webnovel

Chapter 5 – A Boy from Past

Joelle’s POV

“Hi Joelle…, apa kamu masih ingat aku. Aku akan sangat sedih jika kamu sudah melupakan diriku” Diantara remang lampu, aku melihat sosok yang berbayang.

“Siapa..?” aku membalas masih mencoba memejamkan mataku berkali-kali, agar cara pandangku kembali normal.

“Ahh kamu sungguh lupa denganku sayang?” laki-laki itu kini mendekatiku, mengelus pipiku dan memberi kecupan. “Aku selalu suka wangimu El”

“Andre, Andre...kamu Andre!” sesaat tubuhku bergidik, seketika ada rasa mual, aku ingin muntah.

“Ah kesayanganku sudah mulai ingat siapa aku. Aku amat sangat senang” aku bisa melihat binar dimatanya, dia mulai menari-nari riang di depanku.

“Andre apa yang kita miliki sudah lama, itu semua sudah sepuluh tahun yang lalu. Kita harusnya sudah sama-sama melupakan dan memulai hal baru.”

“TIDAK UNTUK KU EL” teriak Andre menghentakku. “Apa kamu lupa kata-kata ku dulu sebelum kamu membuangku!, dan apa kamu lupa apa yang dilakukan Opa mu, dia membuatku menghabiskan masa remaja ku di penjara anak-anak selama bertahun-tahun. 5 tahun aku mengabiskan masa remaja ku di penjara karena kamu!!” Andre meludah tepat di depanku, suara nya tersengal karena emosi.

“Andre aku mohon maafkan aku dan Opa” aku mengiba padanya, walau aku tahu hal ini tidak pernah berhasil kepadanya.

“Kamu memasukkan aku ke penjara karena masalah obat, sekarang aku mau liat kamu mati karena obat. Well coba kita lihat apa tubuhmu bisa bertahan dengan dosis ini” Andre tersenyum padaku, menunjukkan sebuah tabung suntik yang sudah terisi penuh.

“Jangan Dre…please Dre…” Andre hanya tersenyum dan kembali mengecup bibir ku kuat, memegang lenganku dan menusukkan jarum suntik itu ke dalam kulitku. “Kau tau sayang jika aku tidak bisa memilikimu, maka tidak seorang pun bisa memilikimu.” kecupannya kembali dia berikan kepada keningku. Andre menatapku lama, memberikan senyumnya sesaat sebelum berjalan meninggalkanku. Meninggalkan tubuhku yang terikat kencang dari tangan, paha, hingga pergelangan kakiku, begitupun mulutku yang disumpal penuh. Tubuhku hanya dibiarkan terbaring pada kasur busa kumal yang baunya sungguh menyengat. Tak lama aku merasa tubuhku sangat dingin, aku menggigil hebat dalam kesendirian, aku mengantuk hebat.

__________________

Gentala’s Pov

“TOLONG, siapa pun tolonggg!!” aku berteriak kesetanan di ruang UGD rumah sakit. Mulut Joelle sudah penuh dengan busa bahkan tubuhnya sempat kejang ketika berada di mobil sebelum kami sampai ke Rumah Sakit. Yang ada di kepalaku hanya apa yang aku katakan kepada Opa jika sesuatu terjadi pada Joelle.

Sesaat setelah teriakkanku menggema ke seluruh ruang, para suster dan seorang dokter dengan sigap membawa Joelle masuk ke dalam ruang. Oh Tuhan semoga aku tidak terlambat. Ide Mario untuk menaruh GPS di setiap mobil berjaga-jaga jika terjadi kasus pencurian ternyata sangat berguna bahkan untuk kasus yang tidak pernah aku sangka seperti ini.

Setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, akhirnya kondisi Joelle kembali normal. Aku memasuki ruang rawatnya dengan membawa sebuket bunga, aku tidak tau dia suka atau tidak aku hanya membawanya. Wajahnya sudah kembali bersemu merah seperti hari-hari biasanya, tidak seperti beberapa hari yang lalu, pucat pasi, aku sempat berpikir akan kehilangannya.

Aku mengulum bibirku, menghampiri Joelle dengan sedikit ragu “Jadi aku bisa menaruh bunga ini di mana?”

