Aku gadis remaja yang bersekolah di SMA Negeri terbaik dikota ku. Sekarang usiaku sudah 17 tahun, aku duduk di kelas 12 IPA 3. Dulu sebenarnya aku ingin masuk ke jurusan bahasa, tapi sayangnya orang tuaku tak setuju. Alasannya, karena siswa jurusan IPA punya peluang masuk perguruan tinggi lebih banyak.
Memang benar, tapi tetap saja aku ingin masuk kelas bahasa. Aku ingin menjadi penulis hebat seperti Tere Liye ataupun Habiburrahman El Shirazy. Dua sosok hebat itu cukup membuatku terinspirasi menjadi seorang penulis. Namun tetap saja, aku tidak bisa menentang kedua orang tuaku. Seolah ucapan mereka sudah menjadi perintah bagiku.
"mang ini uangnya," kataku sambil memberikan ongkos kepada supir angkot.
"iya neng, makasih ya neng," setelah memastikan penumpangnya turun dengan aman, supir angkot itu langsung melesat menuju tujuan berikutnya. Entah kemana!
Sekarang aku telah sampai didepan gerbang sekolah, setelah menghabiskan waktu kurang lebih 25 menit di angkot. Terlihat hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Aku berjalan menuju kelasku, kelas 12 IPA 3 yang berada di lantai 3 digedung sekolah ini. Lengang! tak ada siapapun dikelas. Sepertinya aku datang terlalu pagi deh! Kursiku berada tepat didekat jendela. Posisi ternyaman buatku. Sinar mentari mulai menyiram lembut pepohonan. Membuat embun memudar karna sinarnya. Juga mulai merambat menembus celah-celah jendela sekolah.
Aku mendongak keatas, menatap keluar jendela. Terlihat kawanan burung yang melintas di langit. Terbang bebas seolah tak ada yang dikhawatirkannya.
"Disha!" panggil seseorang mengagetkanku. Aku menoleh ke sumber suara.
"eh fara! kamu sudah datang! sejak kapan?" tanyaku pada Fara. Dia adalah teman sekaligus sahabatku sejak pertama kali masuk kesekolah ini. Fara orangnya baik sekali, pun mama dan papanya. Keluarga Fara terlihat harmonis sekali. Kadang aku iri melihatnya.
"Kamu ngapain ngelamun didekat jendela sendirian." Bukan menjawab pertanyaanku, dia malah bertanya balik.
"Siapa yang ngelamun! orang aku cuma menikmati pemandangan pagi dari luar jendela kok," kataku.
"yaudah deh terserah! sekarang ikut aku yuk ke kantin, laper nih, belum sarapan tadi papa buru-buru berangkat kerja jadi gak sempet sarapan deh," ajak Fara.
"lagi mager nih, kamu sendiri aja ya," tolakku.
"yaahhh disha, temenin dong, masak kamu tega sih ngebiarin aku makan sendiri, keliatan kayak orang jomblo tau gak"
"ya emang kamu jomblo!" ledekku sambil cengingisan.
"iya iya, aku tahu aku jomblo, tapi gak usah diingetin juga kali." Aku hanya nyengir lebar mendengar ucapan Fara.
"yuk ah, disha!" ajaknya lagi sambil menarik tanganku.
"iya iya aku temenin, tapi gak usah tarik-tarik gini juga kali, emangnya aku kambing apa," Aku berdiri mengikuti Fara.
"hihihi iya, yaudah yuk!"
Sejak percakapanku dengan Fara, sudah ada beberapa teman-teman yang lain datang. Aku melangkah keluar kelas menuju kantin bersama Fara. Kami celingukan mencari tempat duduk yang kosong. Tepat dipojok ruangan kantin, kami melihat ada dua kursi yang kosong.
"eh Ra kesana yuk, kosong tuh." Segera kami berdua duduk dikursi kantin. Fara memanggil mamang tukang bakso dan memesan pesanannya.
"kamu gak pesen dis?" tanya Fara padaku. Aku menggeleng,
"enggak deh, aku udah sarapan tadi dirumah, lagian aku kesini kan cuma nemenin kamu doang."
Beberapa menit kemudian pesanan Fara sudah ada di meja. Ada satu mangkuk bakso dan segelas teh hangat sebagai menu sarapannya. Fara mulai meracik baksoknya dengan kecap dan sedikit sambal. Terdengar bisik-bisik dikantin, membicarakan seseorang yang aku tak tahu siapa dia. Akhir-akhir ini aku sering sekali mendengar nama itu disebut-sebut seantero sekolah. Entah siapa dia!
