webnovel

Prolog : Awal dari segalanya

Angin malam ini terasa lebih dingin dari biasanya. Kalimat inilah yang terlintas di benak Taka ketika Ia berjalan perlahan untuk menutup jendela kamarnya yang terbuka. Wajah yang memancarkan aura misterius dengan tatapan mata yang serius dan kacamata yang selalu menjadi ciri khasnya. Rambut hitam legam yang panjang, tubuhnya yang ramping, serta mata ungu gelap yang indah membuatnya terlihat menawan di mata orang yang mengenalnya dengan baik. Suasana malam itu terasa sangat tenang, hanya suara jangkrik yang riuh mengisi udara. Bulan purnama menerangi langit malam ini dengan sinar dan menciptakan bayangan yang lembut di sekitarnya. Namun, ketenangan ini tiba-tiba terganggu ketika seseorang datang dan membuka pintu kamarku dengan tiba-tiba. Begitu melihat orang tersebut hanya ada beberapa kalimat yang terbesit di pikiran Taka saat itu. 'lihat betapa menyedihkannya panglima kerajaanku ini… terlalu banyak luka di tubuhnya yang kurus itu… Aku tidak bisa melakukan apapun untuknya sebagai balas budi karena telah menjaga kerajaan ini, dan karena telah menjadi guruku.' Taka merasa tidak berguna dan putus asa begitu melihat wajah panglima yang juga merupakan guru kesayangannya. Wajahnya dipenuhi darah, baju zirahnya juga dipenuhi darah begitu pula dengan pedang Neo yang selalu ada di tangannya, ia selalu menggunakan untuk melindungi kerajaan ini.

"Maaf mengganggu waktu istirahat anda, pangeran Taka. Ada yang harus saya sampaikan." Ucapnya dengan wajah yang berlumuran darah, luka sayatan di dahinya yang terlihat cukup parah "Ada yang harus saya sampaikan tentang kerajaan." Ia menjelaskan kepadaku bahwa kerajaanku, kerajaan Akutsu sedang diserang oleh Kerajaan musuh, Shobu Katsumi… raja dari kerajaan Shobu telah mengumumkan bahwa ia akan memerangi kami. Dan kerajaan Akutsu tidak akan dapat bertahan lama karena penyergapan mereka yang tiba tiba. Guruku, Michael van der Velden menyuruhku untuk pergi dari kerajaan sebelum Christiaan Driessen, panglima musuh menangkapku.

"Saya mohon untuk kali ini saja, tolong pergi dari sini sekarang, waktu kita tidak banyak dan sebentar lagi mereka akan sampai di kastil." Ujarnya dengan wajah khawatir yang tertampang jelas di wajahnya, wajah yang selama ini tidak pernah aku lihat sebelumnya. Dan sekarang aku yakin bahwa situasi ini tidak main main. "Jangan bersikap seakan akan nyawamu itu tidak penting. Jika aku pergi kau dan yang lainnya bagaimana? " Ucapku marah, aku menatap tajam dirinya dan mengepalkan tangannya.

"Jika kita semua tidak bisa pergi bersama setidaknya biarkan aku bertarung bersama kalian disini." Taka menundukkan wajahnya dan wajahnya terlihat sangat tidak bersemangat, tatapannya terlihat kosong seakan akan ia telah kehilangan yang sangat berharga baginya. Panglima itu tersenyum kecil mendengar perkataan Taka dan menaruh tangannya di pundak Taka seraya berkata "Hanya pangeranlah satu satunya harapan kami, jika pangeran tidak selamat maka tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaan ini."

"Saya mohon, demi kerajaan ini. Pergilah ke kota Airo dan kumpulkan pasukan untuk merebut kembali kerajaan ini. Jika anda berhasil, semoga kita masih bisa bertemu dengan selamat." Lanjutnya, wajah senyumnya perlahan menghilang, wajahnya mulai terlihat sedih tapi juga serius di waktu yang sama. Ia berlutut di hadapanku sembari mengucapkan suatu sumpah. "Aku bersumpah, jika aku bisa selamat dari penyergapan ini saya akan menjadi Panglima perang terkuat sekaligus tangan kananmu." Aku hanya bisa tersenyum kecil mendengar perkataannya. Namun, suasana ini menjadi terganggu karena seorang prajurit yang datang dan mengetuk pintu kamarku dengan membawa peralatan perangnya dan memberikan laporan bahwa musuh telah mengepung kastil ini.

"Sudah tidak ada waktu lagi, anda harus segera pergi dari sini sebelum tertangkap oleh Christiaan Driessen." Ucapnya dengan tegas sembari menyuruh salah satu pasukannya untuk mengantarku ke kerajaan Mikado. "Berikan Ini kepada Raja Mikado Akechi, dan katakan padanya gulungan ini dari panglima Michael van der Velden." Ucapnya kepada salah satu prajurit, aku dan pasukan yang diutus untuk pergi ke kota Airo pun pergi meninggalkan Kerajaan Akutsu dan pergi ke Kerajaan Mikado yang ada di Kota Airo.

