webnovel

Chapter 01

"Kamu ... sebaiknya mati saja." Kalimat ini berupa bisikan, tetapi tersampaikan tepat di sisi telinga. Membuat tubuh wanita berparas cantik di dekatku menegang, tampak sekuat tenaga menahan emosi.

Bohong jika akan tetap baik-baik saja ketika bertemu sosok paling dibenci tepat berada di depan mata, berdiri lebih penuh percaya diri. Menelan pesona terbaik yang ia miliki, terlebih aku begitu berani mengatakan hal buruk tepat di telinganya. Tentu saja, saat ini murka tengah ditekan agar tidak muncul ke permukaan.

Mungkin secara sosial, kelas Aira sebagai istri Orion Araska memang lebih mencengangkan dibanding wanita biasa sepertiku. Terlahir dengan sendok emas dimulut melatih kepribadiannya lebih terkendali, tidak gampang meledak. Tetap mampu mengintimidasi wanita lain di tempat ini hanya melihat pakaian yang dikenakan, keberuntungan nasib yang manis.

Aira Elizabet, wanita yang telah menjadi nyonya Orion Araska sejak lima tahun lalu tersebut masih mengepalkan kedua tangan, cukup erat. Aku melihatnya, gerakan naik-turun di bagian dada. Pasti ada gemuruh besar di sana, keinginan untuk menerkam dan menelanku bulat-bulat. Namun, kemunafikan lebih berkuasa, menempatkan dia pada posisi berpura-pura tegar demi citra perusahaan.

Bodoh sekali! Jika itu aku, akan kulakukan apa pun yang diinginkan hati. Menyalurkan kekesalan dan amarah. Menyerang perempuan simpanan laki-laki miliknya. Akan tetapi, reputasi di atas segalanya, memilih bersikap tenang di kala emosi memberontak. Sangat menyedihkan!

Beberapa kasak-kusuk mulai jelas tertangkap telinga, tetapi diabaikan olehnya. Justru ia mendekat pada lelaki yang dua bulan ini dekat denganku, menunjukkan pada semua orang bahwa mereka dalam kondisi sempurna. Tidak seperti rumor di luaran sana, terkait keretakan pasangan tersebut. Aira benar-benar keren, mampu meredam setiap dugaan dari mulut-mulut usil.

Rumor tentang kami menyebar tanpa perlu diragukan, seluruh karyawan kantor merupakan pakar gosip paling ahli dalam menebar berita buruk. Bagi mereka, aib lebih menarik dibandingkan dengan prestasi. Jika kompeten dalam melakukan hal-hal buruk, maka akan mendapatkan tempat di dalam ingatan masing-masing. Manusia memang hanya mampu menampung informasi terkutuk.

Oh, iya! Perkenalkan, namaku Vederica Natasya. Namun, cukup panggil Ve, lebih mudah dilafalkan. Menjabat sebagai sekretaris pribadi Orion sekaligus asisten hati. Hubungan kami baru berlangsung sekitar satu bulan, tetapi sudah terendus sang istri sah. Tidak bakat jadi tukang selingkuh rupanya.

Siapa yang akan menolak pesona tampan seorang direktur keren, punya banyak uang pula? Kebetulan otakku masih bagus, tidak rusak. Mampu membedakan hal realistis dengan teori-teori melelahkan. Jangan naif, melanjutkan hidup butuh makan.

Jangan naif dengan pola pikir sederhana tentang konsep mengikat janji, tidak semua komitmen terhadap pasangan harus dijaga hingga maut memisahkan. Selalu ada celah dari aturan untuk dilanggar, lagi pula ... siapa yang mau awet dalam suatu hubungan melelahkan? Hidup bersama dalam jangka panjang merupakan rutinitas membosankan.

Tak bermaksud menakuti, ini fakta. Meskipun sudah menikah, terikat hukum yang sah. Namun, tidak selalu takdir membelenggu dalam kisah manis. Selalu ada tantangan dan rintangan, Tuhan menciptakan manusia bukan hanya untuk terlibat pada satu ikatan semata. Bukankah selalu ada istilah tentang pilihan terbaik?

