Paginya, Apo bangun dengan baju berantakan. Dia tak ingat apa saja yang terjadi, yang pasti Mile ikut tidur di sebelahnya. Sang calon suami memeluk di pinggang, pipi Mile tempelkan ke perut dengan posisi yang agak lucu. Apo berbantal, Mile tidak. Dia agak merosot ke bawah tanpa melepaskannya sebagai guling. Lambat laun Apo penasaran kenapa perutnya perih, ternyata setelah bajunya disingkap ada bekas gigitan di pusat. Tepatnya di sebelah tindik. Makin ke atas puting kirinya juga agak lecet, Apo pun merona karena paham Mile menyentuhnya semalam.
"Ah, aku tidak mau minum wine lagi. Kakak-kakaknya usil," keluh Apo sambil mengacak-acak rambutnya. Dia tak menyangka Mile bisa mendengar, lelaki itu pun terbangun dan mengecup pipinya.
"Pagi," sapa Mile.
Apo seketika berdebar, bagaimana pun ini pertama kali mereka tidur seranjang. Apo penasaran Mile menyentuhnya sejauh mana semalam, tapi bajunya masih lengkap semua. Lubang dan bokong juga serasa normal, tidak aneh. Ragu-ragu Apo pun meraih wajah Mile dan membelainya. Anxiety-nya kambuh,
tapi berusaha biasa. Seperti kata para sahabat Mile semalam. Dia sudah jatuh di tangan yang tepat, lantas kenapa masih gelisah?
"Pagi, Phi Mile."
"Hmh, tidurku nyenyak semalam. Thank you," kata Mile, yang makin mendusel pada pinggulnya. Lelaki itu malah terpejam, bukannya mengajak bangun atau segera sarapan. "Tapi ayo tidur lagi saja, Po. Aku malas. Toh persiapan resepsi juga sudah selesai. Santai saja. Phi hanya ingin bersamamu hari ini."
Apo pun kegelian karena napas hangat yang menembus pinggulnya. Dia ingin mendorong, tetapi tak sampai tega, sebab Mile tampaknya lega sekali. Lelaki itu seperti tak peduli hari esok, dia membuat Apo menggeliat kecil untuk lebih mempernyaman diri. "Phi, tidak masalah?" tanyanya. "Aku belum mandi sejak kemarin. Maksudku, sore adalah yang terakhir kali. Sebelum dirias."
"Hmm."
Apo melongo karena Mile tak peduli sama sekali.
"Phi ...."
"Nanti saja bicaranya, Po. Aku benar-benar mengantuk sekali," kata Mile. "Tadi malam menang panco 3:2 dengan Michelle. Tapi aku jengkel karena siapa pun bilang tetap Michelle pemenangnya."
Jeda sejenak yang tidak Apo mengerti.
".... hah?"
"Maksudku soal kehidupan ini. Michelle dan Anna sudah punya bayi botak, aku belum. Yang lain-lain anaknya malah sudah kuliah. Hmmhh ...." gumam Mile. "Sorry, aku agak kelepasan semalam."
Apo pun berpikir keras, tapi dia paham kenapa Mile sempat menyentuhnya. Lelaki itu mungkin sangat kalap saat dia pingsan. Untung tidak sampai kemana-mana. Apo yakin mereka belum sampai bersetubuh, hanya saja kini hatinya tersentuh. Dia puk-puk pipi Mile dengan lembut, jujur penasaran juga kapan topik ini berakhir. "Iya, Phi. Sebentar lagi kan sudah menikah ...." katanya. "Sudah tidak sabar sekali ya bikin baby-nya?"
"Hah?"
Refleks Mile membuka mata karena pertanyaan polos barusan.
"Eh?" Apo yang kaget pun langsung merona. "K-Kenapa, Phi? Aneh ya, omonganku?"
"Sedikit, hanya saja--"
"...."
"Kau agak--"
"...."
"...."
"....??"
".... tidak-tidak, lupakan saja obrolan ini," kata Mile mencoba fokus. "Ck, ayo tidur lagi, Po. Jangan memancingku pagi buta begini. Cukup bersabar dengan Om-om sepertiku. Phi tahu kalau Phi buntalan nafsu. Phi akan menahannya sebaik mungkin."
Setidaknya sampai waktunya tiba.
