webnovel

Kecurigaan Sagara

"Dewa... ternyata kaku di sini."

Sebuah suara tiba-tiba terdengar, membuat semua menoleh ke asal suara. Tampak seorang pria dengan kemeja putih berdiri di antara mereka.

"Hai... om, iya nih aku abis--" Dewa sengaja menjeda kalimatnya sembari melirik Sagara sejenak. "Aku abis aja kena kecelakaan kecil tadi, jadi aku nggak jadi ke ruangan om, deh."

Pria dewasa itupun tersenyum dan mendekat ke sisi ranjang Dewa, "yaudah nggak apa-apa, tapi kamu baik-baik aja kan?"

"Ya... aku baik-baik aja, kok. Nggak ada luka serius yang perlu di khawatirin." Jelas Dewa.

"Oh... iya, om. Kenalin, ini Ningrum yang mau aku kenalin ke om, tadi. Mumpung orang nya ada di sini."

Pria itu pun sontak menatap ke arah Ningrum dan Sagara.

"Hai... Saya-- Suga om nya Dewa, mulai hari ini saya juga akan mengajar di sini sebagai guru praktek Biologi, kimia dan Fisika."

"Saya Ningrum, pak." Ningrum meraih tangan pria itu dan mencium punggung tangannya.

"Ternyata kamu anak baik dan sopan, ya? Pantas Dewa suka bicara tentang kamu." Melirik ke arah Dewa.

"Apaan sih, om. Udah, Ningrum, jangan di dengerin," wajah Dewa terlihat malu-malu.

"Kok aku nggak di sapa? Berasa kambing congek nih di sini." Celetuk Gara, dan semua orang jadi menoleh ke arahnya.

"Kamu siapa?" Ujar pria itu.

"Dia itu Sagara, om. Sepupunya Ningrum."

"Sagara?" Pria itu sedikit terkejut. Lalu menatap ke arah Sagara dengan seksama. Memperhatikannya dari ujung kaki hingga kepala.

"Kenapa anda ngeliatin gitu ke arah saya?"

Ningrum segera mencubit lengan Sagara dan berbisik, "aduuh... kamu yang sopan dong kalau ngomong," ujarnya memperingatkan. Tapi Sagara hanya melengos tak peduli.

"Tidak apa&apa, kamu Sagara ya? Saya Suga." Pria itu mengulurkan tangannya pada Sagara, dan tatapannya sedikit mencurigakan. Dan Sagara pun seolah bisa merasakannya.

"Sagara," ujar Sagara sembari menjabat tangan pria tersebut.

"Oh... iya, Om. Menurut om gimana setelah liat Ningrum? Apa ada kemungkinan penyakitnya itu bisa di sembuhkan?" Tanya Dewa tiba-tiba.

Suga kembali memperhatikan Ningrum sesaat, "ya... kita harus mengambil sampel darahnya terlebih dahulu untuk tahu apa penyebabnya, aku harus menelitinya terlebih dahulu," jelas Suga.

Mata Ningrum membelalak kaget, jadi ini tujuan Dewa memperkenalkan dirinya dengan Om-nya.

"Iya, Ningrum, jadi om aku ini profesor, dia peneliti. Aku udah cerita semua tentang apa yang kamu alami, termasuk penyakit aneh yang sedang kamu derita, karena selama ini belum ada obatnya, jadi aku mau bantu kamu untuk sembuh," Jawab Dewa pada kebingungan yang tercetak jelas di wajah Ningrum.

Sagara menatap tak yakin pada Suga dan Dewa. Ia memiliki firasat buruk tentang mereka berdua. "Kalian jangan asal bicara, aku yakin suatu saat Ningrum akan sembuh." Sela Sagara.

"Kamu itu nggak di ajak ngomong, mending diem aja deh!" Ketus Dewa.

