webnovel

3. Rembulan

Udara dingin malam ini semakin merambat di kulit mulusnya. Aroma khas bunga, serta air yang tadi ia taburkan di gundukan itu tercampur menjadi satu dan tertangkap oleh indera penciumnya. Kesan pertama yang ia rasakan yaitu, Wangi!. Hanya di tempat inilah kita bisa merasakan aroma semerbak yang khas.

Gadis yang kini berjongkok di depan sebuah nisan itu, tengah mengenakan dress berlengan puntung yang di dominasi warna putih yang panjangnya hanya sebatas lutut.

Nisaka, gadis itu tengah berkunjung di makam ibunya malam-malam begini. Dia memang suka kesini malam, alasannya simpel karena sepi dan tidak banyak orang yang berada di makam, di jam-jam seperti sekarang ini.

Rambut panjangnya yang digerai, terlihat begitu indah saat sinar sang rembulan menerpa rambut hitam legamnya.

Matanya terpejam sesaat, ia begitu menikmati semilir angin malam ini. Meski bibir mungilnya terkatup rapat, hatinya menyerukan kata demi kata yang hanya dia saja yang tahu.

Gadis itu menghela napas berat, lelah dengan hari yang panjang ini. Ini masih permulaan, tapi dia sudah menyerah dan putus asa. Dia juga takut, cowok yang bernama Aksan itu mengenalinya.

Matanya sedikit demi sedikit mulai terbuka dan memperlihatkan iris mata hitam pekat yang sangat indah. Dia menengadah, menatap cahaya terang diatas sana. "Haruskah aku kembali jadi Nisaka yang dulu, atau...menjalani kehidupan baruku sebagai Ara yang sekarang," Nisaka membatin.

Lalu, arah pandangnya berganti pada sebuah nisan yang ada di depannya, "Aku harus gimana Ma?" ucapnya lesu.

"Bunda," sapanya, bernada.

Cowok yang tengah memakai kaos putih, dengan setelan celana jeans berwarna hitam selutut itu tengah berjalan kearah sang Bunda dengan senyum yang mengembang.

"Si kasep." balas bunda, sembari menata piring diatas meja makan.

"Biar Aksa aja Bun," pinta Aksan.

Lantas, Bunda hanya tersenyum lalu menyanggupi permintaan anak bungsunya itu.

Sembari menata piring, bola matanya menyapu tiap sudut di area ruang makan ini.

Orang yang dicarinya tak kelihatan sama sekali batang hidungnya. Entah pergi kemana lagi, Aksan juga tidak mau dibuat pusing hanya karena sosok abangnya yang tidak ada dirumah. Mungkin, dia masih kelayapan, pikirnya.

"Emhh, baunya enak banget Bun." kata Aksan, setelah indera penciumnya menemukan figur makanan yang baru saja disajikan bundanya di piring bundar berwarna putih. Secepat kilat, Aksan menyeret kursi untuk didudukinya, lalu ia mengukir senyum manisnya.

Bunda yang sudah hapal dengan sikap si bungsu hanya menggeleng gemas, "mau Bunda ambilin?" tuturnya.

Aksan mengangguk sekali, lalu tersenyum sumringah setelah Bunda menyodorkan sepiring nasi beserta lauk kesukaannya. Aksan sangat menyukai masakan Bundanya. Apalagi, sang Bunda tengah memasak makanan laut, seperti tumis cumi yang ada di hadapannya kini.

Aksan melahap makanan itu dengan cepat, setelah makanan itu terkunyah dengan baik, ia berucap, "makanan Bunda emang yang paling mantep!" ungkapnya, seraya mengangkat jempolnya, tanda setuju.

"Kamu bisa aja." jawab Bunda lembut.

"Oh iya, si ikan kakap kemana Bun?"

Bunda yang tengah menyendok nasi di piring pun menjawab tanpa mengalihkan pandang ke putra bungsunya, "Abang kamu lagi keluar, katanya mau main sama temen."