Apo pun semakin salah kaprah, dia berakhir membiarkan Mile di sana, lalu menaikkan suhu AC agar tidak gerah. Apo membelai rambut Mile dengan jemarinya. Dia melepaskan diri saat sang kekasih sudah pulas. Pukul 10 pagi lebih 12 menit. Apo mandi lalu menikmati pemandangan tebing dan pantai, tempat itu sudah bersih dari dekorasi karena baru diberesi. Apo jadi penasaran bagaimana kehidupannya setelah menikah. Mile pernah bilang mereka takkan pindah rumah, kecuali jika ada situasi di luar kendali. Paman Rom dan Bibi Nee terlanjur cinta padanya, tapi hidup sebagai menantu dambaan adalah di luar rencana. Di balkon tiba-tiba dia berpikir keras, padahal biasanya Apo mengabaikan hal seperti ini.
Like--just wow with this wonderful marriage. Apakah Apo akan hidup di dunia lain setelah dia menikah? Apo masih ingin berhubungan dengan anak-anak BT sampai kapan pun.
[Apo: Teman-teman, sudah dibaca kan undangan pernikahanku? Datang ya. Datang semua pokoknya. Tidak bawa kado tak masalah kok. Tinggal 4 hari lagi. Terus, semisal senggang--yang kuliahnya dekat sini tetap ajak aku main. Pasti nanti aku minta izin sama Phi Mile. Aku masih ingin hang-out sama kalian juga]
[Masu: Apo .... Kok mendadak sekali chat beginian. Di grup lagi]
[Perth: Wah, apa nih ....]
[Gulf: Eh, udah rame aja. Kenapa nih?]
[Bass: Ow ow, aku kuliahnya di luar negeri sih, Po. Walau bukan universitas favorit. Ikut sepupu. Maaf ya]
[Nodt: Aku bukan di luar negeri, tapi Chiang Rai tetap jauh dari sini. Wah, maaf juga ya, Po. Soalnya Papa tidak ngebolehin jauh lagi, ditambah ada kerjaan mendukung kuliahku di sana. Tapi resepsimu pasti datang kok, tenang saja]
[Gulf: Duh, baca punya kalian jadi sad banget. Mana aku belum memutuskan mau dibawa Mama kemana. Aku daftar di sini, tapi beliau malah lebih dulu mendaftarkanku di Universitas Belanda. Like, what the hell, dude. Aku paham bahasa sana pun tidak. Tapi Mama bilang punya koneksi apalah. Aku belum berani konfirmasi ke kalian karena ini]
[Win: Aku juga, sorry banget, Po. Aku dan Bright sudah janjian kuliah bareng di Amrik. Udah keterima pula, tadi sore. Ini lagi ada selebrasi sama keluarga. Sorry juga baru mengabari. Tapi pas hari H akunya masih di rumah. Sambil nunggu wisudaan juga kan? Aku pasti akan datang juga acaramu]
[Perth: Aku gak kuliah sih, uangnya belum cukup :( Mau kerja dulu di bengkel biar tambah-tambah. Tapi kalau sibuk kayaknya takkan bisa menemanimu main deh, Po. Cuman kalau kau datang ke bengkelku pasti kuajak ngobrol kok. Kali aja kau kesepian]
[Us: Baru baca grup langsung mellow begini. Aku malah belum menentukan apa-apa, Kawan. Yang penting pulang ke kampung dulu pokoknya. Ketemu Papa sama Nenek. Sudah kangen. Mungkin nanti kalau acara Po baru ke kota lagi. Soalnya almarhumah Mama ingin aku jagain Papa yang sudah tua]
[Nodt: Aduh Us .... ]
[Gulf: Us .... ]
[Win: Njir, Us. Ya ampun percaya tak percaya aku malah nangis begini]
[Perth: PAP. Tidak ada foto semuanya hoax]
[Win: Perth bangsat! Tydak peluk ya!]
[Win: Sial typo semua gara-gara bengep mataku]
[Bass: Yang lain mana sih, belum pada keluar juga. Ngok @_ Jeff BANGUN KAGA?!]
Jeff mengirim pesan suara.
[Jeff: Shit, aku sakit. Anemiaku kambuh. Diam dulu kalian, bukannya menjenguk malah begini. Aku bisukan grup dulu ya. Pas wisuda sudah harus sembuh]
[Masu: Jeff ... pantes kutelfon-telfon dari kemarin tidak diangkat]
[Jeff: Kalau kemarin paketanku habis ya, Su. Ini baru masukin kupon buat beli grabfood MakSi instan. Ortu sibuk, aku harus tetap hidup hari ini. Bye dulu. Pusing]
[Apo: @Jeff Memang sekarang dimana? Kujenguk ya. Maaf baru tahu kau sakit karena aku dan Phi sendiri ada acara. Ya ampun, aku benar-benar minta maaf]
[Bass: @_ Jeff]
[Perth: @_ Jeff WOE DIAJAK NGOBROL APO TUH!]
