webnovel

Sesuai Perjanjian

Pria berwajah tampan dengan postur tubuh yang tinggi, atletis, dengan gaya rambut yang disisir ke atas memperlihatkan kharisma yang begitu menawan. Dia adalah Keenan Alfarezky Wilton. Seorang presdir perusahaan Wilton Group, pemilik rumah sakit terbesar, dan memiliki beberapa bisnis besar lainnya.

Seperti biasanya Felice selalu datang pagi-pagi ke rumah Keenan untuk menyiapkan segala keperluan Keenan. Dari mulai pakaian, sarapan juga barang atau berkas untuk di bawa ke kantor. Felice sangat gesit dan tau betul apa yang di inginkan tuan muda Keenan walaupun hanya memerintahkan lewat lirikan mata atau jari telunjuknya.

Felice Lashira, adalah seorang wanita yang sudah menemani dan selalu ada di samping Keenan sudah tujuh tahun lamanya. Selain berperan sebagai sekretaris Felice juga berperan sebagai orang yang selalu ada buat Keenan kapan dan dimana pun dia berada. Tidak heran jika Felice sudah mengetahui luar dalam sikap dan kebiasaan yang dilakukan Keenan.

"Kita pergi ke rumah oma," kata Keenan saat melihat Felice akan menyiapkan sarapan untuknya.

"Baik tuan."

Felice segera berlari menyusul langkah kaki Keenan yang sudah menjauh dari meja makan. Diluar para penjaga rumah menunduk hormat sambil mengucapkan selamat pagi saat melihat Keenan keluar rumah. Dengan sigap Bily sebagai asisten Keenan membukakan pintu mobil.

"Bily kita ke rumah oma Ryta." Felice memberitahu Bily setelah mobil mulai dilajukan.

"Baik sekertaris Felice."

Tidak ada satu pun yang berbicara selama perjalanan. Tiba-tiba Keenan melirik ponsel kerja yang dipegang Felice. Felice yang sudah sangat paham langsung membuka ponsel itu dan memberitahukan agenda tuan muda Keenan hari ini.

"Pagi ini ada meeting dengan tuan Saloka, tapi saya sudah mengundurkan sampai dua jam kedepan."

"Setelah makan siang, tuan Alex akan meresmikan hotel yang baru selesai dibangun. Beliau sangat mengharapkan anda hadir dalam acara peresmian hotel itu," sambung Felice.

"No problem! kita pergi kesana."

"Baik tuan, akan saya masukan ke jadwal agenda kita hari ini."

Felice tersenyum bahagia karena tuan muda Keenan menyetujui untuk menghadiri acara peresmian hotel milik tuan Alex. Tidak jarang tuan muda Keenan menolak untuk datang ke acara-acara seperti itu.

"Anda sangat beruntung, tuan Alex. Ini sebuah kehormatan besar untuk anda karena tuan muda Keenan mau menghadiri acara anda," kata Felice dalam hati.

Sesampainya di rumah oma Ryta, nyonya Rosa langsung menyambut kedatangan putra kesayangannya.

"Pagi Keenan, ayo langsung masuk oma sudah menunggu untuk sarapan."

Terkadang Felice ingin tertawa melihat tingkah nyonya Rosa yang memperlakukan anaknya seperti itu. Semua orang yang ada di rumah ini sangat tau persis sikap Keenan. Dia sangat tegas terhadap siapapun yang melakukan apapun itu. Hanya oma Ryta yang mampu melunakkan dan menguasai tuan muda Keenan.

"Loh kenapa kamu malah duduk disana, Felice? Ayo ikut sarapan," ajak nyonya Rosa.

"Terimakasih nyonya tapi saya sudah sarapan di rumah," balas Felice.

Mendengar itu langkah kaki Keenan berhenti saat mau menuju ke meja makan. Dia membalikkan badan sambil melihat sinis ke arah Felice. Felice paham arti tatapan itu. Dia harus ikut sarapan dan tidak boleh menolak.

Felice langsung berdiri dan berkata, "baik nyonya saya akan ikut sarapan."

"Ternyata kamu juga takut sama Keen," bisik nyonya Rosa.

Felice hanya tersenyum kecil mendengar nyonya Rosa bilang seperti itu.

"Bagaimana tidak, jika nyonya Rosa saja sebagai ibunya takut apalagi aku yang hanya seperti butiran debu," gerutu Felice dalam hati.

