webnovel

Derai

Matahari sudah tiada.

Bulan benderang di langit gelap.

Awan hitam kian lama kian menutupi sinarnya. Perang sudah dimulai sejak gelap mulai datang. Suara bising teriakan dan pantulan benda tajam mengema d seluruh area. Tentara Mongol sangat banyak. Membuat mereka terpojok hingga ke pemukiman. Untungnya kota sudah di kosongkan sejak kemarin.

Semua orang lelah menghadapi tentara Mongol. Terutama kesulitan menghadapi pembawa senapan.

Kali ini Rinaya harus memuji Mandalika Wilis.

Pasukan dari Istana mandalika datang membantu. Tepat di saat semangat mereka hampir padam.

Boris "Anda yakin tidak ada rencana tambahan?"

Tuan Baskara "Saya senang Anda datang membantu. Aku kira ini sudah cukup. Kita hanya harus terus berjuang."

Rinaya berdiri di atas sebuah gapura berukir dari batu "Ku kira kau tidak akan datang!"

Boris mengayunkan senjatanya menyayat musuh musuhnya "aku hanya sedikit berubah pikiran"

Sementara Bayu dan Dhika bertarung berpunggungan. Mereka adalah pasangan hebat. Tanpa tanda dan aba aba. Mereka bisa bekerja sama dengan baik. Masih sama seperti dulu. Selalu seperti itu. Meski beberapa waktu lalu mereka sedang berselisih paham.

Bayu "Kau semakin hebat! Kurasa kau akan cocok sebagai Balapati"

Dhika "Kau terlalu banyak bicara."

Bayu "Hahaha. Kau tau, kurasa suatu saat nanti kita harus mencoba berduel."

Haris "Disaat seperti ini kau masih bisa ngobrol santai. Kau memang sudah sinting."

Bayu "Haris, jangan sampai lengah."

Haris "Malah menasehatiku."

Kemenangan hampir di genggaman. Bantuan dari Boris sangat berdampak besar pada Mongol. Mereka bisa bernafas lega. Semangat kembali merasuki. Demi kemenangan. Mereka tidak rela tanahnya dijajah bangsa lain. Hanya mungkin mereka melewatkan satu hal. Tiba tiba saja ratusan kelelawar muncul entah dari mana. Melemparkan sesuatu. Mengenai banyak orang. Sesuatu seperti parasit melekat pada setiap orang yang terkena lemparan dari kelelawar itu. Semua orang tidak menyangka akan ada hal seperti ini.

Setengah pasukan Mongol berubah menjadi manusia manusia yang dirasuki. Menjadi manusia berkekuatan hingga sepuluh kali lipat. Namun anehnya. Siapapun yang dirasuki. Mereka tidak menyerang tentara Mongol. Mereka hanya menyerang prajurit Kita. Bahkan sang Panglima Mongol hanya berdiri tanpa takut sekalipun. Seolah ini memanglah rencana nya.

Rinaya "Kenapa seperti ini?"

Bayu "Sudah kuduga ada yang tidak beres tapi aku tidak menyangka seperti ini."

Dhika "Jika seperti ini kita mungkin akan kalah."

Haris "Bahaya, menghadapi satu saja sangat sulit. Ini bahkan mungkin lebih dari seratus orang."

Jaka "Putri. Apa yang harus kita lakukan."

Rinaya terdiam beberapa saat "aku... Akan bertarung sampai mati."

Jaka mengacungkan busurnya hingga semua rekan nya melihat dia "Bertarung hingga mati!!!" Teriakannya menggerakan semua anggota Halimun. Mereka ikut berteriak seraya mengacungkan senjata. Mereka mengikuti perintah Rinaya.

Serentak semua berlari menghadang musuh. Semangat membara di setiap pasang mata. Menyerang musuh musuh di hadapannya. Busur di tangan kiri, pedang di tangan kanan. Sesekali menebas. Sesekali melemparkan pedangnya melesatkan anak panah. Rinaya menerjang musuh.