[Win: @__ Hilang tuh anak. Kutelfon juga tidak bisa!]
[Gulf: Aku juga. Sudah non-aktif lagi]
[Masu: Teman-teman, sepertinya Jeff jangan diganggu dulu. Dia sakit. Biarkan dia makan siang sekarang. Kalau mau menjenguk langsung saja ke rumahnya, terakhir yang kutahu dia sudah pulang ke Pattaya]
[Win: Oke]
[Gulf: Baiklah, nanti sore mungkin kujenguk. Semoga cuacanya cerah]
[Perth: Mn, hm. Terus bagaimana Apo? Kok topiknya jadi kemana-mana]
Fokus pembicaraan pun kembali lagi, tapi karena ujung obrolannya realistis. Sudah bisa diperkirakan, malah. Hampir semua anak BT akan hadir di resepsi Apo, tapi untuk main pada hari lain sulit. Semua sudah punya kegiatan masing-masing, padahal saat perpisahan di rumah Win tak begini pembahasannya. Maksud Apo, rata-rata baru ada rencana daftar kuliah. Untuk dimana-nya belum tahu, namun Apo harus puas karena hanya Masu yang tetap tinggal di Bangkok.
[Masu: Aku tetap di sini kok, Po. Tenang saja, nanti pasti kau kuajak main. Yang terpenting jangan bosan padaku, ya. Siapa tahu kau malah bosan kalau melihatku terus]
[Masu: AAAAAA TERIMA KASIH MASUU!
TERIMA KASIH! SUKSES UNTUKMU DAN KALIAN SEMUAAA!]
Secara refleks Apo menjerit, lalu dia mengirim stiker cry Mochi ke dalam grup itu.
[Apo: ....]
Apo tak tahu Mile terbangun dengan muka bodoh karena suara dia, si manis pun dicari-cari ke ujung dunia. Mile pergi berkeliling kamar hotel, suara panggilan lelaki itu dihiasi serak basah. "Sayang? Apo-nya Phi Mile .... di mana?"
Apo sendiri buru-buru mengusap air matanya, tapi tetap ketahuan kalau dia menangis. Dia pun berbalik melihat Mile datang ke arahnya dengan muka bangun tidur, rambut awut-awutan tapi langsung menuju kepadanya. "Hiks, uu ... Phi ...."
Mile segera memeluk si manis mungil. "Hei, hei, hei ... kau ini kenapa? Cerita pada Phi. Lagi ada masalah di sana? Sampai kaget Phi dengarnya."
"Iya, huks ... aku hanya, umn ... tetap boleh main dengan temanku kan Phi, kalau kita sudah menikah?" tanya Apo sambil mengeratkan pelukannya kepada Mile. "Kebanyakan dari mereka akan pergi ke tempat yang jauh, untung Perth kerja di Bangkok. Masu juga kuliah di dekat sini. Tinggal 2 orang, Phi. Eh, Jeff belum kutanya sih, hiks ... dia sakit. Maunya kujenguk dulu nanti sore. Siapa tahu aku masih punya 3 teman."
Mile pun tertegun mendengar ucapan Apo. Dia lupa soal ini, padahal menikah akan merebut kesenangan si manis. Apo masih kecil untuk ukuran diikat, dia pasti ingin senang-senang juga di luar sana. "Oh, astaga. Iya boleh, Sayang. Go on, tapi jangan sendirian ya nanti. Phi berikan sopir sama mobil khusus. Kalau ingin kemana-mana tinggal bilang sama dia, dan Phi diberitahu juga tujuanmu. Setidaknya biar tenang, oke? Kalau ada sesuatu bisa langsung menyusul."
"Oke, Phi."
"Hmm, pintar." Mile mengesun ubun remaja itu. Aroma Apo harum beda dengan dirinya yang belum mandi sedari pagi. "Sudah, jangan menangis ah. Jantung Phi kan tidak muda sepertimu. Masih deg-degan sampai sekarang ...."
"Sorry ...."
"Iya ...."
"Aku benar-benar minta maaf, Phi."
"He-em ...."