Sarapan pun berlangsung baik-baik saja. Tidak ada yang bicara selama makan.

Selesai sarapan Oma Ryta mengajak Keenan untuk bicara sesuatu di ruangan kerja ayahnya.

"Ayo Keenan ayah dan Oma tunggu di ruang kerja," kata tuan Bram.

Felice dan Shanaz memilih untuk tidak ikut campur dalam pembicaraan orang lain. Mereka lebih memilih menunggu di ruang tamu.

"Kak Felice, tau tidak?"

"Tidak," jawab Felice datar.

"Ihh kak Felice sama seperti kak Keen, menyebalkan!"

"Kan emang aku gatau, orang belum dikasih tau juga."

"Huff... sekarang aku akan tinggal disini loh."

"Oh ya? Terus kuliah mu di Singapura gimana?"

"Aku akan pindah jadi kuliah disini."

"Aneh," kata Felice.

"Aneh kenapa kak?"

"Iya aneh, orang lain justru ingin kuliah di luar negeri. Lah kamu udah kuliah dan di fasilitasi malah milih kuliah di Indonesia."

"Aku bukannya ga seneng kuliah disana kak. Disana aku sangat kesepian. Bibi Rosa dan paman Bram sering keluar rumah untuk urusannya jadilah aku sendirian di rumah. Tapi kalau disini kan ada Oma, lagian kasian juga Oma tinggal sendirian disini."

Felice merasa terharu setelah mendengar cerita Shanaz. Dia seperti hidup sebatang kara. Ayah dan ibunya sudah lama meninggal. Mau tidak mau Shanaz harus ikut sama paman dan bibinya.

Shanaz adalah anak satu-satunya dari pasangan suami-istri yang sudah meninggal. Ayahnya Shanaz adalah adik kandungnya tuan Bram. Mereka meninggal karena kecelakaan pesawat dua tahun lalu.

Felice selalu setia mendengarkan curhatan Shanaz. Bahkan jika ada waktu luang mereka suka pergi jalan-jalan. Shanaz juga sudah menganggap Felice seperti kakaknya sendiri, begitupun dengan Felice sudah menganggap Shanaz seperti adiknya sendiri. Shanaz masih terus bercerita panjang lebar tentang kehidupannya di Singapura.

Sedangkan diruang kerja tuan Bram, Oma sedang berbicara pada tuan muda Keenan. Mereka membicarakan perihal pernikahan Keenan. Setahun lalu Oma Ryta dan Keenan membuat perjanjian. Jika tahun ini Keenan belum juga menemukan wanita pilihannya untuk dijadikan istri, maka Keenan akan di jodohkan.

"Keenan kamu ingatkan perjanjian kita setahun yang lalu?" Oma Ryta mulai membicaraan.

"Iya Oma, Keenan ingat."

"Lalu apa kamu sudah menemukan wanita yang akan kamu nikahi?" tanya Oma.

"Belum," jawab singkat Keenan.

"Kamu tau kan konsekuensinya bagaimana Keenan. Atau kamu emang benar-benar mau dijodohkan?"

"Kamu terlalu sibuk bekerja Keenan sampai kamu lupa sama masa depan kamu," sambung tuan Bram.

"Beri aku waktu satu hari oma, setelah itu aku akan menemukan wanita yang akan aku nikahi."

"Satu hari? Apa kamu yakin Keenan?" tanya nyonya Rosa.

"Bagaimana bisa satu tahun saja kamu belum bisa menemukan wanita yang akan kamu nikahi, apalagi cuma satu hari," sambung tuan Bram.

"Mamah dan papah tenang saja, aku pasti membawa wanita itu kehadapan kalian." Dengan yakinnya Keenan berbicara seperti itu.

"Baiklah Oma percaya padamu. Oma tunggu ya Keenan."

"Baiklah kalau begitu aku pergi ke kantor dulu."

Saat melihat Keenan sudah keluar dari ruang kerja tuan Bram, Felice segera menghampiri tuan muda Keenan. Mereka langsung berangkat ke kantor.

Sepanjang perjalanan Keenan tidak berbicara sedikit pun. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu setelah pembicaraan keluarga barusan.

"Tuan muda, are you okay?" tanya Felice.

"Aku tidak apa-apa."