Sebagian pasti akan menghakimi, mengatakan dengan lantang bahwa aku gila dan tak berperasaan. Terserah! Setiap pembenci selalu memiliki konsep kepercayaan sendiri, hanya akan percaya pada apa yang diyakini. Menyalahkan sesuatu jika tidak sesuai dengan pemahaman. Begitu terus, sampai dunia berhenti berotasi.

Seperti malam ini, ketika rumor tersebar manis, dan orang-orang berbisik menyalahkan kehadiranku yang tak tahu malu. Menganggap sekretaris pribadi Orion ini sebagai parasit kejam, menempel tanpa memiliki perasaan. Mereka hanya meluapkan emosi pada sumber kesalahan, tidak mau mencari pemicu hal keliru terbentuk?

Coba perhatikan pasangan yang sedang berpura-pura mesra, Aira mengapit lengan lelakinya seolah semua baik-baik saja. Melupakan setiap jengkal kenyataan terkait hubungan kami yang ia ketahui, entah akting macam apa yang sedang mereka coba perlihatkan. Aku hanya akan menunggu? Menyaksikan hingga akhir kepalsuan keduanya.

"Ve!" Panggilan ini melegakan, mereka akhirnya datang juga. Dua orang wanita dengan gaun pesta super seksi, melenggang bak model kelas dunia tanpa peduli tatap nyinyir menyambut. Begitulah seharusnya bersikap, masa bodoh. Jangan hiraukan penilaian subjektif manusia, mereka hanya sedang mengorek kesalahan.

Pandai mencari keburukan orang lain, tetapi buta pada keterbatasan diri. Tidak akan pernah puas terhadap yang tampak di depan mata, selalu berupaya menemukan celah untuk menertawakan. Ada yang sedih, mereka pasti tersenyum senang. Lalu, ketika seseorang bahagia, senantiasa cibiran ditunjukkan. Tak mau ambil pusing, suka-suka mereka saja.

Fokus kuarahkan pada Elena yang mengenakan pakaian ekstra kekecilan, bagian dada terbusung cukup menantang. Hampir memuntahkan isi di baliknya, si centil paling berani memamerkan bagian terpenting dalam diri seorang wanita. Selalu menuai kecaman atas penampilan tidak membuatnya jera, tetap menjadi pribadi yang nyaman sesuai keinginan tanpa mendengarkan setiap nyinyiran.

"Ketika mereka menjadi Tuhan bagi manusia lainnya, kemungkinan di atas sana Pencipta Sejati sedang menertawakannya. Tidak ada makhluk yang mampu menilai sesama, karena posisi setara ... ladang dosa!" Begitulah cara Elena menepis setiap kebencian secara elegan, benar. Urusan dosa dan sebangsanya adalah hak prerogatif Tuhan, bukan kehendak mulut-mulut liar manusia. Sebab, ketika mereka salah, apa seseorang yang memberikan penilaian sudah benar?

Begitu pula dengan Velinda, si penyuka rok mini. Menunjukkan pada semesta perihal kaki jenjang miliknya, tidak perlu merasa peduli ketika cibiran menempatkan pada klasifikasi kelas rendahan. Ketika manusia mampu mengotak-ngotakkan seseorang, secara tidak langsung telah menciptakan titik murahan dalam diri muncul ke permukaan. Tidak ada manusia sempurna, begitulah konsep yang Tuhan selaraskan di atas muka bumi.

Bukan sedang menciptakan pembenaran, seolah kami bertiga merupakan sosok elegan yang layak disanjung. Tidak demikian, ini terkait pesta mewah malam ini. Ketika para tamu lain mencibir kehadiran nama-nama kalangan menengah di tengah-tengah para sosialita, seolah ada bangkai. Saling menyikut sebagai isyarat ledekan.

"Kenapa mereka masih bisa berada di sini?" tanya Aira melakukan protes keras pada Orion, menunjukkan dengan jelas rasa tidak suka pada dua wanita yang baru datang. Meskipun mereka merupakan model pakaian khusus salah satu brand ternama perusahaan, tetap saja bukan nama-nama layak mendapat undangan di hari spesial. Begitulah cara sang nyonya besar menilai teman-temanku, bisa pula karena dendam pribadi pada diri ini yang membuat dia bersikap terus terang.

