webnovel

Pertemuan

Tiga hari berlalu, Rara merasa tubuhnya lebih segar dan memutuskan untuk memulai rutinitasnya kembali.

Dicek kembali project pilot di tabletnya sekedar mastikan agar tidak ada kesalahan waktu presentasi nanti. Dia tidak mau sampai negosiasinya gagal.

"Beres... " puas memeriksa semua yang diperlukan.

Rara menata kembali penampilannya. Make up soft, busana yang elegan tapi tetap sopan dan rambut yang dicepol rapi khas pramugari menambah kesan dewasa.

" Pagi semua... " tersenyum manis menuruni tangga menghampiri meja makan.

"Pagi sayang... " Abi mencium kening dan membelai lembut rambut putrinya.

" Yakin mau ke kantor? " tanya Banyu dengan nada cemas. Rara hanya mengangguk pelan sembari menyeruput susu vanila kesukaannya.

" Hufh... " terdengar helaan nafas berat dari Banyu.

" Boleh, tapi kakak yang akan antar dan kawal kamu. Tombak dan Damar lagi tugas luar jadi gak ada yang dampingi kamu. Tidak ada sanggahan dan tidak ada bantahan!" Wajah datar Banyu membuat Rara mati seketika. Dia tau jika kakaknya sudah di mode datar seperti ini bearti tidak bisa diganggu gugat.

Bibir manyun menghiasi sudah wajah ayu nan lembut itu, membuat kedua pria di depannya tersenyum puas.

Sampai di kantor mereka disambut hangat Pak Dadang, security setia yang sudah mengabdi hampir empat puluh tahun.

" Pagi Nonik... sudah sehat?? " salamnya ramah memamerkan lesung pipi di kedua sudut bibir yang mulai menghitam.

" Sugeng enjang ( selamat pagi) Pak Dadang... sudah pak... sudah bisa lari seratus meter kog... hehehe" Si security tertawa lepas mendengar tantangan noniknya untuk lomba lari. ( nonik panggilan untuk gadis kecil yang paling bontot).

Setiap pagi saat libur biasanya Tombak, Damar, Bara, Pak Dadang dan Abi papa mereka selalu joging dan berlomba lari di area sport center kantor. Pak Dadang dulu adalah ajudan papa mereka yang bertugas menjaga rumah. Tapi setelah pensiun dari militer karena usia, beliau ditarik Abi untuk menjadi security di kantornya.

" Pagi pak... "sapa Banyu.

" Pagi den Banyu... tambah bagus sajah... tambah gagah...! " menepuk pundak Banyu dengan sangat hangat.

" Bapak bisa saja... suksma ya pak... (terima kasih dalam bahasa Bali) hanya Bapak yang kenal sama saya di kantor ini. Yang lain taunya cuma Tombak!! "

" Tau lah den...masak tukang momong gak tau ndorone... hahaha! " Seperti bapak dan anak, mereka selalu mengobrol hangat setiap bertemu.

" Ya sudah pak, saya nyusul Rara dulu... takut ada kucing garong yang ganggu!! " Banyu melangkah meninggalkan parkiran menyusul adiknya.

Senyum misterius Banyu membuat Pak Dadang berpikir dalam. Beliau tau jika tuannya bilang begitu pasti ada... "Deg, ya Tuhan... pasti ada bocah itu di dalam! " batinnya cemas.

Siapa lagi yang ditakutkan, tiga pemuda itu selalu baku hantam bila bertemu. Pak Dadang yang sudah puluhan tahun mengabdi hafal betul.

Hanya satu orang yang dijuluki kucing garong, musuh bebuyutan ndoronya, putra bungsu Danurdidja, Gera. Manyadari hal itu Pak Dadang lalu menginstruksikan seluruh anak buahnya yang berjaga di dalam untuk siap waspada takut jika terjadi keributan karna ulah dua pemuda ini.

Rara bergegas menuju ruang rapat diikuti sekretarisnya, Amelia.

Banyu sudah lebih dulu sampai di depan ruangan menunggu Rara, karna dia tidak mau si kucing garong itu mengambil kesempatan mendekati adiknya.

Meski adiknya sendiri tidak pernah tau dan tidak pernah sadar jika ada cowok yang setengah hidup mencintainya dari jaman orok sampai mereka tumbuh dewasa.

Banyu mengamati dua gadis yang berjalan berjejer menghampirinya. Mata elangnya menatap lekat, bergantian menyibak aura yang terpancar dari keduanya. Satu gadis dengan style modis, penuh semangat dan pembawaan yang berani.

Satunya penuh dengan keeleganan, sorot mata yang damai, pandangan yang sendu, pembawaan yang santun dan selalu memberikan kehangatan bagi semua orang yang mendapat senyumnya.

Seratus delapan puluh derajat. Sangat bertolak belakang.

Tapi siapa yang menyangka, perbedaan yang mereka punya justru menjadikan sebuah kolaborasi yang handal dalam teamwork.

Amelia yang sadar diamati merasa kikuk sendiri. Kemarin dia sudah melakukan kesalahan besar dengan tidak bersikap sopan pada atasannya. Jika itu Tombak sih mereka biasa bersikap seenaknya. Tapi jika itu Kakakny??? -' waduh... jangan kelihatan bodoh lagi deh! ' batinnya.

" Kakak ikut ya, kita sudah ditunggu! " Rara mengangguk pelan.

Banyu menatap Amelia, mengangguk pelan sebagai instruksi untuk masuk. Amelia dengan gugup membalasnya dengan senyum kecut.

