Pada jaman dahulu, adalah sebuah kerajaan nun jauh di kaki sebuah gunung. Tanahnya subur, rakyatnya hidup makmur dan berkecukupan. Raja muda yang memerintah kala itu amat dicintai rakyat. Istananya besar dan megah, dikelilingi kebun yang luas sampai ke tepi hutan. Raja membuat sebuah kolam di tengah kebun, khusus untuk permaisuri yang dicintainya.
Namun ada satu hal yang merisaukan hati sang Raja. Sekian tahun sudah ia mengambil permaisuri, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Berbagai cara sudah dicoba, dan mereka hampir putus asa. Padahal Raja ini nafsunya besar sekali. Selain satu permaisuri, raja mempunyai 12 gundik untuk melayaninya, setiap saat dia butuh pelampiasan. Anehnya, tak satupun dari wanita-wanita ini berhasil dihamili. Lalu seorang nenek sihir memberi ramuan spesial buat Raja, dan melarangnya menemui gundiknya selama beberapa minggu.
Akhirnya, Raja selalu melampiaskan nafsunya dengan si permaisuri, hampir tiap malam terdengar beberapa kali rintihan permaisuri, dan erangan nikmat sang Raja, dan sembilan bulan kemudian lahirlah seorang putri yang sangat cantik. Rambutnya ikal, matanya besar, kulitnya putih mulus, dengan pipi sehat berwarna pink dan bibir yang merah merekah. Raja dan ratu mengadakan pesta besar untuk memberi nama putri mereka ini, dan mereka mengundang semua peri dan jin yang ada di hutan dan gunung untuk memberkatinya.
Pesta berjalan meriah. Orang-orang bijak memberi nama Maya, pada putri cilik ini. Semua rakyat diundang, dan ketika orang-orang sedang menikmati makanan dan tarian, tiba-tiba ada keributan di pintu gerbang. Ternyata Raja dan ratu lupa mengundang nenek yang membantu permaisuri supaya bisa hamil. Dan si nenek sihir berusaha masuk dengan paksa, dihadang prajurit istana. Raja dan ratu mohon maaf kepada si nenek, dan berkata bila dia itu mau, akan diberikan tempat duduk terhormat di meja makan, dengan makanan di piring emas dan minum dari gelas kristal. Namun si dukun sudah keburu sakit hati. Dan karena dia pikir dia yang terakhir datang, dikutuklah si bayi itu.
"Terkutuklah Putri Maya! Di usianya yang ke-17 ia akan tertusuk jarum, dan dia akan MATI!" Teriak si nenek menggelegar. Kemudian dia menghilang begitu saja, raib tanpa bekas.
Raja dan ratu dan semua orang di pesta itu tertegun, dan pesta meriah berubah menjadi duka cita. Ratu menangis dan semua orang bersedih.
Tapi tiba-tiba seorang peri berkata", Jangan sedih, aku masih keturunan orang berilmu, meskipun aku tak mampu menghapus kutukan nenek sihir, aku bisa memperkuat sang putri hingga ia tak akan mati".
Semua orang pun melihatnya dengan penuh harap.
"Dan kuramalkan, akan datang pangeran yang sungguh perkasa untuk menyelamatkan sang putri, hanya pangeran inilah yang tahu caranya".
Orang-orang mendesah lega, dan pesta pun berlanjut dengan gembira. Raja memerintahkan agar semua jarum di kerajaan itu dimusnahkan.
Mendekati usianya yang ke-17, Putri Maya bertambah cantik, ia pun sangat pandai dan selalu ingin tahu. Pada suatu hari ia berjalan-jalan di kebun bunga istana, dan ia melihat seorang nenek duduk di dekat kolam, memegang sesuatu di tangannya.
"Selamat siang, Nek", katanya sopan.
"Boleh kutahu apa yang nenek pegang itu? Aku tak pernah melihatnya".
"Oh, tentu Tuan Putri", kata si nenek.
"Duduklah disampingku. Ini adalah jarum untuk merajut, lihat, dua helai benang bisa menghasilkan kain yang indah".
"Indah sekali hasil rajutan Nenek!", sang putri mengagumi syal yang sedang dibuat nenek itu.
"Warnanya lembut dan rasanya halus sekali".
Sejak raja memusnahkan semua jarum, kerajaan itu tak mampu membuat kain. Rakyat dan penghuni istana memakai baju yang nyaris compang camping.
"Maukah kau mencoba membuat?" si nenek menawarkan.
"Oh, tentu, Nek, kalau nenek tidak keberatan".
Dan tentu saja nenek itu adalah jelmaan penyihir yang mengutuk Putri Maya dulu. Begitu jari sang putri menyentuh jarum, jarinya tertusuk dan sang putri jatuh tak sadarkan diri. Nenek sihir itu tertawa girang, dikiranya Putri Maya sudah mati seperti kutukannya. Ia pun tersenyum puas dan menghilang ke dalam hutan. Raja dan ratu sungguh bersedih hati, kutukan telah menjadi kenyataan. Mereka membaringkan Putri Maya yang tak sadarkan diri itu. Orang pintar dan pangeran-pangeran diundang untuk mencoba mengobati sang putri, namun tak satupun berhasil. Beberapa waktu kemudian, adalah wabah penyakit melanda kerajaan, dan sungguh menyedihkan. seluruh rakyat dan orang-orang istana, termasuk raja dan ratu, meninggal satu demi satu. Putri Maya kini sendirian. Peri yang baik hati menyesal karena tidak bisa melindungi orang-orang di dekat sang putri. Sebagai tanda penyesalannya ia menyihir hutan di sekeliling istana menjadi semak belukar berduri, dan hanya sang pangeran perkasa yang nantinya bisa menerobos hutan itu.
