webnovel

Cerita sang Putri

Kini giliran Lion yang merasakan sensasi kerinduan Liona dari balik tulisan tangan gadis itu.

Tulisan yang rapih di atas kertas putih bersampul hitam. Sebuah buku tergeletak di meja belajar Lion. Saat pertama kali melihat buku itu tidak sedikitpun Lion tertarik. Mungkin itu hanya buku cerita biasa yang dibeli Bunda dan tidak sengaja ia simpan di sana.

Kini tangan kekar pria itu sedang asik membalik satu persatu halaman buku itu.

"Banyak banget Liona," gumam Lion karena sejak tadi ia tak henti membaca buku diary itu.

"Rindu ini kian menggebu, semakin bertambahnya hari semakin sering pula rindu itu menyapa. Seolah tak lekang dimakan usia, rindu itu kian menyesakkan dada.

Aneh bukan? Orang bilang cinta dan rindu itu akan hilang seiring berjalannya waktu, tapi mengapa hal itu tidak berlaku padaku?

Apa aku terlalu mencintainya? Ini cinta atau obsesi? Aku bingung merangkai kata yang tepat untuk cinta ini, aku harap tak ada sesal setelah cinta ini membesar bagaikan lautan.

Ku tunggu Lion, ku tunggu hari spesial itu dengan kebodohan sendiri."

Tulis Liona, tinta berwarna hitam itu terukir dengan baik di sana. Segurat gambaran hati tercermin dalam kertas muram itu.

"Hal apa yang membuat tanganmu kelu untuk menulis balasan suratku Lion? Atau aku salah dalam menyikapi perasaan? Aku? Aku bingung, tapi aku yakin perasaan yang kamu miliki tidak sesederhana itu." tulis Liona di halaman berikutnya.

"Kamu bener Liona, perasaan aku emang gak sesederhana itu. Hanya kondisi dan situasi yang membuat cerita ini rumit ditambah banyaknya intuisi yang kita miliki, maka perasaan ini kian menggila dalam hati juga kian membingungkan dalam benak. Aku harap someday kita bisa menjadi satu bagian yang saling melengkapi dan ada pada takdir Tuhan," ucap Lion.

Semakin sering ia membuka lembaran buku diary itu, semakin sering pula ia mendapati keluh kesah Liona. Baik perasaan aneh itu ataupun masalah keluarga.

"Lion, kamu tahu? Rumah yang ku hampir hancur, entah kenapa Mami, Papi terus berantem. Aku capek liat mereka yang kayak gitu Lion.

Rumah yang mereka bangun hanya cantik di luar di bagian dalam penuh dengan derita.

Rumah itu hanya berisi barang mewah yang bisa dipamerkan kemana-mana, tapi kurang akan cinta kasih.

Uang? Aku dimanjakan dengan uang. Aku gak minta itu, tapi mereka menganggap itu yang terbaik," tulis Liona menceritakan masalah di keluarganya.

Masalah yang sama, berkutat soal uang dan kasih sayang. Dua hal penting itu yang kadang kala membuat Liona jatuh tersungkur.

Ia memang patut bersyukur dengan adanya uang, tapi kadang ia membenci kertas itu. Karena uang ia kehilangan kasih sayang kedua orang tuanya.

Ia kehilangan momen-momen indah pertumbuhannya karena uang. Kadang ia berpikir sebenarnya anak Mami dan Papi itu siapa? Uang atau dirinya?

"Karena tidak semua manusia mendapatkan kebahagiaan dari uang Liona, termasuk kamu. Tapi ingat, seburuk apapun jalan cerita itu kamu harus bertahan, karena ada aku yang dengan kehadiran kamu pun aku bahagia," kali ini Lion bergumam dalam hati.

Bagas tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyak, pria itu kini tengah mencari camilan di dapur.

"Gue laper!" cicit Bagas.

"Cari cemilan di dapur gih. Biasanya Bunda naro keripik atau makan ringan lainnya di lemari dekat kulkas atau lo cari di kulkas aja," jelas Lion.

Bagas mengangguk, dengan penampilan berantakan ia turun, bergegas mencari camilan guna mengganjal perutnya.

