webnovel

NITYASA : THE SPECIAL GIFT

When death is a blessing. Bagaimana jika lingkup sosial kita di isi oleh orang-orang menakjubkan? Diantaranya adalah orang yang mempunyai anugerah di luar nalar. Salah satunya seorang bernama Jayendra yang berumur lebih dari 700 tahun dan akan selalu bertambah ratusan bahkan ribuan tahun lagi. Dia memiliki sebuah bakat magis yang disebut Ajian Nityasa. Kemampuan untuk berumur abadi. Mempunyai tingkat kesembuhan kilat ketika kulitnya tergores, tubuh kebal terhadap senjata dan racun, fisik yang tidak dapat merasakan sakit, serta tubuh yang tidak menua. Namun dari balik anugerah umur panjangnya itu, gejolak dari dalam batinnya justru sangat berlawanan dengan kekuatan luarnya. Pengalaman hidup yang dia lewati telah banyak membuatnya menderita. Kehidupan panjang tak bisa menjaminnya untuk bisa menikmati waktunya yang melimpah. Kebahagiaan tak lagi bisa dia rasakan. Dari semua alasan itu, maka baginya kematian adalah hal yang sangat ia damba. Tetapi malaikat pencabut nyawa bahkan tak akan mau mendekatinya yang telah dianugerahi umur abadi. Pusaka yang menjadi kunci satu-satunya untuk menghilangkan Ajian Panjang Umur itu telah lenyap ratusan tahun lalu. Maka jalan tunggal yang harus ditempuh adalah kembali ke masa lalu. Tidak, dia tidak bisa kembali. Orang lain yang akan melakukan itu untuknya. Seorang utusan akan pergi ke masa lalu bukan untuk merubah, tetapi untuk menguji seberapa besar batasan kepuasan manusia. Masa lalu berlatar pada awal abad 13 di Kerajaan Galuh pada masa kepemimpinan Maharaja Prabu Dharmasiksa. Di zaman itulah misi yang semula hanya untuk mengambil sebuah pusaka seolah berubah menjadi misi bunuh diri. Kebutaan manusia akan sejarah membuatnya terjebak pada konflik era kolosal yang rumit. Mampukah mereka melakukannya? Atau akan terjebak selamanya?

Sigit_Irawan · História
Classificações insuficientes
240 Chs

20. Pengadilan Kotaraja

Keesokan harinya, Mahaguru Sutaredja, Jayendra, Seruni, Lingga, Saksana, dan dua orang murid lain yang menjadi kusir kereta serta tahanan yang mereka bawa telah tiba di Kota Saunggalah. Yaitu kota pusat pemerintahan Kerajaan Galuh. Mereka memasuki Pasar Besar yang menjual berbagai macam barang. Kerajaan membagi pasar menjadi banyak area.

Area pertama yang mereka lewati adalah khusus untuk pedagang makanan, minuman, juga terdapat beberapa rumah makan yang cukup mewah dan mahal.

"Wah, di sini rumah makannya bagus-bagus ya, Kang?" ujar Saksana.

"Kita tidak akan mampu makan di tempat seperti ini, pasti makanannya mahal-mahal." Lingga menimpali Saksana. Mereka berdua terperanjat melihat bangunan sekitar yang sangat elok nan megah. Sebab, ini pertama kalinya mereka mengunjungi Kotaraja Saunggalah.

Area kedua adalah pasar yang menjual berbagai kerajinan mulai dari guci, patung, lukisan, anyaman bambu, kain batik, pakaian jadi, dan sebagainya.

"Di sini banyak sekali barang-barang bagus. Lihat itu Kakang!" Seruni menunjukan jarinya ke arah toko kain yang menggantungkan banyak macam selendang sutra berwarna-warni.

"Kamu akan sangat cantik jika memakai kain itu, Seruni," rayu Jayendra.

"Jadi aku tidak cantik memakai pakaian seperti ini?" ketus Seruni dengan wajah judes nya.

"Aduh, bukan seperti itu, maksudku." Jayendra menggaruk kepalanya meski tidak gatal. "Eh, sebentar." Jayendra menghampiri kios pedagang kerajinan berbahan dasar dari kayu.

Seruni melihatnya dari kejauhan. Tak berapa lama kemudian Jayendra kembali dengan membawa sesuatu.

"Sini tanganmu!" pinta Jayendra lembut,

"Mau apa?" Seruni ragu.

"Ayo sini!" Jayendra berusaha meraih tangan seruni dan dia tidak menolak ketika tangannya dipasangkan sebuah gelang berbahandasar kayu berbentuk dadu kecil yang dikaitkan dengan benang untuk mengikat di pergelangan tangannya.

Ukiran gelang itu terdapat beberapa simbol hati dan juga lambang Kerajaan Galuh.

"Ini supaya nanti ketika kamu melanglang buana kemana saja dan bahkan ketika sudah menemukan ibumu, kamu bisa ingat bahwa kamu pernah punya pengalaman berkunjung ke istana Kerajaan Galuh," terang Jayendra dengan sambil melepaskan tangan Seruni.

Seruni tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

"Hei Kakang, Ayo jalan lagi! Kenapa malah bermeseraan di tengah jalan!" gurau Lingga dari kereta kudanya yang turut berhenti karena Jayendra dan Seruni yang ada di depannya menghentikan kuda mereka ketika saling mengobrol. Lingga, Guru Sutaredja dan Saksana tertawa lepas. Seruni hanya tersenyum kecil sementara Jayendra terlihat salah tingkah. Kemudian mereka lanjut jalan.