Apo pun diantar Mile ke rumah Jeff sore harinya, dia juga menjemput Masu dulu agar menjenguknya bertiga. Ternyata Jeff sudah mendingan di Pattaya sana, tatapan matanya tidak kabur seperti kemarin hanya karena darah rendah. Jeff juga bilang ternyata lanjut di kampus yang sama dengan Masu. Dia menolak kampus lainnya setelah diterima di 3 tempat.
"Serius ya, Jeff? Kau dan Masu akan--"
"Iya ...."
Masu dan Apo pun langsung tersenyum lebar.
"Thank you ... umn, boleh peluk tidak? Aku senang sekali."
Jeff melirik Mile yang menunggu di ruang tamu, lelaki itu diajak bicara dengan sang ibu dan tampak asyik sekali. Biasa, obrolan dua orang dewasa. Mereka basa-basi banyak hal dengan lihainya, sekedar beramah tamah karena si manis ingin kemari.
"Calon suamimu marah tidak kalau kita berpelukan? Salah-salah nanti aku dicemburui."
"Eh? Apa sih ... tidak begitu, tahu. Tidak akan." Apo pun langsung memeluk Jeff yang duduk di atas ranjang dengan selimut yang berantakan. "Nanti kumarahi Phi Mile kalau dia marah padaku. Aku tidak mau dikalahkan, walau kecil. Enak saja ...."
"Ha ha ha ha ha, oke."
Masu pun ikut mendekat. "Aku juga ingin memeluk kalian berdua."
Ketiganya pun tertawa seperti orang bodoh, jujur mereka sendiri tidak menyangka yang bertahan dalam circle tinggal ini (padahal Jeff dulu tidak mencolok diantara mereka) Anak-anak BT sepakat akan tetap berhubungan intens dalam GC, tapi yang namanya jauh pasti ada yang berubah. Entah itu agak berjarak karena punya teman baru, atau urusannya sudah lain seperti Perth yang fokus di bengkel. Apapun itu Apo masih bersyukur dititipi mereka semua, karenanya dia akan banyak main selagi ada kesempatan.
"Oh, iya, Jeff. Roti dan buahnya dimakan, ya. Aku sudah pesankan roti kesukaanmu sewaktu di kampus. Ha ha ha ... pokoknya harus cepat sembuh. Hadir juga pas aku menikah," kata Apo. Masu dia garap agar ikut membawakan dari mobil daripada panik tidak beli-beli dulu karena dijemput terlalu awal. Apo pun akhirnya membawa buket roti, sementara Masu bagian buah.
"Ha ha ha, thank you. Tapi kau jadi aestetik begini sejak dicap sebagai cintanya Phi Mile," ledek Jeff.
Apo pun merona tipis. "Ya, kalau Mama bilang selama kita mendapat orang yang tepat memang begitu," katanya. "Kita akan di-treat sebaik mungkin karena dianya memang sayang, walau mungkin beberapa pasangan memang tidak sekaya Phi Mile."
"Oh, ya? Mamamu bilang begitu?" tanya Masu.
"Iya, soalnya kan aku dulu sempat takut didekati Phi Mile. Maksudku, aku kecil kan. Tapi Mama mengajakku bicara biar yakin tidak apa-apa."
"Ho, apa itu?" Jeff bertanya sambil membuka parcel buahnya. Dia menikmati anggur merah dengan suka cita, lalu Masu ikut mengambil karena disodori juga.
"Kata Mama, menikah saja kalau sudah dapat jodoh. Tidak masalah kapan dan dimana ketemunya," kata Apo. "Yang penting sudah legal, tidak menyalahi aturan, dan orangnya tepat. Terus satu lagi: dia akan membuat hidupmu lebih baik dari sebelum berpasangan."
"Whoaa, deep," kata Masu sambil mengupaskan Jeff beberapa jeruk.
Jeff malah tampak berpikir. "Hmm ... jadi lebih baik single daripada berpasangan tapi tak membuat lebih baik?"
"Iyes," angguk Apo. "Dan jangan coba-coba berpasangan kalau dia hanya membuat hidupmu berantakan. Tak peduli seberapa kau menyukainya. Itu tidak worth it. Kau harus menyayangi dirimu sendiri juga."
Masu dan Jeff pun mendapat pelajaran baru, walau setelahnya tinju-tinjuan karena keduanya salah tingkah.
"APA HAH?" bentak Jeff.
"APA YANG APA? AKU TIDAK BILANG APA-APA!" kata Masu.