Sayang sekali, Velinda bukan tipikal manusia yang akan diam ketika diintimidasi. Dia sudah mendorong pelan tubuh Elena, keberadaan wanita itu menghalangi pandangan pada sosok Aira. Tidak puas jika harus berdiri cukup jauh, ini pasti seru. Harus diberi panggung khusus.

"Perlu kubalas ucapan istri Anda, Tuan Direktur?" Velinda sengaja menekan kata, melontarkan bahasa dengan intonasi menggoda. Ada senyum nakal, aku harus mengakui sikap kurang ajarnya patut diberi tepuk tangan. Terlihat keren, sangat berani.

Orion hanya melirik sepintas padaku, tak kuhiraukan. Biarkan saja mereka berinteraksi tanpa melibatkan diri ini, belum waktunya membalas sikap sok keren Aira. Batas sabarku masih mampu menopang rasa lucu, menjadi penonton masih cukup di posisi ini.

Namun, gerakan tangan Orion mengisyaratkan agar aku menahan Velinda. Pria itu tampak menggeleng pelan, memaksaku menarik pelan tubuh yang hampir melangkah lebih jauh. Satu anggukan patuh melegakan, masalah berhasil dikendalikan.

Pria maskulin itu kembali berbicara santai dengan beberapa tamu, mengabaikan sikap kesal sang istri. Bagus, buat wanita tersebut semakin merasa ingin menelan kami bertiga. Aku suka melihat Aira berwajah dua, memaksa terus tenang di kondisi mengesalkan.

"Itu ... mereka, kan?" Kembali terdengar suara keras, tampak dua wanita berseragam pelayan menunjuk ke arah Orion dan Aira. "Pasangan yang tadi pagi ribut di lobi dan ... loh?"

Kalimat tersebut terhenti dengan telunjuk mengarah padaku, tentu saja hal ini memicu semua pandangan beralih. Mendadak suasana hening, aura tak nyaman mulai terasa. Entah ke mana larinya musik yang semula mengalun indah.

"Astaga!" Seorang lagi membekap mulut, masih melanjutkan aksi dari temannya. "Bukankah dia yang datang bersama laki-laki itu?"

Pertunjukan pun dimulai! Merah padam di wajah Aira tampak jelas, orang-orang mulai terlihat menunggu penjelasan. Entah dariku, mungkin pula keterangan Orion. Aku tak begitu memahami maksud dari kebungkaman mereka.

"Heh!" sentak Elena pada dua pelayan wanita yang masih melotot padaku, lalu beralih pada Orion dan istrinya dengan kedua tangan masih menutup mulut masing-masing. "Siapa yang kalian maksud? Aku? Dia ... atau ...?"

"Cukup!" Aira berteriak histeris, melempar gelas ke arah kami. Beruntung tidak mengenai salah satunya, jika tidak ... bisa bernasib sama dengan serpihan kaca di lantai.

"Aira, hentikan!" Kali ini nada tinggi berasal dari Orion, membentak sang istri di depan para tamu. "Kita sudah membahas ini sebelumnya, kamu tidak akan mempermasalahkan kejadian tadi pagi sampai pesta usai!"

Aku suka adegan ini, menarik. Selalu ada cara untuk memulai kericuhan. Sangat menghibur, pertunjukan spektakuler berhasil diciptakan. Cukup untuk tugas dua wanita yang memahami maksud tatapanku, mereka mundur, dan menghilang di antara undangan.

Kedua sahabat pun merapat, memukul pelan dua telapak tangan milikku. Serentak. Aksi kompak tanpa disadari semua orang. Misi sukses, pasangan itu sudah tak terselamatkan. Keretakan rumah tangga tersembunyi telah diperlihatkan secara sukarela, live.

Itulah balasan untuk telunjuk yang diarahkan pada muka Vederica, Aira salah mencari lawan. Aku bukan wanita penyabar, sosok protagonis dengan memegang teguh asas pasrah dan air mata. Mungkin secara kuasa dan finansial, ia mampu mengintimidasi. Sebab, keberuntungan selalu berpihak padanya.

Namun, dalam rumah tangga selalu ada badai dan ... aku adalah bencana paling mematikan!

