webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Adolescente
Classificações insuficientes
268 Chs

Donat Keju

Tidak jauh berbeda dengan di asrama, Adri dan Haikal sudah beraktivitas produktif sejak subuh tadi. Adri yang berolahraga di gym rumah, dan Haikal yang mengisi kajian Subuh di masjid komplek. Cuti liburan akhir tahun sudah dinanti nanti oleh pasangan yang sudah menikah hampir sepuluh tahun itu. Di hari biasa, keduanya sibuk meski selalu meluangkan waktu untuk berdua.

"Pagi Sayang, hari ini jadi ke Bogor?" Haikal mencium sekilas pipi istrinya begitu Adri keluar dari kamar mandi. Agak terburu buru Ia melangkah keluar kamar.

"Jadi, abis zuhur ya Kak," jawabnya setengah berteriak.

"Oke! Kakak diatas ya!" jawab Haikal menggema. Maklum, rumah besar itu hanya ditempati oleh dua orang. Adri menengok ke luar, dilihatnya Haikal sudah naik ke lantai dua membawa iPad nya.

"Kakak ngapain! Gak boleh kerja kalau libur!" teriaknya, tak dijawab oleh Haikal karena mungkin sudah diatas. Sepuluh tahun menikah, Adri masih sama dengan aturannya, tak boleh ada pekerjaan di akhir pekan atau hari libur. Sesibuk apapun itu, kalau bisa jangan. Padahal dua tahun lalu kesibukan Haikal itu bertambah drastis karena diangkat menjadi salah satu wakil mentri di kabinet pemerintah. Jadi menyesal Ia mengizinkan Haikal dulu kalau tahu suaminya akan supersibuk begitu.

Adri lantas ikut ke atas setelah membawa beberapa makanan. Masuk ke ruang kerja Haikal, suaminya itu tengah duduk santai di sofa sembari sibuk dengan iPadnya.

"Ngapain Kak?" tanya Adri.

Haikal menoleh, "Hah? Enggak ini ... meriksa kerjaan aja. Ada yang perlu dimonitor. Gak banyak kok," ujarnya menjelaskan

Adri mengangguk, kemudian duduk disamping Haikal, memeluk lehernya, ikut melihat layar iPad yang diperhatikan sang suami.

"Kakak baik baik aja kan kerja di pemerintah? Aku gak mau Kakak terimbas politik atau apa. Tau sendiri, makin kesini makin keras dunia itu," ujarny setengah khawatir.

Haikal tersenyum penuh arti, mencium dahi Adri kemudian, "Jangan khawatir. Kakak baik baik aja. Kalau Kakak udah merasa gak nyaman, pasti keluar kok. Pasti cerita sama Kamu juga," jawabnya.

Adri mengangguk-ngangguk, "Kak beliin donat," ujarnya. Sangat random disertai rengekan.

Haikal berdecak, "Kamu tuh ya dari kemaren donat mulu mintanya. Anak anak gak Kamu bolehin beli junk food, tapi Kamu sendiri beli. Gimana sih?" protesnya.

"Ih siapa yang ngelarang? Aku kan bilangnya jangan sering sering, bukan gak boleh sama sekali," bantah Adri.

"Hmm masa?" goda Haikal.

"Benerrr! Beliin Kaaak! Mau makan donat kejuuu," ujarnya semakin merengek, bahkan menghentak hentakkan kaki. Haikal terkekeh geli. Adri itu sudah 43 tahun, tapi masih cocok saja kelakuannya seperti itu.

"Gak boleh!"

"Kenapa gak boleh sih?"

"Ya nanti Kakak jadi mau juga!"

"Yaudah gak apa apa kan? Uang Kakak kan banyak," ujarnya. Benar sih.

Haikal berdecih, "Bukan gitu Sayang, nanti kolesterol Kita naik gimana? Sakit semua pasti badannya. Kan gak enak."

"Ih Kak sekali kalii..."

"Hala modelan Kamu pasti keterusan."

Adri mencebik, tak menimpali ucapan Haikal lagi. Memang benar faktanya begitu.

"Anak anak udah dikabarin Kita mau datang?" Haikal mengganti topik.

Adri mengangguk, "Iya. Seneng banget tuh mereka."

Haikal tertawa pelan, "Modelan mereka pasti seneng diajak hura hura. Lagi masanya."

"Iya. Makanya Kita tekan kebiasaan jelek itu di kurikulum kan?"

"Bener. Pinter banget deh Kamu. Anyway ada kabar apa aja tuh dari mereka?"

Adri tampak berpikir, "Saheera bilang katanya abis ada rapat umum perdana. Pemaparan program mungkin. Geraknya cepet itu Nalesha," ujarnya.

Haikal mengangguk-ngangguk, "Bagus deh. Saheera juga ya kayaknya."

"Iya. Cocok lah mereka."

"Cocok banget, jodohin aja sekalian."

"Yeuu emang SP biro jodoh apa Kak? Kakak tuh jangan suka provokasi anak anak deh. Gak enak tau dijodoh jodohin, di ship sama temen sendiri tuh. Jadi kikuk nantinya, hubungan merenggang," protes Adri.

Haikal tertawa, "Iya iyaa. Maaf deh. Abisnya gemes banget ngeliat si Nalesha sama Saheera. Nalesha nya tsundere, dingin. Saheera juga tipikal yang strict independen gitu kan?"

"Iya sih emang. Tapi ya jangan di ship shipin, biarin aja mengalir kalaupun iya mereka jodoh."

Haikal tampak berpikir, "Bener. Kakak menanti ya siapa first couple yang nikah dari SP. Pasti mengharukan banget rasanya."

Adri tersenyum tipis, "Tentu. Berasa berhasil banget jadi orang tua."

Haikal hanya tersenyum sebagai respon, fokus kembali pada iPadnya.

"Kak!"

"Hm?"

"Donaaat!"

Haikal menghela nafasnya dalam. Istrinya ini kalau minta sesuatu memang harus dituruti. "Kakak beliin tapi ada syaratnya," ujarnya misterius.

Adri menatap Haikal kemudian, "Apa?"

"Iya dulu."

"Apa dulu."

"Yaudah gak jadi," ancam Haikal kembali pada iPad.

"Ih iya! Iya! Beliin!"

Haikal tersenyum puas, kemudian meraih ponselnya diatas meja untuk memesan donat secara delivery. "Udah! Tinggal ditunggu," ujarnya kemudian.

"Okeeee!" Adri antusias, segera berdiri dan hendak turun menunggu paket di pintu. Tapi tentu saja tidak bisa.

"Main pergi aja Kamu." Haikal menahan Adri. "Baru bikin janji Kamu tuh sama Kakak tau!"

"Oh iya juga. Apa gitu?" tanyanya polos.

Haikal tersenyum penuh arti, "Ntar Kakak kasih tau."