“Disana boleh” Joelle menunjuk pada sebuah meja tamu pada ruang rawatnya. Aku membalas dengan mengganguk, berjalan pada meja tersebut dan meletakkan buket bunga chrysan putih diatasnya.

“Apa itu chrysan?” tanya Joelle memperhatikan bunga yang aku bawa.

“Ya, mawah terlalu biasa pikirku. So why not for chrysan”

“I love chrysan, thank you” jawabnya tersenyum.

“I am glad you liked it. So, what happened Joelle? Bagaimana bisa kamu berada di tempat seperti itu dengan tangan terikat dan overdosis?” aku bisa melihat air muka Joe sesaat berubah menjadi tegang.

“Andre, dia, seseorang yang aku kenal sejak aku di kelas 9. He was my first boy, my bad boy. Awalnya begitu menyenangkan bersamanya.” Joelle terdiam sesaat melihat sekeliling sebelum melanjutkan ceritanya. “Berpacaran dengan bad boy adalah keinginan semua gadis seumurku saat itu.” Joelle memaksakan senyumnya. “kami bersama hingga SMU, kami masuk ke sekolah yang sama. Dia mengikuti kemanapun aku pergi, kami selalu bersama. Hingga suatu malam aku melihat dia mulai meminum sesuatu, aku pikir dia sakit. Tapi tidak ada yang meminum obat hingga berbulan-bulan kan, toh perilakukan selalu berubah ketika dia meminum obat-obat tersebut. diluar dari itu terkadang aku melihatnya mulai menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuhnya, dan itu membuatku takut.” Kali ini Joelle, mulai menitikan air mata, dan mengusap pipinya pelan. “Hingga akhirnya dia menawariku sebuah pil, memaksaku untuk meminumnya lebih tepatnya. Lalu di malam yang sama ketika aku pulang ke rumah entah bagaimana Opa mengetahuinya. Opa bilang mataku berbeda, keesokan harinya Opa membawa ku untuk melakukan tes. Singkat cerita Opa mencari orang yang memberikan pil tersebut yang mana tentu saja tidak sukar baginya, hingga berakhir dengan Andre yang masuk kedalam penjara anak. Disaat yang sama Opa mengirimkan aku US untuk melanjutkan sekolah, apapun untuk mejauhkan aku dari Adre begitu katanya.” Aku mendengarkan dengan seksama kata-katanya, sungguh itu adalah cerita yang cukup panjang yang diceritakan oleh Joelle sepanjang enam bulan pernikahan kami.

Aku menganguk “Tapi bagaimana aku sama sekali tidak mengetahui cerita itu?”

“Opa selalu pintar dalam merahasiakan sesuatu kan?,” Balas Joelle memberikan senyum kecil.”Toh pada saat itu kan kamu di Jepang, kau mengambil Sarjana dan Master degree-mu, jika aku tidak salah” Joelle mengerutkan bibirnya mencari konfirmasi dari diriku

“Ya kamu benar.” Aku membalas senyumannya.

“Hingga sekarang aku sering bertanya-tanya mengapa Opa bisa secepat itu mengetahui jika aku meminum pil itu, bayangkan jika malam itu Opa tidak tau. Mungkin aku bisa menjadi seorang pemakai hingga hari ini” wajah Joelle tertunduk pelan, seperti sedang merenung sesuatu.

“Apa kau tau kenapa orang tuamu meninggal Joelle?” balas ku, membuatnya membuyarkan renungannya.

“Kecelakaan.” Jawabnya singkat.

“Nope.” Aku menggeleng.

“Maksudmu?!” Joe mengubah arah duduknya, menatapku rekat-rekat. Berusaha mencari tahu.

“Kamu benar-benar tidak berusaha untuk mencari tau?” Aku mengerutkan keningku, penasaran.

“Itu yang Opa selalu katakan kepadaku, Aku tidak punya alasan untuk tidak mempercayainya kan?” Joelle mengerutkan kedua alisnya, dan aku masih tidak paham usahanya yang sangat minim memastikan kematian kedua orang tuanya.