Eh, ada yang aneh. Ada apa dengan mereka? Prajurit Halimun dengan mudah melukai mahluk mahluk itu. Anehnya, mereka tidak menyerang balik.

Rinaya dan Jaka menyadari hal itu. Mereka saling bertatapan dikejauhan. Mengerutkan dahi. Tidak mengerti dengan semua yang terjadi. Mahluk itu hanya berlari melewati mereka. Hanya Bandit Halimun yang tidak di serang mereka.

Jaka "Putri, mengapa mereka tidak menyerang anggota kita?"

Rinaya "Ini tidak baik Jaka. Jika seperti ini. Kita akan dicurigai."

Jaka "Apa yang harus kita lakukan?"

Rinaya "Gunakan kesempatan ini. Tetap Habisi mereka."

Jaka mengangguk dan kembali bertempur.

Dhika berlari mendekat "Ada apa ini? Mengapa mereka tidak menyerang kelompokmu."

Rinaya "Tidak tau."

Dhika "Kau benar benar tidak tau apapun? Kau berkata jujur?"

Rinaya "Disaat seperti ini aku bahkan tidak bisa berfikir jernih."

Bayu berteriak dari kejauhan sambil menghadang musuh di depannya "Bukankah sudah kubilang untuk meninggalkan kelompok itu."

Rinaya menghapus semua pikiran itu untuk sementara. Dia lalu kembali kedalam pertarungan. Terasa sedikit lebih mudah bagi anggota Halimun. Namun energi mereka sudah sampai batas. Mereka tetap kesulitan mengalahkan musuh yang kini semakin kuat.

"Ini tidak akan ada akhirnya." Bayu melompat ke atas benteng batu. Mengeluarkan peluitnya yang tiba tiba saja ada di tangannya lalu meniupnya dengan lembut. Sama seperti sebelumnya. Seiring suara peluit itu berbunyi. Kepulan asap hitam muncul dari kejauhan. Semakin lama semakin jelas mendekat. Semakin terlihat bentuk dan rupanya. Ribuan kelompok serigala berlari mendekat. Bermata tajam bertaring panjang. Memancarkan aura kemarahan. Sangat menyeramkan. Semua orang kembali terpaku melihat itu.

Panglima Mongol terdiam seakan tidak percaya pada apa yang di lihatnya. Serigala serigala itu menyerang dengan ganasnya. Semua orang ngeri melihatnya mencabik cabik mangsa.

"Bukankah seharusnya kulakukan ini sejak awal. Mungkin korban kita tidak akan banyak."

Serigala itu memang menyerang manusia yang sudah di rasuki. Namun beberapa dari mereka juga menyerang selain mahluk itu. Manusia, prajurit Sunda. Beberapa serigala kecil tidak terkendali. Tapi hanya beberapa saja. Dibanding dengan seribu serigala yang tepat menyerang mahluk itu.

Boris berteriak marah "Kenapa serigala mu melukai prajuritku?"

Bayu "Itu hanya beberapa orang. Lihatlah yang lainnya. Mereka menghabisi mahluk boneka itu."

Hal seperti itu tetaplah akan di anggap kesalahan bagi Boris. Mungkin juga yang lainnya menganggap hal yang sama. Itu lah yang selalu di khawatirkan Dhika dan Rinaya.

Tapi Bayu tetap berkepala batu. Rinaya yakin Bayu memiliki alasan sendiri. Tapi tetap saja peristiwa kali ini akan membuatnya hitam di mata yang lain. Terutama karena dia berteman dengan serigala serigala itu.

Boris "Jika tidak bisa kau kendalikan maka lebih baik kau tidak melakukannya"

Bayu "Apa semua prajurit mu di jamin tidak akan menghianatimu?

Boris "Kau..."