"Ooh." sahut Aksan manggut-manggut, paham. Aksan bersyukur, bisa terbebas dari kakaknya yang sering berceloteh panjang-lebar kepadanya.

'Telinga gue adem kalo ga ada si ikan kakap', Aksan membatin, senang. Sedetik setelah Aksan mengucapkan kalimat itu, ponsel yang tergeletak di dekatnya menyala, tanda ada sebuah notifikasi masuk.

"Panjang umur," kata Aksan, setelah membaca notifikasi di ponselnya yang masih menyala.

Ikan Kakap :

Sa, tolongin gue 😞 

Motor aing macet di tengah jalan, mana udah peuting, takut aya jurig hihiiii 🙂

Gue di jalan babagan siliwangi :(

Aksan membuang napasnya berat, "mager banget gua, mana udah malem lagi," keluh Aksan, lalu dia segera beranjak dari tempatnya.

"Mau kemana, kasep?" Bunda bertanya sedikit mendongak ketika anak bungsunya itu sudah berdiri, bahkan Aksan belum melahap habis makananya tadi.

"Ambil jaket sama kunci motor Bun, motornya Kavin macet, ceunah."

"Hati-hati di jalan, jangan ngebut sayang," pinta Bunda.

"Iya, Bun."

Setelah menemukan figur seorang lelaki yang tengah duduk di pinggir pembatas jalan, motor sport berwarna hitam yang ditunggangi Aksan mendekat kearah lelaki itu.

"Tuman lu," kata Aksan setelah membuka helm fullface-nya, lalu tangannya beralih mematikan mesin motornya.

Lelaki itu ternyata Kavin, abangnya. Dia malah terkekeh, "Sorry mamen, dikontak gue cuma ada nama lo, jadi lo yang gue suruh kesini."

Aksan berdecih, "Naik buru! motor lu biar montir yang ngurus." jelas, Aksan.

Kavin nyengir, "Siap, laksanakan!" dengan menempelkan tangannya di pelipis, sebagai tanda hormat kepada adiknya.

Bola mata Aksan menatap sekeliling, banyak pepohonan yang rindang serta udara yang cukup dingin, membuat bulu kuduk Aksan meremang. Entah karena hawa, atau ada sesuatu semacam jurig atau hantu.

"Teu aya jurig, nya?" Aksan bertanya kepada Kavin yang sudah duduk di belakangnya. Yang artinya, 'Ga ada hantu, kan?'

Kepala Kavin menoleh ke kanan dan ke kiri, suasana di jalan ini benar-benar sepi. Bahkan, tak ada satu pun kendaraan yang lewat. Dan anehnya, dia baru tersadar bahwa dari tadi dia duduk sendirian sembari menunggu kedatangan Aksan.

"Gue pernah liat di film-film kalo pas keadaan kaya gini, si huntu bakalan dateng dari belakang." jelas Aksan dengan melihat kaca spion, yang membuat Kavin berkeringat dingin, dia juga takut menoleh ke belakang.

Namun otak dan hati tidak sinkron, Kavin malah semakin dibuat penasaran. Alhasil, kepalanya menoleh kebelakang. Sedetik kemudian kepalanya kembali menghadap ke depan lalu menunduk.

Aksan menoleh kebelakang sebentar, "Ngapain lo?" tanya Aksan yang melihat sang kakak sedang merapalkan beberapa Ayat dan terus menunduk, khusyuk.

"Lo ngapain, abis ngeliat setan?" kali ini, suara Aksan sedikit keras.

Kavin mendongak sebentar, "A-a...ada putih-putih di belakang sonoh!" Kavin tergagap, lalu memberi kode lewat kepala yang sedikit ia gerakkan ke belakang.

"Apa tuh?!" Aksan berujar setelah arah pandangnya menemukan sosok berbaju putih yang semakin bergerak mendekat kearahnya. Apakah itu manusia atau bukan, Aksan masih belum yakin karena lampu di jalan ini remang-remang.