“Ayah mu meninggal karena overdosis, mamamu juga seorang pemakai. Mengetahui ayah mu meninggal karena overdosis, beberapa minggu setelahnya ibumu juga meninggal karena overdosis. Sebagian berpikir ibumu sengaja melakukannya. Mungkin karena itu Opa cepat mengetahui jika kamu memakai, sorry maksudku diberi obat.” Aku memperhatikan Joelle, matanya menjadi liar melihat ke segala arah, air matanya jatuh dalam diam-nya.

“Darimana kamu tau kedua orang tua ku meninggal karena overdosis?” tanyanya masih dengan air mata yang bergulir jatuh melewati pipinya yang merah.

“Semua orang tau Joelle. Opa merahasiakan darimu, mungkin karena tidak ingin membuat citra buruk tentang orang tuamu, toh pada saat itu kamu masih berumur dua tahun” jelasku kembali. Kini melihat dia mencoba menahan air matanya dengan mendongakkan wajahnya dan terus menerus menatap langit-langit.

“Aku pernah mendengar hal itu, mengenai kedua orang tuaku yang overdosis. Mereka bilang beritanya dimana-mana, aku berusaha untuk tidak mencari tau Gentala, karena Opa selalu meyakinkan aku bahwa papa dan mama meninggal karena kecelakaan. Atau mungkin memang aku memilih untuk lebih mempercayai berita mengenai kecelakaan, karena aku tidak ingin menerima bahwa mereka mengabaikan aku, meninggalkan aku karena overdosis.” Suara sesunggukan tangis Joelle semakin menjadi. Aku mendekatkan diriku, mengelus tangannya yang hangat. “Lalu pertanyaanku yang lain, bagaimana kamu selalu bisa menemui aku disaat aku memiliki masalah dengan para berandalan itu?” tanya Joe ditengah tangisnya.

“Aku berjanji kepada Opa untuk menjaga mu, anggap saja itu bayaran untuk segala kebaikan keluarga kalian untukku.”

“But, how?!” matanya yang sedari tadi dia tujukan pada langit-langit kali ini dia sorotkan padaku.

“Kejadian pertama benar-benar kebetulan, aku memang mengikutimu setiap malam jika kamu keluar rumah. Memastikan kamu terhindar dari masalah. Dan malam ketika kamu diganggu oleh para berandalan itu, saat itu aku memang benar-benar butuh ke toilet. Setelah aku kembali dari toilet, aku mencari mu, memastikan keadaan kamu di dalam club, hingga aku melihat kamu yang sedang berteriak-teriak, dan seorang laki-laki menempelkan sesuatu pada wajahmu. Sedangkan kejadian kedua ini, aku harus berterima kasih untuk GPS yang aku letakkan di mobil yang kamu bawa, dan beruntungnya orang suruhan Andre membawa mobilmu, padalah dia punya pilihan untuk meninggalkan mobil itu di jalan.” Aku bisa membayangkan jika hal itu terjadi, belum tentu Joelle berada di dekatku saat ini. “Tapi kamu tidak perlu khawatir, aku sudah menghubungi polisi untuk mengusut tuntas masalah ini. Kamu aman Joelle” aku mendekatinya dan memberikan pelukan hangat. “Jadi apa sekarang kamu bisa memepercayai aku? Bahwa aku tidak memiliki niat buruk, aku benar-benar ingin menjagamu. Jika kamu tidak bisa menerima alasanku, berpikirlah bahwa apa yang aku lakukan sebagai bakti ku kepada Opa dan keluarga kalian.” Mendengar kata-kata ku Joelle tidak berkata apa-apa selain membalas pelukanku, membenamkan wajahnya ke dalam dadaku. Aku senang dia seperti ini, aku berharap hubungan kami menjadi lebih baik setelah ini.

Hingga suara ponselku mengagetkan kami berdua.

“Sebentar, aku angkat telp dulu” dibalas dengan senyum kecil Joelle. Aku langkahkan kaki ku keluar ruangan untuk mengangkat telp.

*Lima menit berselang

“Ada apa? kenapa wajah mu seperti itu Gentala?!” Suara Joelle meninggi, Joelle sudah tau apa yang akan aku sampaikan.

“Opa, he doesn’t make it, Sorry Joe.” Aku memeluk Joelle kembali, kali ini tangisnya lebih keras dibanding tangis-tangis dia sebelumnya. Hari itu kami berdua kehilangan orang tersayang kami. AYAH, KAKEK, TEMAN kami.