Di perjalanan menyelesaikan naskah Novelnya, Lilybet bertemu dengan Michael yang berprofesi seorang tentara. Mereka bertemu di sebuah tempat minum di siang hari di sebuah kota yang cukup panas. Michael adalah seorang perwira yang berperawakan tinggi dan tampan, pesona gagah nya memancarkan aura yang menarik pasang mata yang melihat nya. Lelaki, maupun perempuan. Lilybet tak percaya dia jatuh cinta pada seorang pria dari negara yang berbeda, pria yang ia kira bisa pergi bersama nya ke negara tercinta. Namun, Michael adalah perwira yang mengorbankan hidup nya untuk negaranya juga, baginya wanita tidak ada dalam tujuan hidupnya. Tapi apa arti lilybet baginya?
Gundukan tanah di turunkan ke Liang lahat, tempat seorang pria yang belum terlalu tua itu membaringkan tubuh di tempat peristirahatan terakhir nya. Gadis berperawakan kecil tampak masih remaja, pelukan dari sanak saudara membuatnya tetap tak mengedipkan mata, tertuju pada lubang dimana Ayahnya berada.
Air mata yang mengalir deras tanpa suara, sukses membasahi area pipinya dan mendarat di gundukan tanah.
Satu persatu pelayat pergi, tersisa keluarga inti. Ucapan demi ucapan terdengar seolah menguatkan, tapi hanya beberapa yang terdengar berat dan tulus. Sisanya, para manusia munafik di sekitar, yang di sebut keluarga. Air mata buaya bercucuran di pipi mereka seolah ikut terluka, tapi terlihat siap memundurkan langkah seolah tak terjadi apa-apa.
Gadis itu menoleh pada adik perempuan dan laki-laki nya, seolah beban itu mulai hinggap sekarang, di pundak yang belum sepenuhnya kuat. Tatapan mematikan ia tujukan pada seseorang yang ingin sekali dia cakar, jika saja ini bukan di area pemakaman. Tak etis rasanya jika dia mengamuk, padahal sebelum nya bahkan tak berkata-kata.
Kepulangannya nya kali ini ke rumah di penuhi ribuan kekesalan, rasa marah dan benci. Mengapa harus sekarang, mengapa Ayahnya meninggalkan nya. Lilybet, begitulah orang-orang memanggilnya. Gadis 13 tahun yang masih duduk di bangku SMP itu kian tak terpengaruh dengan sekitar nya.
Suara tangisan bayi berusia 5 bulan itu tak membuat Lilybet beranjak dari tempat ia berdiri, hanya anak lelaki berusia 6 tahun yang mendekati saudara kecilnya.
"Kak, tolong buatkan susu untuk Princess! "
Anak lelaki dengan setelan hitam itu mengarahkan sebuah botol susu pada Kakak perempuan nya. Lilybet hanya mengulurkan tangan menerima. Satu sendok susu bubuk masuk ke dalam botol, lalu sendok ke dua kemudian di sendok ke tiga tangannya bergetar. Mulut yang sedari tak bicara itu kini saling berjauhan, suara nyaring yang terus mengeras memenuhi seisi ruangan. Lilybet, gadis itu menangis sangat keras sampai semua pegawai di rumahnya menatap penuh iba. Setelah beberapa jam Ayahnya di kebumikan, gadis itu baru mengeluarkan tangisan dengan suara nya.
Belum kering tanah kuburan Ayahnya, bisa-bisanya seorang wanita datang berkata dia adalah istri baru Ayah Lilybet. Kemarahan gadis remaja yang masih melonjak itu membuat nya mengamuk, tidak hanya di rumah dia juga mengamuk di sekolah. Tempat dimana dia dan putra wanita itu bersekolah. Lilybet mengira sahabatnya adalah orang baik, rupanya dia mengetahui hubungan gelap Ayahnya dengan ibunya. Lilybet mengetahui mengapa barang-barang yang di miliki teman nya itu sangat mirip dengannya, itu karena sang Ayah membelikan untuk anak itu juga.
Lilybet tak kuasa menahan amarah sekaligus kecewa pada lelaki yang selalu ia pamerkan pada temannya itu, dimana semua teman Sekolah nya selalu bermimpi ingin menjadi putri seorang pengusaha seperti Ayah lilybet. Gadis remaja itu membakar semua barang yang di belikan oleh sang Ayah, yang dia rasa sama dengan milik teman sebangku nya di sekolah.