"Siapa sih Gerald? perasaan dari kemaren banyak banget deh yang ngomongin dia," kataku membuka percakapan.
"Astaga Disha! masa kamu gak tahu sih siapa gerlad?!" Fara langsung menghentikan makannya lali menatapku seolah tak percaya. Apaan sih Fara, emang harus banget tahu ya! emang penting gitu? Tapi aku menggeleng sebagai jawaban.
"Kemana aja kamu Dishaaa, Gerald tuh anak kelas 12 IPA 1, dia tuh ganteng, pinter pula katanya, denger denger nih ya, dia juga ikut jadi anggota basket sekolah kita dis," jelas Fara panjang lebar memuji-muji si Gerald itu. Lalu dia melanjutkan makannya lagi yang sempat tertunda gara-gara menjelaskan siapa Gerald padaku.
"oh..," aku hanya ber oh ria mendengarnya.
"kok oh doang sih dis?!" Fara seperti tak puas melihat respon yang kuberikan.
"emang aku harus ngapain kalo bukan oh"
"ya emang kamu gak penasaran gitu, minimal terpesona kek atau apalah, bukan oh doang, secarakan gerlad tuh kayak manusia sempurna tau nggak," lagi-lagi Fara meng-hiperbolakan memujinya. Emang apa istimewanya sih, perasaan biasa aja deh.
"gak ada yang sempurna di dunia ini Ra, kamu kelihatannya terlalu melebih-lebihkan deh, lagian kan aku gak kenal sama si Gerald itu, aku juga gak tahu kepribadian dia kayak gimana, jadi gak ada alasanku memuji-muji diakan!?" sanggahku.
"Ini nih efek gak pernah pacaran! kamu sih jomblo mulu dis dari orok, emang gak bosen apa?!" ucap Fara sambil menyendok sesuap bakso kemulutnya.
"yeee, emang situ gak jomblo ngatain orang jomblo," kataku menyindir.
"hehehe, tapi seenggaknya kan aku pernah pacaran dis"
"emang apa sih gunanya pacaran, buang buang waktu tau gak, unfaedah. lagian nih ya, aku bisa aja pacaran Ra tapi akunya yang gak mau"
"heran deh aku sama kamu dis, saat orang-orang pada pengen punya pacar tapi kamunya malah gak mau pacaran, emang kamu betah ngejomblo terus?" Sarkas Fara. Haduh Fara! itu pertanyaan macam apa coba?
"kalo itu sih soal prinsip Ra," jelasku singkat pada Fara. Sambil bercakap-cakap tak terasa bakso dihadapan Fara sudah tandas tak tersisa. Tak beberapa lama kemudian terdengar suara bel nyaring pertanda waktu masuk kelas.
"yaudah ah, yukk kita ke kelas udah bel nih, bakso kamu sudah habis juga kan." Fara mengangguk dan beranjak membayar makanannya ke mamang bakso. Setelah itu kami bergegas menuju kelas karena sepuluh menit lagi kelas akan dimulai. Saat hendak menuju ke kelas, tiba-tiba aku ingin buang air kecil.
"Ra kamu duluan aja deh, aku mau ke toilet bentar," ucapku memberitahu Fara.
"eh dis, jangan lama-lama ya! kamu tahukan setelah ini pelajaran nya siapa? kalo kamu telat masuk bisa-bisa kamu gak diijinin ikut pelajaran sampai istirahat loh dis," Fara memperingatkan.
Aku sudah tahu, pagi ini ada kelasnya Miss Jenny, kelas bahasa inggris. Miss Jenny dikenal guru yang sangat disiplin, bahkan dia tak akan membiarkan siswanya telat walau hanya semenit. Kan sereeeemm! Katanya, Miss Jenny ini blasteran dari orang tuanya. Tak heran kalau wajahnya terlihat begitu anggun dan cantik. Tapi walau terkenal tega, Miss Jenny sangat enjoy dalam mengajar. Kami jadi suka belajar bahasa asing itu. Caranya mengajar juga mudah dipahami.
"Iya Ra, cuma lima menit kok, yaudah ya, udah kebelet nih," kataku sambil nyengir dan langsung melesat menuju toilet yang letaknya di ujung koridor kelas.