Menyadari hal itu, Banyu mendekati Amelia berbisik dari belakang telinganya " Jangan gugup, saya tidak mungkin memangsamu! "

Jlep... serasa ada sengatan tawon yang menjalar di kulitnya. Jantungnya bedebar tidak karuan, ada perasaan aneh di hatinya saat tubuh jangkung itu menghembuskan nafas di telinganya.

Bukankah dia terbiasa bergaul dengan cowok, mengingat semua saudaranya adalah jagoan dan dia satu-satunya wanita di trah Prasodjo. Tapi ini... kenapa ini..? '- batinnya.

Pandu, Gera dan Dhani sang asisten berdiri saat melihat pemilik perusahaan memasuki ruangan. Tanpa berkedip, Gera menatap dalam gadis pujaannya. Gadis yang sudah tiga belas tahun menghuni ruang tak bertuan di hidupnya.

Sebuah ruang yang selalu dibiarkan kosong meskipun banyak kaum hawa yang ingin menempatinya.

Ruang, yang hanya akan dihuni oleh satu makhluk di bumi dengan semua kehangatan dan kedamaian yang dibawanya.

Gadis yang hanya dengan menatap matanya selalu memberikan ketenangan bagi setiap ingsan di dunia.

Gadis yang akan selalu dikejar dan takkan pernah dilepaskannya. Gadis yang membuatnya dicap homo saat di Jerman. Dia NAMIRA, pemilik ruang tak bertuan itu.

Rara menatap lekat sepasang mata dihadapannya. Mata itu, hanya satu orang yang memiliki mata itu dan dia sekarang ada di depannya.

Keduanya saling pandang cukup lama membuat semua orang yang disekitarnya bengong. Amelia yang sudah sangat kenal Gera dan Pandu bingung, menoleh kesana kemari bergantian. -'kenapa mereka bisa tatapan kayak gitu? ' - batinnya.

" Ehem... " Pandu dan Banyu berbarengan berdehem cukup keras membuat dua sejoli ini kaget dan kikuk. Mereka saling bertatap dan tersenyum. Dhani yang melihat gelagat permainan tuan besarnya hanya cengar cengir tidak pasti.

Pembahasan project pilot yang disampaikan Rara sangat memuaskan kedua pihak, namun ada satu yang mengganjal pikiran Gera dan selalu menginterrup pendapat Rara.

" Saya setuju dengan semua draf yang anda buat! " Gera bersikap sok profesional sangat gugup. Tapi bisnis is bisnis, dia harus mencapai poit yang ditargetkan. " Tapi bagaimana mungkin CSR yang anda berika melebihi cadangan kerugian? "

" Saya mengerti bahwa nilai CSR ini termasuk besar dan akan mengurangi profit kita, tapi jika kita pikir apa yang akan kita ambil dari mereka bukankah jika dihitung sudah imbang? " tanyanya.

" satu persen! " sanggah Gera datar

" lima! "

" immposible! " tegas Gera

" Why not? "

" Busyittt!!! kita dapat apa kalo lima? "

" Lima termasuk kecil, tidak sebanding dengan apa yang akan kita ambil dan dapat dari sana! "

" You're bisnisman!!! bagaimana mungkin kamu lebih mementingkan CSR dibanding profit perusahaan? hellowww..... karyawan kamu juga butuh makan tuan putri... "

" Ok kalo begitu, empat persen! "

" Big no!!? dua! "

Suasa rapat yang tadinya hangat berganti tegang dengan adanya selisih paham antara dua anak manusia.

Pandu dan Banyu yang melihat kedua adiknya sedang berdebat hanya bisa geleng-geleng menyaksikan kekeraskepalaan mereka. -'Bagaimana mereka bisa menyatu jika keduanya mempunyai watak yang sama. Sama-sama batu!'- batinnya.

Di luar ruangan, anak buah Pak Dadang yang disuruh berjaga terlihat sangat gelisah dan waspada mendengar ndoro mereka berdebat. Sampai-sampai Pak Dadang ikut masuk bergabung dengan mereka.

" Hufh... " Rara melepas nafas keras.

" Ok, fix tiga!! Tidak ada tawaran lagi. Jika anda tidak setuju, saya akan mengundurkan diri dari proyek ini ! " Penuh penekanan dan sangat tegas.

" Bagaimana bisa anda mundur sementara Mou sudah ditandatangani? Yakin dengan konsekuensinya? " sanggah Gera.

" Seratus persen yakin jika itu menyangkut ribuan hidup orang! "

Banyu, Dhani dan Gera berpaling menatap tajam mata Rara. Mata yang awalnya teduh berubah menjadi sorotam tegas seorang pemimpin. Mereka terasa ditampar oleh gadis kecil dihadapannya.

Pandu dan Amelia yang sudah tau bagaimana sifat dan sikap Rara dalam berbisnis, tersenyum simpul penuh bangga. Rara, seorang developer muda yang selalu mengedepankan CSR untuk masyarakat yang terkena dampak proyek. ( CSR adalah Corporate Social Responsibility yaitu bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingan mulai dari konsumen, karyawan, pemegang saham serta lingkungan dalam segala aspek ekonomi, sosial dan lingkungan serta kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak yaitu meminimalisasi dampak negatif dan memaksimalisasi dampak positif ).

" Baiklah... kita sepakat di tiga persen! " sanggah Gera.

Rara meski tidak puas namun tersenyum lebar mendengar kesepakan itu. Dan Gera merasa harus mengalah untuk bisa mendapatkan hati gadis batu ini.

Próximo capítulo