***

"Kalau kalian melihatnya, pasti gak akan pernah berhenti tertawa. Muka wanita itu ... sangat menyedihkan." Velinda tertawa keras, menjelaskan kembali kejadian semalam. Diiyakan oleh Elena, mereka tampak senang melihat satu keluarga kembali berantakan.

"Kamu pelakor, tak tahu malu. Merebut suami orang tanpa perasaan!" Begitulah Elena, berdiri meniru ucapan serta gerakan Aira memaki diriku di depan banyak orang. Keseruan yang pada akhirnya tetap harus menumbalkan sesuatu, satu tamparan keras menjadi adegan pamungkas. Aku ditampar nyonya Orion Araska.

"Kalian tahu apa yang dilakukan oleh Queen tercinta?" tanya Melody, wanita yang memang memiliki tingkat penasaran lebih tinggi. Si kepo paling bawel dibanding yang lain, tiga lainnya hanya tersenyum-senyum menunggu penjelasan. Mereka selalu memiliki cara unik dalam merayakan satu kemenangan.

"Sejak kapan leader toxic squad akan terintimidasi?" timpal Elena semringah, mengerling ke arahku yang hanya mengisyaratkan untuk terus saja mengoceh. "Kalian masih perlu belajar banyak dari wanita keren itu, cara anggun menyerang orang-orang kaya."

"Jangan pernah merasa kehilangan sesuatu ketika sudah berpindah kepemilikan, apa saja yang kamu lakukan saat suami tercinta masih baik-baik saja? Mengabaikan termasuk langkah awal pintu kehancuran diketuk dari dalam, jangan merasa korban saat keharmonisan rumah tanggamu tidak ada lagi. Siapa yang harus menyalahkan siapa?" Velinda meniru caraku membalas telak ucapan Aira, entah kemampuan dari mana. Memang sebagai wanita, aku cukup sadis. Tidak berperasaan halus, sehingga tak akan peduli terhadap orang lain.

Mereka berenam sudah tertawa keras, saling tos. Selebrasi yang cukup menyenangkan, apresiasi pada setiap perbuatan seru ketika berhasil membuat rumah tangga orang lain berantakan. Kehancuran menjadi hiburan tersendiri bagi kami, para wanita muda cantik dengan gelar paling mematikan. Pelakor!

Toxic Squad sengaja aku pilih sebagai nama kelompok kami, bukan semata-mata karena merasa sangat bangga atas peran yang dianggap terkutuk oleh sebagian besar manusia di muka bumi. Dibenci kaum wanita, tapi sangat digandrungi para pria. Setidaknya kehadiran sekumpulan perempuan ini merupakan bentuk dukungan bagi para lelaki untuk bisa bertindak tegas terhadap para istri di rumah.

Kami adalah pilihan, menjadi pria setia atau sosok menjijikkan. Aku tahu, ini salah. Bukan suatu alasan yang bisa dijadikan pilihan, tetapi ketika hidup memaksamu berada pada satu titik terendah, maka menjadi racun rumah tangga pun bisa dilakoni dengan baik. Entah kapan semua ini terbentuk, anggota Toxic Squad menjadi berlipat ganda.

Selain Velinda, Elena, dan Melody. Masih ada tiga nama lainnya, mereka pun memiliki tekad serupa. Menghancurkan rumah tangga orang lain. Namun, tidak semua pernikahan menjadi target kami, ada kriteria tersendiri. Untuk apa masuk pada kehidupan keluarga melarat? Tak berguna!

Kitty, sosok kekanakan dengan tingkat manja luar biasa ini selalu mampu menemukan mangsa baru setiap minggunya. Tidak heran jika banyak wanita menargetkan dia untuk dijambak di muka umum, tetapi pesona terbaik mampu memenangkan keadaan. Saat lelaki sudah tergoda pada satu nama, ia akan mampu menjadi budak paling patuh tanpa kenal malu.

Lalu, Yeli. Wanita pendiam yang cukup mengejutkan ketika sudah beraksi, satu-satunya anggota Toxic Squad paling berani. Jangankan membalas tamparan istri sah, dia akan membentak lebih sengit dibanding pemilik aslinya. Berbanding terbalik, kemarahan si pendiam lebih mengerikan.