Lion kembali membaca lembaran putih bertinta hitam itu.

"Kamu tahu? Matematika bukan hal yang aku sukai, tapi bisnis keluarga kembali membuat aku harus terjaring dengan dunia matematika.

Papi nyuruh aku datang ke kantor, aku yang masih awam harus mau belajar akan perkembangan bisnis. Aku capek Lion. Aku capek, kamu selalu ada di benak aku," tulis Liona jauh lebih singkat.

Biasanya jika Liona menulis dengan kalimat singkat atau menjawab dengan kalimat yang singkat itu tandanya ia sangat lelah dan ingin segera berhenti dari rasa lelah itu.

Liona memang tampak kuat di luar, tapi jika dilihat dari matanya maka rasa sakit itu akan tampak.

Bagi Lion, Liona memang wanita yang luar biasa, bisa bertahan di kondisi keluarga yang tidak baik-baik saja, tapi di lain sisi ia juga ingin mendekap wanita itu. Memberikan rasa cinta yang bisa menutup luka.

Begitulah wanita, jika ia tengah dirundung duka, maka pundak pria yang ia suka sangat diminta.

Kehadiran dia yang senantiasa ada dalam hati sangat dinanti.

"Lo lagi baca apa?" tanya Bagas dari ambang pintu.

Di tangan kanannya Bagas membawa dua bungkus makanan ringan di tangan kirinya ia membawa satu botol minuman.

"Kepo banget sih!" gerutu Lion. Ia bergegas menutup buku diary itu sebelum Bagas merebut dan membacanya dan nanti jadi bahan ejekannya.

"Btw, gue tadi sempet liat Liona sama Annisa ngobrol di taman," ucap Bagas.

"Kenapa lo baru jujur sekarang?" tanya Lion serius.

"Sorry, tadi kan lagi di mobil. Ada bokap sama nyokap lo juga. Terlebih ada Liona, tapi lo tenang aja. Liona bisa menyikapi sikap Annisa secara dewasa. Lo gak perlu takut, gue yakin sekarang Annisa jauh lebih baik dan ngerti," jelas Bagas sesuai dengan apa yang tadi ia dengar.

"Gue tahu itu. Gue yakin buku yang tadi Annisa kasih ke Liona pasti ada sangkut pautnya sama gue. Bisa jadi buku diary Annisa, btw tadi mereka ngomong apa aja?" tanya Lion.

Cih, gerutu Bagas. Kebiasaan Lion jika tingkat percaya dirinya naik pangkat.

"Dia cuma jujur aja kok, terus Liona balas jujur juga. Ya gak jauh soal perasaan dia sih dan Liona juga. Liona bisa egois juga ya, tapi gue setuju sih! Dari pada sakit hati mending jujur, Liona lebih milih lo, pertahanan lo, gue yakin perjuangan Liona pasti jauh lebih besar dari lo," jawab Bagas.

Lion mengangguk setuju, perjuangan Liona memang jauh lebih besar dari dirinya. Ditengah kondisi keluarga yang berantakan, ia juga harus bertahan dengan pilihan hatinya.

Maklum remaja dimabuk cinta, cinta pertama, awal cinta jelas membuat sepasang mata itu buta.

Segala cara jelas akan Liona lakukan demi menjaga perasaannya tetap berada di koridor cinta yang benar.

Baik buruknya kehidupan cinta akan ia lalui, seperti air yang mengalir semua akan berkahir di ujung, entah bahagia atau menyedihkan, tapi selagi masih ada tekad untuk berjuang maka semua akan ada dalam kendali pribadi.

"Gue setuju. Menurut lo gue pantes buat Liona gak?" tanya Lion entah kenapa tiba-tiba dramatis.

"Lo baru nanya sekarang setelah lo buat Liona baper tadi siang? Gila ya lo! Jangan ragu Lion, atau lo cuma nyakitin Liona. Anak orang jangan lo gantung apalagi php. Dia jelas dah milih lo, jadi gak usah so insecure," tegas Bagas.

Lion tidak menjawabnya lagi. Apa yang diucapkan Bagas memang benar adanya. Kenapa juga ia harus ragu? Apa hal yang membuat dia ragu?