Putri Maya terbaring di kamar di menara. Gaun tidurnya indah berenda dan berpita. Supaya tidurnya nyaman, putri dipakaikan gaun tidur dari bahan yang paling halus. Gaun itu mengikuti lekuk-lekuk tubuh sang putri, menonjolkan bukit dadanya yang menantang, perutnya yang rata, pinggulnya yang membulat seksi dan kakinya yang panjang. Setiap lelaki yang melihatnya pasti terangsang untuk menyetubuhi sang putri yang seksi.
Dua ratus tahun kemudian, seorang pangeran yang gagah berani mendengar dongeng tentang si putri yang tertidur. Pangeran ini tergugah untuk mencari kebenaran cerita itu. Hutan belukar yang masih merupakan daerah kekuasaannya tak pernah dimasuki orang. Pangeran ini sangat tampan namun playboy. Sang pangeran mempunyai nafsu seks yang besar dan dalam usianya baru 25 sudah membangun istana harem dan mempunyai beberapa selir. Tapi pangeran ini sungguh berani dan selalu menang dalam pertempuran. Setelah peperangan yang kesekian, ia minta cuti dari ayahandanya, sang raja, dan mulai bertualang.
Di tepi hutan belukar, sang pangeran tertegun. Duri-duri belukar menghadang jalannya. Dengan pedangnya sang pangeran membabat pohon dan semak belukar, membuka jalan menembus hutan. Pada hari keempat, ia mulai berpikir bahwa sang putri adalah cerita belaka. Tapi begitu dilihatnya betapa jauh sudah ia di dalam hutan, ia memutuskan untuk tidak putus asa dan mencoba sedikit lagi. Sungguh ajaib, kerjanya terasa lebih mudah sekarang, pohon-pohon seakan membuka jalan untuk sang pangeran dan kudanya. Pada hari ketujuh, sampailah ia di depan gerbang tua yang tertutup lumut dan tumbuh-tumbuhan.
Sang pangeranpun segera masuk. Suasana sunyi senyap. Sinar mentari menerangi halaman istana. Tak seorangpun terlihat. Sang pangeran mulai melihat-lihat setiap ruangan di istana tua itu. Istana ini amatlah kaya, harta berlimpah di tiap ruang. Tapi semua barang dari kain sungguh rapuh dan langsung hancur begitu tersentuh. Penduduk kerajaan ini pasti tidak bisa membuat kain, gumam sang pangeran. Tak lama kemudian ia sampai di kaki sebuah tangga batu yang adalah jalan ke menara. Sesampai di puncak menara ada sebuah pintu. Itulah pintu kamar Putri Maya. Sang pangeran terpana memandang sang putri. Meskipun sudah dua ratus tahun, sang putri tetap muda dan cantik, waku seakan tak menyentuhnya. Posisi tidur sang putri sungguh mengundang, lengan kanannya terangkat ke atas, dan paha kirinya terbuka. Pelan-pelan sang pangeran menghampiri ranjang di tengah ruangan itu. Ditepuknya pipi sang putri. Tak ada reaksi. Pangeran ingat, dalam dongeng, putri cantik yang tertidur akan bangun begitu dicium bibirnya. Pangeran mencoba mencium sang putri. Tetap tak ada reaksi. Dikulumnya bibir sang putri yang penuh dan merah itu. Lembut sekali, tapi sang putri tak terbangun, dan tak membalas ciumannya juga.
Disentuhnya gaun tidur sang putri. Seperti kain-kain di istana itu, gaun itu langsung hancur tersentuh. Entah karena tua, entah karena rapuh. Sang pangeran tersenyum puas. Nafsunya bangkit menatap kemolekan tubuh muda Putri Maya. Perlahan dielusnya paha sang putri, ditepiskannya kain rapuh yang menutupi kemaluan sang putri. Sang putri mendesah pelan dalam tidurnya. Lalu dengan cepat sang pangeran meraba dan menepis gaun tidur sang putri. Sekejap kemudian terpampanglah seluruh tubuh seksi sang putri, telanjang bulat di ranjang itu.
Tangan sang pangeran bermain di kemaluan sang putri, meraba sekelilingnya, menyentil klitorisnya, bahkan mencoba memasukkan telunjuknya ke vagina sang putri yang permukaannya dihiasi bulu halus dan lebat. Supaya tidak menghalangi, dibukanya juga paha sang putri yang satu lagi, hingga posisinya sekarang mengangkang lebar. Terasa vaginanya mulai basah, sang pangeran terus memanipulasi daerah sensitif itu hingga mengeluarkan cairan dan nafas sang putri makin cepat. Putri masih terlelap, sesuai kutukan, pangeran harus mencium sang putri sebelum sang putri membuka matanya. Sang pangeran mulai membuka bajunya, celananya terasa ketat karena penisnya yang besar sudah mulai bangun. Dilepasnya sepatu bot, ikat pinggang, celana. Sekejap kemudian ia sudah telanjang bulat juga. Pangeran sangat bangga sekali dengan tubuhnya yang kekar. Dadanya bidang berotot, perutnya rata dan keras, lengan dan kakinya kuat karena sering bermain pedang dan berkuda. Dielus dan diurutnya penisnya yang panjang itu sambil memandangi takjub pada tubuh bugil sang putri, pahanya yang sudah terbentang lebar, dengan kemaluan merah merekah seolah siap dinikmati.