Terakhir, Betty. Anggota paling baru di antara yang lain. Dia selalu mengikuti instruksi dariku, mematuhi segala ucapan dari mulut ini. Sampai aku bingung sendiri, tetapi mulai paham tentang makna mengidolakan. Pertama kali, seorang pelakor paling busuk diakui sebagai teladan mengagumkan.

Ketukan pintu menghentikan kesenangan kami, Kitty beranjak. Membukakan pintu, teriakan histerisnya cukup membuat kami menoleh serentak. Jelas dia lebay, ada Orion di sana. Objek yang sedang kami bahas sejak satu jam lalu, mau apa lagi dia?

Aku meletakkan telunjuk di bibir ketika sorakan terdengar, mengapit lengan pria tampan yang terlihat malu-malu. Menuju kamar. Ternyata lelaki pun akan bersikap lucu saat terjebak di sarang para penyamun seperti kami, termasuk sosok macho ini.

"Terima kasih, kamu ... menghancurkan pernikahan kami." Bahasa yang dipilih cukup keren, memaksa sesuatu melesat cukup kuat di dasar hati. Entah kenapa, aku merasa bersalah. Orion tampak tertunduk di sisi tempat tidur, mungkin sama sepertiku. Sedikit menyesal.

"Kamu menyesalinya?"

Ada anggukan kecil, tapi detik selanjutnya senyum merekah diikuti wajah terangkat. "Aku sudah memutuskan untuk berkhianat ketika bertemu denganmu, setidaknya perceraian merupakan jawaban terbaik. Hanya saja ... Clara ...."

Orion menyebut nama putrinya dengan wajah memelas, selalu begitu. Pria akan merasa lemah setiap kali mengingat anak-anaknya, menjadi ragu setiap kali buah hati terbelit di dalam ingatan. Sungguh suatu ironi menggelikan, jika masih belum siap, seharusnya tidak bertingkah jauh.

"Jangan memintaku menjadi ibu dari anakmu, karena itu mustahil."

"Kenapa tidak?" balasnya dengan senyum menggoda, memamerkan pesona terbaik yang ia punya. "Kita bahkan melewati malam-malam romantis selam dua bulan terakhir, apa kamu melupakannya?"

Aku tertawa cukup keras, laki-laki ini pandai memilih diksi yang mampu memorak-porandakan hati. Selalu tampak manis dan tampan dalam satu waktu, satu-satunya suami orang dengan pesona mematikan. Jujur, aku mulai tergoda untuk memilikinya secara utuh.

"Maaf, Orion. Seorang pria yang selingkuh satu kali dalam hidupnya, akan kembali mengulangi perbuatan serupa di lain waktu. Khilaf sudah menjadi makanan favoritku, mustahil seorang Ve jatuh pada pelukan laki-laki tak setia sepertimu."

Pria itu tersenyum sumir, mengeluarkan sesuatu dari balik jas yang dikenakan. Amplop cokelat dengan volume cukup tebal diletakkan di atas kasur sebelum berdiri, pesangon di akhir pertemuan. Ia memecatku!

"Ve, peluk aku untuk yang terakhir kali." Dia merentangkan tangan, memasang wajah memelas. Hal yang cukup unik, tak ada salahnya menggunakan permintaannya sebagai salam terakhir kami. Mendekat dan berlabuh ke dalam pelukan suami Aira.

Hangat, terasa nyaman yang menggoda untuk terus berlama-lama di posisi ini. Aroma tubuh yang khas, aku suka. Tanpa sadar atau memang sengaja membalas melingkarkan tangan, mengunci erat tubuh atletik ini. Sungguh, sangat mendamaikan.

Perasaan tenang membuat suasana berhasil menaklukkan nurani, membiarkan lelaki ini bergerak sesuka hati. Diam ketika embusan napas menerpa tengkuk, tetap geming saat ia beraksi lebih jauh. Aku kalah oleh pesonanya, anggap saja ... hadiah terakhir.

Membiarkan Orion menjajal diri ini, merelakan gerilya tangan suami Aira bermain halus di seluruh tubuh. Menikmati setiap detik sentuhannya, melebur bersama mengarungi khilaf yang begitu indah. Kami harus menuntaskan pertarungan ini, dimulai dari lumatan lembut hingga desah mengganas di akhir puncak.

***