Mata Aksan memicing, "Itu manusia, apa setan ya?" batin Aksan.

Kalimat yang tadi Aksan ucapkan seketika terpecahkan setelah sosok berbaju putih tadi tersorot lampu jalanan ini. "Bukannya itu, Nisaka?" Aksan membatin lagi, ia yakin dengan wajah cantik Nisaka. Meski tidak begitu jelas, tapi Aksan yakin itu adalah Nisaka. Tapi, kenapa dia berada di jalanan sepi dan kenapa dia berlari. 

"Lo balik duluan aja, gue mau ngejar setan."  Aksan berucap dengan menepuk bahu Kavin yang masih menunduk, serta menaruh helmnya diatas spion.

"Hah, apa?" Kavin mendongak, masih belum nyambung, dia tidak salah dengar kan barusan. Tapi figur adiknya itu lamat-lamat menghilang  ditelan gelapnya malam, atau karena Aksan memakai jaket berwarna hitam jadi tidak terlihat.

"WOY MONYET! lo ngomong apa barusan?" teriak Kavin. "Gue pulang sendirian?!" ucapnya yang tak ada sahutan dan hanya terdengar suara jangkrik yang saling sahut-menyahut.

"BUNDAA!!" teriak Kavin masih ketakutan, lalu bergegas menyalakan motor milik adiknya dan membelah jalanan sepi itu dengan secepat kilat.

Selepas kepergian Kavin dengan motor miliknya, Aksan berjalan semakin mendekat kearah Nisaka yang tengah berlari kearahnya dengan kepala yang sesekali menoleh kebelakang.

Aksan yang tengah memakai denim jacket warna hitam, serta balutan kaos berwarna putih pun tidak begitu terlihat kalau saja tidak ada penerangan di jalan ini.

Setelah jaraknya tinggal beberapa langkah, Aksan berucap,"lo ngapain disini, lari malem ya?" tebak Aksan, asal.

Nisaka terkejut, mulutnya sedikit terbuka namun segera ia tutup kembali. Nisaka harus apa, di satu sisi ia harus kabur. Tapi disisi lain ada Aksan.

"Kenapa muka lo, kok pucet banget, jangan-jangan lo abis liat setan juga,...." ucapan Aksan terputus saat Nisaka menggenggam tangan miliknya.

"E—Ehh," refleks Aksan saat tubuhnya sedikit terhuyung karena Nisaka mengajaknya berlari. Beruntung, tubuhnya itu bisa menyeimbangi.

Aksan bingung, kenapa malah lari. Jalan biasa kan bisa, pikirnya. "Gue ga terbiasa lari malem." ungkapnya, tapi Nisaka tak menyahut dan terus berlari sembari menggenggam tangan Aksan dan sesekali menoleh kebelakang sana.

Aksan juga ikut noleh, "ada apa di belakang?" tanya Aksan kepo. "Ada setan...atau jangan-jangan lo di kejar mantan?" tebak Aksan sembari tertawa kecil.

Nisaka tak mengindahkan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut cowok itu, dia memilih diam dan terus mempercepat langkah lari kecilnya.

Jantung Aksan berpacu semakin cepat, nafasnya memburu, Aksan capek dia ngos-ngosan. "Larinya jangan cepet-cepet, gue ga terbiasa lari soalnya," ucap Aksan dengan napas yang terengah-engah.

Nisaka menoleh sebentar, "kamu berisik! bisa diem dulu gak sih?" ketusnya, lalu menghempas kasar tangan Aksan yang tadinya ia genggam erat. Dan sekarang, Nisaka malah melanjutkan aksi lari-lariannya.

Aksan tersentak, "Gue ditinggal nih," ucapnya masih tak percaya. "Baru kali ini, gue ditinggal sama cewek," batin, Aksan.

"NISAKA!!" teriak Aksan dibelakang sana, tetapi sang empu tak menoleh sama sekali. Bahkan, dia tidak merespon apapun yang dilontarkan Aksan dibelakang sana.

Próximo capítulo