Baru juga sampai di kota Hoseki, sebuah kota kecil yang jarang dikenal oleh orang luar kami sudah di kepung oleh pasukan musuh yang kebetulan melihat kami meninggalkan Kota Hark. "Kenapa harus sekarang sih, kalau begini terus aku tidak akan bisa sampai ke kota Airo sebelum malam hari." Aku mengucapkan sebuah matra dan muncullah sebuah busur dan anak panah. Aku mempercepat laju Megumi, kuda kesayanganku dan mulai menembakkan anak panahku satu persatu. "Kalian menghindarlah!"aku menembakkan satu anak panahku ke langit dan mengucapkan suatu mantra.

"アーチェリーの芸術:氷の雨" anak panah yang awalnya hanya satu menjadi banyak lalu anak panahku berubah menjadi kristal es yang tajam dan mulai jatuh menghantam bumi seperti namanya hujan es. Aku mempercepat laju kudaku dan aku mulai melihat banyak korban yang mulai berjatuhan dari seranganku ini. Dan tidak ada yang tersisa selain aku dari serangan itu, aku menunggu semua panah itu jatuh dan mulai mengubah anak panah yang tadinya banyak menjadi satu dan kacamataku rusak karena seranganku sendiri dan karena hal itu menciptakan sebuah luka di wajahku, karena itu aku melepas kacamata itu dan menyimpannya di tasku. Aku berjalan mendekati salah satu prajurit yang tergeletak tak berdaya di dekatku. Darahku yang mengalir dari luka yang ada di wajahku masih saja menetes, aku berusaha menadahinya dengan menggunakan tanganku. Aku membuka mulutnya dan membuatnya meminum darahku. Tubuhnya mulai bercahaya dan dia terlihat menjadi lebih muda dari sebelumnya. Darahku bisa melakukan hal seperti ini? Bagaimana bisa? Setahuku darahku hanya bisa menyembuhkan orang lain tapi bagaimana bisa darah ini membuat prajurit itu menjadi lebih muda? Aku membiarkannya istirahat sebentar dan berjalan menuju dua prajurit yang berada di dekatnya dan melakukan hal yang sama pada mereka.

"Kita tidak punya banyak waktu, jadi ayo cepat berangkat." Ucapku dengan tegas, karena aku tau mereka sudah bangun. Kami pun berangkat menuju Kota Airo dan meninggalkan yang lainnya, karena aku tau batas kekuatanku dan aku tidak akan bisa membantu yang lain seperti yang kulakukan pada mereka karena pada dasarnya darahku hanya bisa menyembuhkan orang yang masih belum benar benar meninggal. Begitu sampai di Kerajaan Mikado, kedatanganku di sambut hangat oleh kerajaan Mikado. Aku memberikan gulungan yang aku bawa kepada raja itu.

"Jadi kerajaan Akutsu sedang disergap oleh kerajaan Shobu, Hmm ini menarik...." Ucapnya dengan wajah yang terlihat sedang merencanakan sesuatu, aku hanya bisa diam dan mendengarkan perkataannya. Ku akui ini sedikit aneh, ia memperbolehkanku untuk tinggal di sini dengan mudah. Meski hubungan kerajaan kami lumayan dekat tapi ini sedikit janggal, normalnya jika ia memperbolehkan orang asing tinggal disini pasti akan mengiterogasi dan mengecek apakah aku berbohong atau tidak. Ia sedang meremehkanku? Atau ia sedang meremehkan keluargaku? Kurasa aku juga perlu mengawasinya.

Raja itu memanggil dua remaja laki laki yang seumuran denganku mungkin? yang satu berambut putih keperakan sebahu dan bermata biru muda, hanya dengan melihat penampilannya aku bisa menyimpulkan bahwa dia adalah seorang panglima perang. Yang satu lagi, stylenya sama denganku tapi secara keseluruhan kami berbeda, dia bagaikan matahari yang menyinari banyak orang sementara aku bulan yang hanya bisa bersinar di malam hari. "Riko, Rian. Ada sebuah kabar buruk dan sebuah tugas yang cukup penting untuk kalian."Ucap raja Akechi kepada dua remaja itu. Aku melihat kalung yang dia pakai... kalung itu... aku terdiam sebentar lalu tersenyum kecil 'Aku menemukanmu, Riko. Sepupu jauhku... setelah sekian lama tidak bertemu, aku berhasil menemukanmu sekarang.' Dia masih saja tidak berubah, dia masih memiliki apa yang aku tidak miliki...

"Kabar buruk, ya... kurasa aku sudah tau kabar apa yang anda maksud." Ucap Riko dengan wajah yang tenang tapi aku bisa melihat dirinya sedang serius ketika mengatakan itu. Suaranya terdengar sangat serius menanggapi hal ini. "Kalian diberi sebuah tugas yang penting oleh panglima Michael."Ucap raja dengan tegas sembari menutup gulungan yang ia baca. Suasana yang ada di ruangan ini seketika berubah menjadi dingin. "Tugas kalian adalah mengawal dia."

