webnovel

25. Daweh

Lalu, Daweh menepuk punggungnya sekali lagi dan bertanya.

"Kamu umur berapa?" Wajahnya menatap Raizel dengan tatapan datar, dan saat ia melihat mata Daweh. Itu sedikit membuatnya takut.

karena tatapan Daweh yang seperti menganggapnya seorang musuh.

"Sa-saya. Umur 20 tahun, Ki" jawab Raizel dengan gemetar, karena menahan rasa panas yang terus saja menyengat di punggungnya.

Rasa panas di belakang punggungya itu benar-benar sangat menyiksa, tapi Raizel masih tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa sakit itu.

Entah karena apa dan dari apa rasa panas itu bisa ada, ia hanya berharap bahwa itu bukan bertanda buruk.

Namun, di balik rasa sakit yang menyiksa Raizel ternyata Dawehlah orang yang memberikannya.

Daweh melirik Raizel yang sudah mulai berkeringat, diam-diam Daweh tersenyum tipis karena senang melihatnya tersakiti.

Sambil menunggu para warga membawa sesembahan yang diminta Daweh, untuk melepas haus. Vano membeli beberapa minuman di warung Sri untuk dirinya dan teman-temannya.

Ternyata Caca dari tadi, diam memperhatikan Raizel dan  Raizel sendiri merasa, Caca tahu jika dirinya tengah menahan sakit.

Caca kemudian mengerutkan dahinya, karena Caca mengira Raizel sedang dalam kondisi tidak baik, akhirnya  ia berbisik kepada Egy yang berdiri di sampingnya.

"Gy, lo lihat ... Raizel kok gemeteran kaya nahan sakit ya?"

Lantas karena bisikin Caca, tanpa harus menjawab Egy dengan cepat memutar bola matanya melihat ke arah Raizel.

Egy merasa, bahwa dugaan kekasihnya itu benar. Jadi dia berjalan menghampiri Raizel.

"Rai ...," panggil Egy, seraya menarik jaket bagian lengan yang Raizel pakai.

Raizel pun mengikuti tarikan tangan Egy, menjauh dari Daweh untuk duduk.

Daweh hanya melirik Raizel yang ditarik oleh Egy menjauh.

Raizel duduk di samping para Warga desa di sana.

"Bu ... ada air mineral dingin nggak? kalo ada saya mau 7 botol ya" bisik Vano kepada Sri yang tengah diam berdiri di dekat pintu masuk warung bersama Saleh.

"Oh, ada Den. Sebentar ya Ibu ambilkan" pungkasnya.

Tidak lama Sri masuk untuk mengambil pesanan Vano dari kulkas tokonya.

"Ini, Den." Sri menyodorkan 7 botol air mineral dingin di atas nampan yang dia pegang kepada Vano.

"Oh, iya Bu ... makasih." Dengan cepat Vano mengambil satu persatu botol dingin tersebut, dan memberikannya kepada Cindy, Egy, Caca, Saleh, dan kemudian Raizel.

"Ini minum dulu" Vano menyodorkan satu botol air mineral dingin pada Raizel, tentu ia menerimanya.

Rasa panas dan sakit itu masih ia rasakan, bagaimana cara untuk menghilangkan rasa sakitnya pun Raizel sendiri tidak tau.

Cindy meminum air mineral dari botol yang diberikan oleh Vano, tapi salahnya ia meminumnya sembari  berjalan  di belakang Raizel. Berniat menghampiri Diva untuk memberikan botol air mineral juga.

Akan tetapi, tiba-tiba entah Cindy menyenggol apa. Hingga air minum yang tengah ia tengguk itu jatuh tumpah mengenai punggung Raizel.

"Eh ...!" ucap Cindy terkejut karena sudah membasahi jaket dan baju bagian belakang Raizel.

Sontak Raizel juga terkejut karena itu, ia reflek berdiri. Air yang membasahi bagian jaket belakangnya. Tembus membasahi kulit punggungnya yang tertutup oleh jaket.

"Aduh, Rai. maaf maaf." Respon Cindy sembari merogoh tisu kering di tas kecilnya, dan mengelap bagian jaket Raizel yang basah.

"Kenapa lo nggak hati-hati?" tanya Vano dengan nada bicara yang biasa saja, ia berjalan menghampiri Cindy, untuk membantu mengelap bagian punggung Raizel.