Sagara hendak menyahut lagi, namun urung saat tangan Ningrum terasa menggenggam tangannya, dan memberinya isyarat dengan menggeleng pelan. Ningrum tidak ingin Sagara berubah lagi karena emosi, dan itu akan membuatnya ketahuan.

"Maafin sepupu saya, pak. Dia memang suka ceplas-ceplos kalau bicara." Jelas Ningrum.

"Tidak apa-apa, saya maklum," Suga mengulas senyum.

Aku yakin ada yang tidak beres dengan orang ini! Batin Sagara.

"Yasudah, om pamit dulu, ya? Tadi om udah ada janji sama papa kamu. Om pergi dulu, ya. Lain kali kita bahas lagi soal Ningrum." Menepuk pundak Dewa pelan.

"Om mau ketemu sama papa dimana?"

"Di luar."

"Oh, yaudah, kalau gitu om hati-hati, ya?"

"Kamu juga, hati-hati, jangan sampai kayak gini lagi, sofa kamu cepat pulih, ya?"

"Iya, om."

"Kalau begitu Om pamit dulu, dah... semuanya," ia melambai ke arah Sagara dan Ningrum.

Ningrum mengulas senyum sedangkan Sagara memutar bola mata malas.

Akhirnya aku menemukanmu. Gumam Suga setelah berada di luar ruangan.

***

Satu minggupun berlalu, dan tibalah saat pengumuman tentang siapa yang layak mendapatkan bea siswa di sekolah Tunas Bangsa Internasional school.

Saat ini Sagara sedang duduk bersama peserta lain di sebuah aula. Wajahnya terlihat harap-harap cemas menentukan detik-detik pengumuman. "Hadeh... kenapa lama banget sih," gumamnya pada diri sendiri tak sabar. Ia terlihat paling tidak di antara yang lainnya.

Sedangkan Ningrum ada di luar aula dan mengintip dari jendela kaca. Ia melihat ke arah Sagara dan mata mereka pun bertemu, "semangat!" Bisik Ningrum dari kejauhan sembari mengulas senyum.

Sagara sontak ikut tersenyum dan keadaanya sedikit lebih tenang sekarang karena ia sudah melihat Ningrum.

"Ningrum, kenapa kamu ada di sini?"

Gadis itu kaget dan sontak menoleh ke asal suara, ia sudah menduga itu pasti Dewa.

"Kaku sendiri kenapa di sini?" Tanya Ningrum balik.

"Aku baru aja dari toilet dan mau balik ke kelas, tapi malah liat kamu di sini," jawab Dewa. Tapi alasan yang sebenarnya, dia memang sengaja membuntuti Ningrum sejak tadi. "Kalau kamu?" Lanjutnya mengulang pertanyaan yang belum sempat Ningrum jawab.

"Aku kesini cuma mau semangatin Sagara aja, kok." Jelasnya.

"Kayaknya dia nggak lolos, deh."

Deg!

"Nggak lolos gimana maksud kamu?" Wajah Ningrum berubah panik. Ia tahu selama ini Sagara sudah sangat berusaha, dan kemampuannya juga maju pesat, tapi kenapa tidak lolos?

"Aku tahu gimana kemampuan dia sekarang, dia udah belajar sangat keras." Protes Ningrum.

"Tapi satu yang terlewat, menurut ku dia nggak tahu sopan santun."

Wajah Ningrum makin terlihat gelisah, "aku tahu Sagara memang agak arogan, tapi bukan bearti dia jahat, aku tahu gimana dia belajar, dia udah sangat bekerja keras untuk ini. Dan aku tahu gimana kemampuannya. Rasanya nggak adil kalau dia sampai nggak lolos. Apa ini ada hubungannya sama perkelahian kalian beberapa hari yang lalu?"

"Itu salah satunya." Jawab Dewa, "tapi kalau kamu pingin Sagara lolos, aku punya satu permintaan sama kamu, itu juga kalau kamu setuju."

"Yaudah, ngomong aja, apa permintaan kamu?"