu detik demi detik. Menit demi menit, waktu terasa begitu lambat berlalu. Ia kasihan mendegar istrinya yang terus menerus menjerit kesakitan.

"Sedikit lagi Rumana, sedikit lagi. Kepalanya sudah terlihat. dorong lebih keras" Bidan itu memberi semangat.

Kemudian

Terdengarlah Raungan dahsyat yang memecah kesunyian. Menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya. Tidak lama berselang, suara bayi terdengar menggema di pagi yang gulita.

"Husien adzankan anakmu" Sita memanggil dari dalam.

Husin segera masuk dengan wajah penuh kegembiraan. Ia menyambut anak mereka yang ke 7. Husin memandangi wajah istrinya yang sangat lemah. Ia meng-Adzankan putrinya.

"Kau akan kuberi nama Rumana. Kau lahir pada hari ini pada tanggal 05 Mei 1972. Nak semoga kau sehat dan panjang umur. Husin mendekap bayi itu dengan penuh harapan akan kehidupan yang baik untuknya. Air mata Liani dan Husein mengalir, kebahagiaan dan kecemasan menyeruak di dalam dada mereka.

Você também pode gostar

SARI FADILLAH 2

Jika nanti aku belum bisa membahagiakan kamu yang pasti dalam pikiranku harus mengakhiri hubungan kita, walau sudah berjalan cukup lama menjalani suatu hubungan selama 3 tahun. Aku sudah berusaha mengikuti keinginanmu tapi kamu enggak bisa mengikuti keinginanku untuk akhiri hubungan cinta terlarang. Bukannya sudah janji akan selalu setia bersama dalam keadaan suka maupun duka, apapun yang kau alami sekarang belum tentu orang lain bisa menerima dengan lapang dada. Terkadang aku pernah merasakan hal yang dapat merugikan banyak orang, tapi berhubung aku memahami kondisinya langsung menyuruh untuk tidak melakukan yang tak senonoh. Padahal dalam hatiku bisa saja berselingkuh sama perempuan lain. Tapi aku enggak berani untuk menyakiti hatinya seorang perempuan yang kucintai sejak dari SMA sampai sekarang, malah ada niat untuk melamarmu pada saat kita sudah lulus Kuliah. Itu pun kalau kamu enggak selingkuh sama cowok lain. Kejadian tersebut merupakan paling menyebalkan menjalani hubungan pacaran selama 3 tahun, tanpa sadar kau telah menyakiti hatiku. Apa salahku selama menjalin hubungan? Apa kau enggak bisa menjamin bahwa aku tidak bisa setia? Pertanyaan ini masih tersimpan dalam benakku. Perjalanan telah kita lalui bersama sebelum aku pindah ke Bandung. Sempat mikir untuk putus karena kamu itu kurang percaya untuk menjalin hubungan jarak jauh, heh... ternyata dugaanku benar tanpa ada rekayasa yang di buat-buat. Pusing sekali memikirkan kamu di sini apakah baik-baik saja? Ada kejadian yang membuat aku menguras otak yaitu siapa sih sosok cowok selama berada di samping Sari? Penasaran juga setelah whatsapp sama Firdaus ternyata cowok selingkuh adik kelasnya. Hah... Sari suka sama adik kelasnya? Setahu aku kamu enggak mau menjalin hubungan adi kelas. Kenapa sekarang berubah pikiran? Hingga akhirnya aku tak peduli lagi sama Sari. Sudah aku putuskan akan menerima cinta dari perempuan lain, ingin tahu reaksinya seperti apa? Setelah mengetahui bahwa aku telah memiliki kekasih baru, pasti kamu akan cemburu. Namun, entah dari mana dapat informasinya. Apakah dari teman-temanku? Atau dari sahabatku Firdaus maupun Sidiq? Kita tunggu saja ke depannya seperti apa? Menurutku ide ini cukup menarik sih lagian Lusiana juga suka sama aku. Otomatis sudah waktunya merencanakan sesuatu yang lebih kreatif. Berhubung sekarang aku sedang berada di Jatinangor. Rasanya enggak tega juga menyakiti hati Lusiana setelah menerima cintanya, walaupun aku masih pacaran sama Sari. Untuk itu merahasiakan terlebih dahulu bahwa aku sama sekali belum punya pacar. Tapi aku juga harus memikirkan kembali mengenai kondisi kesehatan, kan semakin hari kondisi kesehatanku makin menurun. entah apa yang membuat penyakit dalam tubuhku enggak bisa di sembuhkan? Padahal sudah berusaha kesana kemari untuk menghilangkan penyakitku. Berharap sih Sari Fadillah masih seperti dulu menerima aku apa adanya.

MuhammadLutfiH · Realista
Classificações insuficientes
390 Chs
Índice
Volume 0 :Auxiliary Volume
Volume 1

Avaliações

  • Taxa Geral
  • Qualidade de Escrita
  • Atualizando a estabilidade
  • Desenvolvimento de Histórias
  • Design de Personagens
  • Antecedentes do mundo
Opiniões
Uau! Você seria o primeiro revisor se você deixar seus comentários agora!

APOIO