Tuan Baskara "Berhenti berselisih. Kita selesaikan dulu peperangan ini."

Pertarungan berlangsung cukup lama. Tapi dengan bantuan serigala serigala itu. Pasukan Mongol berlari mundur. Hanya sedikit dari mereka yang tersisa. Dalam waktu yang lama mereka tidak akan berani untuk datang lagi ke tanah itu.

Kemenangan telah di dapatkan. Banyak prajurit yang terluka termasuk Haris, Dhika, dan tuan Baskara terluka cukup parah.

Tapi perselisihan masih terus memanas.

Rinaya mendekati Jaka yang sedang membantu merawat yang terluka "Jaka apakah anggota kita banyak yang terluka?"

Jaka mengangguk "Cukup banyak tapi tidak terlalu parah"

"Minta semuanya untuk kembali sekarang juga. Sebaiknya kita jangan berlama berada disini"

Jaka mengangguk "Bagaimana denganmu. Kau ikut kembali bersama kami?"

"Aku akan menyusul. Ada hal yang harus aku lakukan lebih dulu."

Jaka menarik tangan Rinaya ketika Rinaya hendak pergi "Apa lagi hal yang belum kau lakukan? Kau sudah melakukan banyak hal untuk mereka. Kita harus kembali bersama sama."

Rinaya mendekati wajah Jaka dan berbisik "Aku sangat gelisah. Firasatku sangat tidak enak. Jika kau tidak segera pergi dari sini aku tidak akan tenang."

"Apa ada hubungannya dengan kelompok ini?"

"Tidak tau. Tapi aku takut itu benar. Pergilah. Carilah tempat persembunyian. Aku akan memastikan sesuatu."

"Jika memang berbahaya maka sebaiknya kita pergi bersama."

Rinaya terdiam. Matanya mengawang entah kemana. Seakan memikirkan hal yang jauh tidak di mengerti semua orang. Teringat perkataan seorang arwah penghuni pohon besar. Ini bukan tempatmu. "Jaka. Keselamatan kelompok ada padaku. Jika aku bisa sedikit saja membuat perubahan untuk menyelamatkan semua dari bahaya, maka akan ku lakukan itu. Tidak perlu khawatir. Aku akan kembali. Percaya padaku."

Jaka melepaskan genggamannya. "Baiklah. Tepati janjimu. Aku akan menungumu kembali."

Tidak butuh waktu lama perintah dari Rinaya langsung mereka lakukan saat itu juga. Kelompok Bandit Halimun pergi. Menghilang tanpa ada yang mengetahui.

Rinaya mengetuk sebuah pintu kamar. Sebuah bangunan besar di kota yang sengaja di kosongkan itu.

"Bayu, kau di dalam?"

"Masuklah" seru seseorang dari dalam ruangan.

Terlihat dua orang saling berhadapan satu sama lain. Memancarkan aura kemarahan.

Rinaya "Dhika, kau disini?"

Bayu "kau datang di saat yang tepat Rinaya!"

Rinaya "ada apa? Kenapa kalian seperti ini? Ha... Dhika kau terluka?" Noda darah menembus kain pakaiannya di tangan kirinya seperti luka sayatan pedang. Bahu kanan terluka seperti luka tembakan. "Kau baik baik saja?"

Dhika menghiraukan semua ucapan Rinaya. Matanya masih tetap menatap tajam Bayu di hadapannya.

Bayu "Rinaya, dia kesini bukan untuk meminta pengobatan."

Dhika "Jawab Pertanyaanku!"

Lagi lagi. Rinaya berada di antara sebuah perselisihan. Tapi kali ini Dhika terlihat benar benar marah. Dhika seakan menahan emosinya. Pedang di genggamannya seakan tercekik cengkramannya yang semakin kuat.

Dhika melangkahkan kakinya mendekati Bayu. Khawatir Dhika melakukan sesuatu, Rinaya segera melangkah dan berhenti diantara mereka. Rinaya melebarkan tangannya menghentikan Dhika. "Eh, Dhika apa yang akan kau lakukan?"