"Sorry beneran, gue nggak sengaja" kata Cindy merasa bersalah.

"Iya ... nggak pa-pa" jawab Raizel

Diva yang melihat itu, dengan cepat berjalan menghampiri Raizel.

Kejadian itu membuat semua orang mencuri pandang ke arah mereka yang sibuk mengelap-elap jaket Raizel.

"Baju sama jaket lo jadi basah Rai ...," kata Diva, mengusap-usap punggung Raizel yang basah dengan tisu yang diberikan Cindy.

"Nggak pa-pa kok, nanti gue bisa ganti" balas Raizel.

Setelah itu, ada perasaan nyaman dan lega yang sedari tadi diinginkan olehnya.

Ya, rasa panas dan sakit itu hilang bersama tumpahnya air yang menembus pakaiannya.

Dia sangat bersukur, kecerobohan Cindy menyelamatkannya.

Raizel kembali duduk dan merasa lebik baik, karena tidak lagi merasakan sakit dan panas seperti sebelumnya.

Daweh yang melihat punggung Raizel ketumpahan air, matanya menatap sinis ke arahnya. Karena ia tahu, rasa sakit yang ia berikan sudah hilang karna air.

Beberapa waktu telah lewat dan empat orang warga desa Bagaharuni yang tadi pergi mengambil apa yang diminta  Daweh, kini telah tiba.

"Ini, Ki. Mau ditaruh di mana?" tanya salah satu warga yang membawa tujuh lilin.

"Simpan di sini" jawab daweh menunjuk ke arah tanah yang ada di depannya.

Mereka melakukan apa yang diperintahkan Daweh, Raizel terdiam memperhatikan Daweh. Saat para warga sibuk menata dan menyimpan kelapa, bunga dan lilin di depan Daweh.

Bersama dengan itu, Daweh juga hampir setiap 2 menit sekali melirik ke arah Raizel.

Tentu Raizel sendiri juga menyadarinya. Dalam pikirnya, Kenapa Daweh seperti itu? apa dia telah membuat kesalahan?

Ketika Raizel akan mengalihkan pandangannya dari Daweh.  Untuk menatap para roh dan setan juga siluman yang masih diam terjaga di sana, ia dikejutkan karena sedikit melihat tanduk di kepala Daweh.

Raizel menyipitkan matanya, untuk memperhatikan lebih seksama tanduk atau benda yang menjulang ke atas di kepala Daweh itu.

Dan perlahan ia mulai melihatnya, kenapa di kepala Daweh samar-samar muncul tanduk seperti rusa?

Ya, sudah jelas itu hanya dia yang bisa melihatnya. Daweh jelas seorang manusia, tapi kenapa ada tanduk rusa yang menempel diatas kepalanya. Sehingga membuat Daweh terlihat seperti siluman.

Ketika para warga sudah selesai menata perhidangan untuk mahluk-mahluk gaib di sana, Daweh melihat ke arah Raizel. Yang membuat Raizel gugup karena tiba-tiba ditatap sepertti itu.

kemudian Daweh berkata.

"Kalian harus pergi sekarang, biarkan saya yang mngurus ini semua ... dan kamu Sri, kamu juga harus menutup warungmu sekarang" titahnya kepada semua orang yanga ada di sana. Termasuk Raizel, Egy, Saleh dan yang lain.

"Tapi Ki, apa Anda yakin kita semua harus pergi?" Raizel memberanikan diri untuk bertanya, pada seorang yang dikiranya akan menjadi kawan atau akan menjadi musuh baginya.

"Iya. kalian semua harus pulang, biar semua mahluk-mahluk ini saya yang tangani sendiri" balasnya.

Ya mau tak mau, mereka akhirnya percaya termasuk Raizel sendiri, walau pada aslinya dia tidak tau bagaimana cara Daweh akan mengatasi itu semua.

Sri dengan cepat menutup warung.

Para warga di sana juga langsumg meminum habis kopi mereka dan beranjak pulang.

Sebelum Raizel dan teman-temannya pulang. Dia melihat sederet huruf menempel, di bagian atas dada kanan seragam SMA yang kunti itu kenakan.

Yang di mana, itu adalah tanda pengenal dirinya sewaktu sekolah. Bertuliskan "Ajeng Sari" Raizel membaca nama itu di dalam hati, dan tanpa disengaja ia dengan otomatis mengingatnya.