"Dia?" Suara ini... aku merasa seakan pernah mendengar suara ini tapi aku tidak tau kapan aku mendengar suara yang sama. Dan suara ini berasal dari panglima yang kalau aku tidak salah namanya Rian. Tatapannya terlihat sangat bersahabat, senyum selalu terukir di wajahnya.

"Iya dia... yang sedang berada di sebelah kalian saat ini, dan semoga kalian bisa akrab." Ujar Raja itu dengan wajah yang kembali menghangat. Singkat cerita, Kami bertiga pergi meninggalkan kastil itu, Suasananya menjadi cukup canggung... hingga Riko memecah suasana ini dengan berkata "Jadi.... siapa namamu ?" Dia ini cerdas atau bodoh sih? Bagaimana bisa dia tidak menyadari dan melupakan sepupu jauhnya ini. Tapi ya sudahlah...

"Namaku Taka. Sebagai murid dari panglima Michael dan saudara seperguruan, aku harap kita bisa menjadi teman." Ucapku dengan senyumku. Aku tidak tahu apakah senyum ini palsu atau tulus... tapi satu yang aku bisa pastikan, mereka telah membuka diri mereka padaku. "Namaku Riko dan pria yang ada di sebelahku ini Rian." Suaranya menjadi lebih lembut dari sebelumnya. Akhirnya kami sampai di hutan Kurokami, hutan yang cukup mengerikan... semua hewan buas ada disini, hutan ini juga di sebut hutan kematian karena semua orang yang datang kesini tidak pernah bisa kembali dengan keadaan sehat. Aku dan mereka berdua mendirikan sebuah rumah yang sederhana tapi cukup bagus. Dan dalam waktu beberapa hari terakhir, Taka sudah mendengar rumor bahwa kematian ayahnya, ayahnya yang telah tewas ditangan Gian. Dendamnya semakin bertambah dan semakin besar, tapi Taka sadar bahwa saat ini dia belum memiliki pasukan yang cukup untuk membalaskan dendamnya. Pasukannya terdiri dari 6 orang : Riko (sepupu jauhku), Rian (teman seperguruanku), Kyosuke (anak raja Akechi yang menjadi temanku tapi dia memiliki nama lain yaitu Raido), Daiki yang memiliki codename Rai (prajurit yang aku selamatkan dan dia aku jadikan seorang ninja), Matsuo dengan codename Haru dan Shouta dengan codename Adi (prajurit yang aku selamatkan selain Daiki, mereka aku jadikan sebagai samurai samuraiku).

"Riko! Aku ada urusan sebentar jadi tolong jaga rumah, ya!" aku berjalan menuju pintu dan membuka pintu dengan pelan lalu pergi dengan waspada. "Iya, hati hati di jalan dan jangan pulang larut malam." Aku melangkahkan kaki di gelapnya malam. Hingga akhirnya aku telah sampai di sebuah taman kecil, 'Rai, kau ada disana, kan?' Aku memutar badanku dan menatap seorang pria yang memakai jubah coklat tepat di belakangku, ia membuka tudung jubahnya dan memperlihatkan wajahnya. Rambut hijau lumut yang telihat sangat lembut, mata emerladnya selalu menjadi ciri khas dan tidak lupa masker hitam yang selalu menempel di wajahnya. Tubuhnya tidak kurus tapi juga tidak gemuk, gerakannya cukup gesit karena itu aku memilihnya untuk menjadi ninjaku.

"Ada apa tuanku? apakah ada tugas untuk saya?" ia berlutut di depanku. Aku berhenti lalu membalikkan badanku ke arahnya sembari berkata "Ini hadiahmu, disitu ada tiga buah cincin. cincin berwarna hijau itu milikmu, cincin berwarna merah untuk Haru dan cincin yang biru untuk Adi. Aku tidak sempat bertemu dengan mereka jadi aku titip itu untuk Haru dan Adi." Aku melemparkan sebuah kotak yang tidak besar tapi juga tidak kecil. "Tugasmu yang lain adalah menyelidiki apa yang Shobu Katsumi rencanakan dan tolong selidiki sesuatu tentang Akizuki Ria. Jika kedua itu selesai, tugasmu yang berikutnya adalah bantu aku mengumpulkan pasukan." Aku memakai kacamataku yang berhasil aku perbaiki, dan berjalan melewatinya.

Taka menoleh ke arah Daiki, di matanya terlihat penuh dendam dan aura di sekitar tubuhnya benar benar gelap dan mencekam. Bulan purnama berada tepat di belakangnya, hal itu membuatnya terlihat seperti sedang bercahaya. Ia menutup matanya, auranya semakin mencekam dan menyebar keseluruh kota.... Angin malam yang dingin berhembus... rambutnya bergerak mengikuti arah angin itu dan ketika ia membuka matanya.... hanya ada satu kata yang cocok untuk menggambarkan tatapan matanya... hanya satu kata dan kata itu adalah kebencian.... hanya itu yang ada pada tatapannya malam itu.