Dhika "Jangan halangi aku!"

Bayu "Kau ingin aku bertarung denganmu?"

Dhika "Berhentilah keras kepala!"

Bayu "Baiklah aku akan melayanimu"

Rinaya "Bayu!! berhentilah bicara seperti itu. Dhika. Kumohon hentikan ini. Kita bisa bicarakan semua baik baik, ya!"

Terdengar suara gaduh dari luar. Bayu dan Rinaya mngintip dari jendela. Ruangan itu terletak di lantai dua. Mereka bisa dengan jelas melihat keadaan di luar. Di depan bangunan itu.

Bayu "Mereka mencari masalah lagi! Kali ini apa?"

Seketika mereka bertiga terkejut. Seseorang menendang pintu ruangan dengan sangat keras. Hingga pintu itu rusak. Terlepas dari engselnya.

Seorang prajurit berseru kepada atasannya "Jendral. Dia di sini!"

Beberapa prajurit masuk dan menghunuskan senjatanya. Tidak lama kemudian Boris muncul melewati pintu. Boris melambaikan tangannya lalu berkata "Tidak perlu terlalu tegang. Duduk lah. Banyak yang harus kita bahas."

Sesuatu pasti terjadi. Boris tidak mungkin bersikap ramah pada mereka. Bayu menarik lengan Rinaya dan maju selangkah di depannya. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

Dhika seperti sudah menduga ini. Dia merentangkan salah satu tangannya untuk Rinaya yang berada di belakangnya.

Boris "Bukan dengan kalian berdua. Tapi dengan dia. Aku yakin dia telah menipuku. Jadi aku kesini ingin memberi dia hukuman."

Rinaya "Aku tidak menipu siapapun"

Boris menghela nafas. "Sesungguhnya aku ingin membunuhmu tapi aku harus menahan itu untuk pamanku."

Dhika "Apa yang terjadi?"

Boris "Semakin lama paman ku semakin terlihat tidak sehat. Dia terlalu terlena dengan giok itu. Dia bahkan tidak mau mendengar siapapun. Aku yakin satu hal. Kau sudah melakukan sesuatu dengan giok itu."

Rinaya "Apa kau bodoh. Kau pikir aku bisa melakukan sesuatu untuk hal sebesar itu?"

Boris "Kalau begitu satu satunya cara adalah membunuhmu kau tau. Giok itu hanya mengikuti perintah tuannya hingga selesai. Atau hingga dia mati. Semua selesai. Lagipula. Kesalahanmu bukan hanya itu. Setelah yang aku lihat pertempuran barusan. Kenapa mahluk itu tidak menyerang kelompokmu? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?"

Bayu "kau mencoba untuk bernegosiasi?"

Boris "Tidak. Aku hanya ingin memastikan."

Bayu "Dia tidak ada hubungannya dengan itu."

Boris tertawa. "Hahah, bagaimana bisa aku percaya padamu. Kau juga sama sama berkhianat. Melihat anjing anjingmu yang malah menyerang prajurit sendiri."

Dhika "Sebenarnya apa yang kau ingin katakan?"

Boris "Aku mencoba menahan emosiku karena aku menghargaimu tuan muda Wiriya. Dan untukmu. (Menunjuk Bayu dengan telunjuknya) Kau akan menjadi sorotan bagi seluruh petiggi karena penyimpangan yang kau lakukan." Tiba tiba saja boris terhenti lalu meninggikan suaranya "Tangkap gadis itu. Bawakan kepalanya untuk hadiah pamanku."

Serentak semua prajuritnya menyerang. Dhika dan Bayu berusaha menghadangnya. Rinaya melompat keluar melalui jendela di belakngnya. Bayu dan Dhika berlari menyusul. Sayangnya langkah mereka terhenti. Mereka terjebak dalam lingkaran kepungan. Seperti semua sudah di rencanakan. Bahkan Haris dan tuan Baskara sudah berdiri disana.