Lilybet tak segan membuat anak itu di keluarkan, bahkan mempermalukan ibunya juga di area sekolah. Tidak sampai di situ, kepemilikan atas usaha Ayahnya di klaim oleh Saudara nya. Membuat semua hancur, bahkan tidak ada yang tersisa dari peninggalan Ayahnya. Terpaksa mereka pindah ke rumah sangat Nenek.
"Jangan makan itu, itu untuk cucu ku," Ucap seorang wanita paruh baya, ketika Lilybet akan mengambil sepotong ayam di meja makan. Sontak dia tertegun, baru kali ini seseorang melarang ia memakan sesuatu di meja makan.
Wanita paruh baya yang dia sebut Nenek itu, mengambil Ayam yang sudah ada di atas piring Lilybet dan memindahkan nya ke piring cucu laki-laki yang tidak lain sepupu Lilybet. Sementara adik laki-laki Lilybet bernama Andrew hanya diam dan memakan hal lain selain ayam.
Nafsu makan gadis itu hilang. Ibunya juga pergi bekerja ke kota, membawa bayi perempuan yang bernama Princess itu, hanya namanya yang bagaikan putri, namun nasibnya berbanding terbalik dengan itu.
Setiap hari ada saja kejadian tak mengenakan di rumah Neneknya, walau Lilybet tahu selama ini Ayahnya sudah memberikan banyak untuk keluarga sang ibu.
Setiap hari, tatapan wanita yang tidak lain ibu dari ibunya itu kian semakin kejam. Seolah ia tak boleh makan sama sekali.
Lilybet berhenti dari sekolah yang sangat ia impikan, sekolah yang memang di persiapkan oleh sang Ayah agar bisa memasuki dunia militer. Walau sekolah Lilybet adalah jurusan kesehatan, sang Ayah sangat ingin gadis itu bisa masuk dalam kemiliteran. Menjadi seorang Dokter tentara, tentu saja bisa saja. Namun sayang semua usahanya selama ini harus kandas karena kekurangan biaya, dan sebuah tragedi yang mendukung gugurnya cita-cita.
Lilybet benar-benar tak menyukai kedua adiknya, dia bercita-cita menjadi seorang anak tunggal. Menurutnya semenjak kehadiran kedua adiknya, ia di paksa dan di didik paling keras. Tidak ada perlakuan manis, semuanya harus tegas dan di siplin. Didikan sang Ayah memang bisa di katakan pelatihan militer.
Namun begitu ibunya kembali dari kota, dia melihat bagaimana Neneknya berprilaku. Adik laki-laki nya sudah seperti pesuruh dalam keluarga. Bahkan tidak ada susu sama sekali untuk adik perempuan nya.
"Kakak akan pergi, jangan melakukan hal yang menyebalkan agar Nenek tak marah" Ucap Lilybet.
Walau ia tahu Neneknya tetap akan memperlakukan Adiknya berbanding dengan cucu laki-laki nya yang lain, membuat ia tetap harus mengatakan itu agar Edward berjaga-jaga. Tiba-tiba rasa sayang pada Adiknya seolah tumbuh lebih besar, dia tak nyaman jika orang lain menyakiti nya.
"Kemana?" Tanya Edward, anak 6 tahun yang sudah berpikir lebih dari umurnya.
"Bekerja, untuk bekal sekolah dan juga susu Princess"
Tampaknya Edward hanya mengangguk, namun anak itu seolah ingin mengatakan sesuatu.
Lilybet pergi mengunjungi makam Ayahnya, tanpa suara hanya mencabut rumput yang tumbuh di atas pusara itu.
Entah, lagi-lagi gadis itu tidak menangis di sana. Sebelum kepergian nya, Lilybet tidak melirik ke belakang, dimana Edward berdiri di kaca menangis tanpa suara karena Kakaknya pergi untuk pertama kalinya meninggalkan Dia. Gadis itu menumpahkan kesedihan nya di bus menuju kota. Entah pekerjaan apa yang akan ia dapatkan dengan umurnya yang masih di batas usia minimal bekerja.
Untuk pertama kalinya Lilybet perduli pada Adik-adiknya yang tak pernah ia inginkan itu. Gadis remaja yang akhirnya menginjakkan kaki di ibukota besar. Berharap bisa bekerja dan memisahkan diri dari tekanan mental keluarga nya yang semakin hari semakin gila juga memandang sebelah mata.
Lampu kota yang semakin malam semakin terang, menjadi pemandangan pertama Lilybet seolah kota besar menyambut kedatangan nya. Hirupan pertama udara di sebuah kota besar, membuatnya yakin bisa bertahan. Air mata yang baru saja kering, memaksa wajahnya sedikit tersenyum agar kuat. Bayangan kedua Adiknya seolah di depan mata.