"ALAH RASANYA INGIN KUCOLOK MATAMU!" bentak Jeff lagi.
"SERIUS AKU TAK BERNIAT BILANG KE SIAPA PUN!" sahut Masu.
"APA SIH?!" jerit Apo lama-lama jengah. "Kalian berdua ini kenapa? Serius? Apa yang belum kutahu dari kalian?"
Masu dan Jeff pun menoleh ke Apo
"OH SHIT!" maki Jeff.
Masu pun menjelaskan sempat melihat Jeff didekati lelaki dewasa juga, walau usianya belum setua Mile Phakphum. Dia adalah seorang produser sekaligus penulis lagu, dan Masu memergoki mereka saat di sebuah kafe. Awalnya Masu tidak me-notice apapun, karena dia hanya berniat duduk cari WiFi untuk push-rank Mobil Legend. Namun saat main Masu mendengar obrolan santai, begitu menoleh ternyata itu Jeffsatur dan seorang lelaki.
"Wah, diam-diam ada yang backstreet lagi ternyata? Maksudku ... selain Bright Win?" batin Masu. Dia pun memotret sebagai barang bukti, lalu mengirimnya ke Jeff agar mengaku itu siapa.
"Hella bro, namanya James Jirayu Tangrisuk," aku Jeff pada akhirnya. "Panggilan akrabnya Phi Jirayu, tapi keluarga lebih sering pakai James. Aku disuruh memanggil Jirayu saja, kecuali di depan keluarganya."
"Wow," decak Apo.
"Jadi kau sudah bertemu mereka juga?" tanya Masu.
"Sudah, dua kali. Hanya ibunya sih, kan Phi Jirayu tidak punya ayah lagi. Sudah meninggal," jelas Jeff. "Tapi karena aku inginnya S1 dulu, ya sudah. Dia bilang tak masalah menungguku sampai lulus. Cih ... untung dia mau sabar, Po. Hampir terkena mental aku tiba-tiba mau dilamar. Gila kali. Aku tidak seberani dirimu."
Apo Nattawin justru tertawa. "Ha ha ha ... iya. Tidak perlu buru-buru, Jeff," katanya. "Lagipula Phi Jirayu tidak setua Phi Mile kan? Kalian hanya jarak 8 tahun. Masih aman. Langgeng-langgeng saja untuk seterusnya."
"Ckckck, iya terima kasih," kata Jeff. "Tapi memang sayang dilepas kalau mukanya setampan itu. Hmmh."
"Eh? Boleh lihat tidak?" tanya Apo.
Jeff pun menunjukkan layar ponselnya, di sana ada Instagram yang menampilkan wajah lelaki imut, tapi auranya dewasa. Dia tampak dominan, meski eskpresinya menggemaskan. Kentara sekali Jirayu tipikal suami yang mengayomi, walau gayanya tetaplah muda. "This, kami berkenalan saat di tempat karaoke."
"Wah ...." decak Apo kagum. "Benar-benar tampan sekali. Aku jadi bingung siapa yang sebenarnya beruntung."
"Dia lah," kata Jeff. Lalu melempar ponsel tersebut ke pojok ranjang. "Pokoknya siapa pun yang mendapat Jeff sangat diberkati. Mungkin di kehidupan sebelumnya dia pahlawan bela negara. Ha ha ha."
Masu dan Apo pun hanya geleng-geleng, keduanya memaklumi hingga ada sebuah suara dari ambang pintu kamar.
"Halo, permisi?"
"Eh?"
"Ha?"
"....?!!!"
Secara ajaib orang yang digosipkan muncul di sana, tapi yang dia bawa buket mawar merah bukannya roti dan buah seperti Apo. "Boleh Phi masuk, tidak?" tanya Jirayu dengan senyum manisnya. "Bibi Leoda bilang putranya kemarin sakit. Tapi kenapa tidak kabar-kabar?"
Aura Jeff pun menggelap sangking berantakannya ruangan ini, membuat Masu dan Apo langsung pamit ketika dipanggil Mile. "Sayang, Apo ...."
"Ah! Iya, Phi ...."
Masu pun mengekori sahabatnya untuk keluar. "Permisi ya, Jeff. Good luck."
"Ayo pulang, Sayang. Barusan Mamamu telepon ...."
"Oke ...."
Mereka pun pamit kepada Leoda dulu, meninggalkan Jeff yang ingin mengamuk karena belum mandi 3 hari.
Bersambung ....