Haris "Sebenarnya ada apa ini? Bayu berhentilah berbuat onar!!"

Tuan Baskara "Dhika bisa kau jelaskan situasi ini?"

Boris datang dari kerumunan " ck ck ck. Usaha yang sia sia. Aku ingin bertanya kepada semuanya. Apakah perlu dua orang ini di beri ampun atas penghianatan yang mereka lakukan?"

Rinaya "Tidak bisakah kau berhenti memfitnahku?"

Boris "Semua orang melihat itu. Benarkan?"

Seorang orajurit berseru. "Aku melihatnya. Mahluk itu tidak ada satupun menyerang kelompok dia"

Prajurit lain menimpali dengan jawaban yang sama. Membuat Rinaya tersudut.

"Aku juga melihat beberapa anjing menyerang kita"

Boris "Kalian bisa dengar sendiri. Itu berarti mereka memang sudah merencanakan ini."

Rinaya "Bukankah kami juga membantu bertarung? Apa itu tidak dihitung?"

Bayu "Percuma menjelaskan. Tidak akan ada yang percaya. Kali ini memang kita berdua sedang sial."

Tuan Budhi datang dari kerumunan "hei ada apa ini ramai ramai. Bukankah seharusnya kita berpesta?"

Boris "Tangkap gadis itu!!" Seketika semua prajurit yang mengepungnya menyerang. Tidak ada celah untuk Rinaya bisa melarikan diri. Tapi Bayu dan Dhika menghadang seluruh serangan itu.

Tuan Baskara "Dhika! Berhenti melawan!"

Tuan Baskara tau Dhika mencoba melindungi temannya. Tapi apa yang dikatakan Boris sangat masuk akal. Terutama dia juga melihat sendiri bagaimana mahluk itu melewati anggota Halimun. Namun tuan Baskrta tidak serta merta menuding siapa salah siapa benar. Pastilah ada yang bisa dijelaskan. Hanya saja dia tidak suka ketika anggota keluarganya terlibat hal seperti ini. Ini akan merugikan nama besar keluarga Wiriya. Terlebih lagi ini melibatkan seluruh tanah Sunda Utara.

Rinaya hanya memiliki beberapa anak panah. Pertarungan jarak dekat bukanlah keahliannya. Dia hanya bisa memukul musuh di titik titik vital hingga musuh sulit untuk bergerak.

Haris "Bayu! Berhentilah!" Dia maju menghadang Bayu. Hingga terpisah dari Dhika dan Rinaya.

Sementara Tuan Baskara menghadang Dhika. "Dhika berhentilah. Kau harus mendengarkan aku"

Rinaya membidik Boris dengan busurnya. Namun dia menyadari bahwa kini dia hanya sendiri di kelilingi prajurit bawahan Boris.

Tuan Budhi "Nurmala apa yang sebenarnya terjadi?"

Rinaya "Tuan, aku bersumpah aku tidak pernah berusaha untuk menghianati siapapun."

Tuan Budhi seolah mengerti situasinya. "Tuan Muda, kumohon biarkan dia pergi. Dia hanya seorang gadis kecil"

Boris tertawa "Apa kau berusaha menebus kesalahanmu padanya? Tidak akan aku biarkan dia lolos sampai kapanpun."

Seorang prajurit berlari dan melukai kaki Rinaya. Dia tersungkur berlutut di hadapan semua orang. Boris dengan cepat Mengayunkan pedangnya ke arah Rinaya yang tak bisa berkutik lagi. Semua orang tidak menyangka Boris bertindak secepat itu.

Tapi bukan itu yang membuat semua orang mematung. Sosok tinggi besar seorang jendral berhasil menyelamatkan nyawa Rinaya. Menukarnya dengan nyawanya.