Setelah selesai dari toilet aku langsung bergegas ke kelas karena tidak mau telat dikelasnya Miss Jenny. Siapa juga yang mau menghabiskan waktu pelajaran bahasa Inggris dengan berdiri di koridor depan kelas?! Itu sangat menyebalkan!
Tapi sepertinya sekarang aku tertahan. Pak Zen memanggilku meminta tolong membwakan alat peraga biologi ke kelas 12 IPA 1. Mau tidak mau aku harus membantu pak Zen membawakannya. Kan tidak sopan kalo menolak permintaan guru.
"Ini diletakkan dimana pak?" tanyaku saat sudah sampai didepan kelas 12 IPA 1.
"Kamu letakkan saja di atas meja bapak." Aku mengangguk dan segera meletakkannya ditempat yang di tunjuk pak Zen. Setelah meletakkan alat peraga itu, aku segera pamit keluar ke pak Zen. "Kalau begitu saya permisi ke kelas dulu," kataku sopan.
"ya sudah, terima kasih ya dis kamu sudah menolong bapak." Aku mengangguk dan berkata 'iya' sebagai jawaban.
Aku berlari menuju kelas, takut Miss Jenny sudah ada di kelas memulai pelajaran. 'semoga Miss Jenny belum datang,' kataku membatin dalam hati.
Dengan hati-hati aku mengintip ke dalam jendela, berharap Miss Jenny belum ada di kelas. Bisa gawat kalo Miss Jenny sudah ada dikelas.
Oh tidak! ada Miss Jenny di dalam, dan hendak memulai pelajaran. Aku memberanikan diri masuk ke kelas, entah apapun respon Miss Jenny nanti, yang penting sekarang aku akan mencoba masuk ke kelas.
Ceklek..
Aku membuka pintu kelas, "permisi..." Belum sempat menjelaskan kenapa aku telat Miss Jenny memotongnya. "Adisha! kenapa kamu telat? kamu tahu, kalo saya tidak suka kalo ada yang telat masuk kelas saya!" ucap Miss Jenny sarkas.
"maaf Miss, tadi saya di mintai tolong pak Zen membawa alat peraga ke kelasnya," jelasku pada Miss Jenny. Berharap Miss Jenny mengerti dan memakluminya.
"ya sudah kali ini kamu bisa saya maafkan, lain kali kamu tidak boleh telat dikelas saya, kamu boleh duduk." Akhirnya aku boleh mengikuti kelas bahasa Inggris pagi ini. Sejak tadi aku sudah harap harap cemas memikirkannya.
"Iya Miss terima kasih," Aku segera duduk dikursiku yang berada di samping Fara. Kami duduk sebangku.
"Kenapa kamu telat dis, kan tadi aku sudah bilang ada kelasnya Miss Jenny pagi ini," bisik Fara dengan suara yang sangat pelan saat aku sudah duduk.
"Tadikan aku sudah bilang, aku disuruh pak Zen membawa alat peraga biologi ke kelas 12 IPA 1," jelasku dengan suara amat pelan pada Fara.
"Apa! kelas 12 IPA 1 dis?" Aku mengangguk sebagai jawaban.
"Astaga disha, kamu beruntung bisa liat si ganteng Gerald,"
Astaga! si Fara malah bilang aku beruntung? memang sih aku beruntung kali ini, Karena Miss Jenny mengijinkanku masuk kelas walau aku telat. Bukan beruntung karena bisa liat si Gerald! Aku bahkan tidak tahu wajahnya seperti apa.
"Sssttt," kataku memperingatkan Fara agar tidak berisik. Miss Jenny sudah memulai kelasnya pagi ini. Seperti biasa, Miss Jenny sesekali mengajak kami berbicara bahasa Inggris. Agar kami terbiasa, tidak hanya teori saja tapi harus dipraktekkan. Apalah gunanya teori saat tidak dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah tiga jam, kelas bahasa Inggris pun selesai. Miss Jenny mengakhirinya dengan beberapa patah kata dalam bahasa Inggris, dan menyuruh kami semua mengumpulkan tugas Minggu lalu ke depan.
"Adisha! bisa minta tolong kamu bawakan buku-buku ini keruangan saya," aku menoleh menghadap Miss Jenny yang sepertinya kesusahan membawa tumpukan buku-buku diatas meja.