Area ketiga adalah tempat penjual bahan hasil pertanian seperti beras, jagung, sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan lain-lain.

Sedangkan Area keempat atau terakhir adalah penjual binatang ternak seperti Sapi, kerbau, kambing, babi, ayam, kelinci, dan lain-lain.

Sebelum menuju gerbang masuk lingkungan kedaton, terdapat beberapa perumahan yang berderet rapi. Rumah-rumah ini adalah penginapan sewa yang biasa dihuni oleh kalangan pedagang atau pengusaha dari mancanegara. Setelah itu selanjutnya terdapat alun-alun luas yang biasa digunakan untuk acara-acara hiburan rakyat atau upacara adat yang melibatkan masyarakat umum. Di Saunggalah terdapat dua alun-alun. Satu di luar komplek kedaton, satu lagi di dalam lingkungan istana.

Mereka telah sampai di gerbang kedaton yang dijaga ketat oleh delapan orang petugas penjaga. Sepanjang kanan dan kirinya terdapat benteng berdinding batu berlapis keramik yang terbentang luas serta menjulang setinggi delapan meter mengelilingi seluruh komplek kedaton. Di atas gerbang serta di ujung kanan dan kiri benteng terdapat menara yang juga dijaga ketat oleh tentara kerajaan. Mahaguru Sutaredja menyerahkan sebuah surat yang merupakan surat izin masuk ke lingkungan istana. Dia memang memiliki hak khusus karena merupakan salah satu orang yang berpengaruh di kerajaan. Gerbang raksaksa pun dibuka oleh penjaga untuk mereka.

Setelah mereka diizinkan masuk, mereka mendapati lapangan yang begitu luas, disini biasanya digunakan untuk upacara resmi kenegaraan atau juga tempat bagi pelanggar hukum kelas berat menjalani hukuman mati dengan cara digantung atau dipenggal, biasanya dipertontonkan kepada masyarakat umum agar memberikan pelajaran kepada khalayak bahwa pelanggaran berat tentu hukumannya juga berat.

Setelah mereka melewati lapangan luas yang dibelah oleh jalan utama, mereka kembali harus melewati pintu gerbang lagi. Kali ini merupakan gerbang utama menuju lingkungan istana. Gerbang utama menuju istana terletak di sisi utara tembok, dalam bentuk gerbang agung dengan pintu-pintu besar yang terbuat dari besi berukir. Di depan gerbang utara terdapat bangunan panjang tempat pertemuan tahunan pejabat negara, tempat peribadatan, dan persimpangan yang disucikan.

Memasuki kompleks melalui gerbang utara terdapat lapangan yang dikelilingi bangunan-bangunan suci agama. Di sisi barat lapangan ini terdapat paviliun yang dikelilingi oleh kanal dan kolam tempat orang-orang mandi. Juga sungai kecil nan bersih yang di dalamnya terdapat banyak sekali ikan hias.

Di ujung selatan alun-alun dalam, terdapat berbagai rumah yang dibangun dengan teras, rumah-rumah ini adalah tempat tinggal para pelayan istana. Gerbang lain mengarah ke lapangan ketiga yang penuh dengan bangunan dan aula besar. Gedung ini adalah ruang tunggu tamu yang akan menghadap raja.

Kompleks istana raja terletak di sisi timur alun-alun ini, dalam bentuk beberapa paviliun atau paviliun yang dibangun di atas platform batu bata berukir, dengan tiang kayu besar diukir dengan sangat halus dan atap yang dihiasi dengan ornamen tanah liat.

Di luar istana terdapat kompleks kediaman para Imam Siwa, biarawan Buddha, anggota keluarga kerajaan, serta pejabat dan bangsawan.

Setelah mereka sampai di persimpangan di dekat pos penjagaan, mereka didekati oleh seorang Kepala Pasukan Penjaga Istana. Orang tersebut rupanya mantan murid Mahaguru Sutaredja yang karena dedikasinya dan pengabdiannya yang loyal kepada kerajaan, dia memperoleh jabatan yang cukup tinggi. Mereka pun disambut ramah dan ditanya keperluannya. Dan mereka menjelaskan maksud kedatangannya itu adalah membawa tawanan untuk diadili. Kemudian si Kepala Penjaga itu mengantarkan rombongan ke sebuah bangunan besar yang merupakan gedung pengadilan kotaraja.

Sutaredja turun dari keretanya dan diantar oleh salah satu petugas penjaga untuk menemui seorang Kepala Pengadilan Kerajaan yang akan mengurusi prosesi sidang. Sedangkan Jayendra dan kawan-kawan dibantu oleh beberapa penjaga menurunkan para tawanannya dari kereta dan memindahkannya ke ruang tahanan.

"Rohidi! Eh, maksud saya Tuan Rohidi -" sapa Jayendra.

"Panggil saya Rohidi saja Jayendra, kau kan masih temanku" ujar si Kepala Prajurit Penjaga.

"Baiklah, Rohidi. Kenapa kita mengurung tawanan ini? Kenapa tidak langsung kita bawa ke ruang sidang?" tanya Jayendra.

Rohidi tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Tentu saja kita tidak bisa langsung menggelar persidangan secara mendadak, kita harus melakukan banyak persiapan. Mungkin lusa baru bisa kita mulai."

"Artinya kita harus menginap di sini?" serobot Saksana.

"Iya, kalian akan ku antar ke Wisma Tamu. Tenang saja, kalian pasti akan betah tinggal di sini."