"Iya Miss Jen tentu saja." Miss Jenny mengangguk lalu berjalan duluan ke ruangannya, meninggalkan tumpukan buku ini yang sudah diserahkan padaku. Aku beranjak dari tempat duduk dan mengambil tumpukan buku-buku yang berada diatas meja. Aku mengangkatnya. wow! ternyata ini lebih berat dari yang aku bayangkan.
"Ra kamu bisa membantuku membawa buku-buku ini ke ruangan Miss Jenny?" pintaku pada Fara.
"eh, banyak banget dis, tapi maaf deh aku mau ke kantin, tenggorokanku kering banget nih, haus," dengan wajah tanpa dosa, Fara meninggalkanku begitu saja dengan tumpukan buku-buku ini. Siapa lagi yang bisa aku mintai tolong, tak ada siapapun disini. Terpaksa aku harus membawanya sendiri ke ruangan Miss Jenny. Tumpukan bukunya banyak sekali, sampai sampai menutupi mataku. Aku agak kesusahan membawa ini semua. Sepertinya ini hukuman Miss Jenny tadi deh. Keluh ku dalam hati.
Saat di persimpangan koridor tiba-tiba...
Brraaakk...
Aku menabrak sesuatu, eh tunggu aku menabrak seseorang ternyata. Karna kehilangan keseimbangan aku hampir terjatuh, tapi kemudian ada seseorang yang memegangi tanganku.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.
"Eh iy gak papa kok, maaf tadi aku gak sengaja, aku tadi gak lihat ada orang didepanku," kataku merasa bersalah karena telah menabraknya. Aku berjongkok mengambil buku-buku yang terjatuh. Cowok itu membantuku membereskan buku-buku yang berjatuhan.
"Kamu kenapa membawa semua buku-buku ini sendirian?" bukannya merespon perkataanku, justru dia malah bertanya padaku.
"Bisa minta tolong kamu letakkan buku-buku itu disini?" aku menunjuk tumpukan buku yang sudah aku bawa dan tak merespon pertanyaannya.
"Aku bantu kamu, mau dibawa kemana?"
"Eh! gak usah aku sendiri aja, entar ngerepotin lagi," kataku sungkan menerima tawarannya.
"Enggak kok, lagian kamu mau nabrak orang lagi apa?" eh bener juga ya. Gak ada salahnya juga sih dia membantuku, yasudahlah. Belum sempat aku menerima bantuannya, dia sudah berjalan didepanku.
"Eh tunggu!" kataku menjejeri langkahnya.
"Mau dibawa kemana?" tanyanya lagi.
"Eh anu ke ruangannya Miss Jenny" ucapku memberitahu. Kami berjalan beriringan menuju ke ruangannya Miss Jenny. Aku tak tahu harus berkata apa, aku tak begitu pandai berkomunikasi dengan orang yang baru aku kenal.
"Kamu yang tadi mengantar alat peraga kan?" dia mulai membuka pembicaraan. Aku tidak tahu namanya, eh lebih tepatnya belum.
"Eh iya, kamu kok bisa tahu," tanyaku heran.
"Tentu saja aku tahu, akukan anak kelas 12 IPA 1," jelasnya.
"Ohh," hanya itu responku.
"Aku sebenarnya anak pindahan saat aku kelas 11," dia memberitahuku. Siapa pula yang tanya! toh aku tak begitu peduli. Tapi aku hanya mengangguk-angguk saja.
"By the way, nama kamu siapa? aku Gege," Belum sempat aku menjawabnya, kita sudah sampai di ruangan Miss Jenny.
"Eh kita sudah sampai nih," kataku padanya. Begitu masuk, tak ada siapapun diruangan ini. Aku meletakkan buku-buku yang aku bawa kemudian disusul dengan Gege.
"Terimakasih bantuannya, aku pergi dulu ya,"
"Eh--," ucapannya tertahan karna aku sudah melesat, menghilang dari pandangannya. Aku tak terbiasa bercakap-cakap dengan cowok. Itu selalu saja membuatku gugup. Selama sekolah disini, aku berusaha menghindar sebaik mungkin untuk berbincang dengan cowok. Aku hanya berbicara kalo ada yang penting, atau kalo memang ada yang bicara duluan padaku. Mungkin itu juga alasanku tidak berpacaran selama ini. Aku sekarang mau ke kantin, perutku sudah meronta minta diisi. Mungkin Fara sekarang masih disana.
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius