webnovel

dave.pov

kuawasi truk-truk kontainer yang berjajar di halaman belakang kantorku sementara para bawahanku sedang mengangkut berbagai macam barang dari gudang untuk dimasukan ke dalam truk sejak pagi tadi. malam ini gudang akan dikosongkan dan akan dilakukan distribusi besar-besaran, semua hal harus berjalan sempurna tanpa ada kesalahan. mungkn malam ini akan menjadi salah satu malam paling menegangkan dalam bisnisku. aku belum pernah melakukan transaksi gelap secara besar-besaran dan bersamaan seperti ini sebelumnya. maklumlah, aku belum terlalu lama berkecimpung di dunia hitam dengan posisi tinggi seperti ini.

"dave, lo istirahat dulu aja, dari muka lo gue tebak lo sama sekali gak tidur tadi malem" kata diego.

"gimana bisa gue tidur? gue harus siapin semuanya sampai sempurna biar gak ada kesalahan. lo tau, kita ini cuma organisasi kecil kalo dibandingin orang-orang itu. kalo ada kelalaian dikit aja bakal gawat" kataku.

"emang sih kita gak boleh sembarangan, tapi lo juga gak perlu maksain diri juga kali, san tiduran bentar, biar gue yang urus" kata diego. okelah aku mengalah, sebenarnya diego lebih ahli dibanding diriku. aku sampai lupa, kenapa aku yang jadi bosnya bukan dia saja? sudahlah itu tidak penting, aku tidak peduli yang jadi bos aku atau diego, lagipula diego kan memang tidak punya ambisi sebesar ambisiku, dia hanya ikut berjalan dijalan yang sama denganku dan melakukan apapun yang kuinginkan karena dia sahabatku.

aku berjalan ke arah kantor, namun tiba-tiba terdengar keributan, ada teriakan wanita, siapa itu? tidak mungkin anak buahku berani membuat keributan di depanku. lalu kulihat dari seorang perempuan yang berjalan tergesa dari dalam kantor diikuti beberapa bawahanku. sialan, kenapa dia bisa berada disini?

"dave....!!!" teriak clara sambil berlari kearahku dan terus menepis para bawahan yang berusaha menghalanginya. aku berjalan kearahnya, membiarkan semua orang berhenti dari pekerjaannya dan melihatku dan clara.

"ngapain kamu kesini?!" tanyaku emosi. dia benar-benar membuat kekacauan.

"ngapain? emang aku gak boleh pergi ke kantor suami sendiri? ini juga ngapain pegawai kamu nahan-nahan aku kaya gini? aku kan istri kamu!" ujar clara kesal. dia menyilangkan tangannya sambil sesekali memelototi bawahanku yang kini menunduk takut di depanku karena tidak berhasil menahan clara. datang lagi seseorang yang buru-buru dari dalam kantor. tedi, apa dia yang berani mengantar clara kesini? sepertinya dia harus mendapat hukuman setelah aku menyelesaikan pekerjaanku disini.

"ted, ngapain lo nganter dia kesini?" tanyaku.

"maaf bos, saya tidak berhasil menjaga nona clara. tadi nona minta saya antar kesini saat perjalanan ke toko batik di kota, sudah saya tolak. tapi ketika di toko batik tiba-tiba nona tidak ada, saya pikir nona nekad naik taksi kesini" jelas tedi. aku menatap clara yang memasang tampang tidak mau disalahkan. dia ini benar-benar gila dan merepotkan.

"habis dia gak mau nganter kesini, aku kan pengen ketemu kamu" ujar clara.

"ngapain kamu pengen ketemu aku? kalo ada yang perlu kamu bicarain kamu bisa telepon atau nunggu aku punlang, gak perlu dateng kesini" ujarku.

"gak bisa gitu, aku harus kesini sendiri buat ngasih kamu ini...." kata clara sambil menguluerkan sebuah paperbag padaku. aku hanya melihatnya tanpa berniat menerimanya.

"apa ini?" tanyaku.

"baju batik buat nanti malem biar kita bisa couple an...." ujar clara. kurasakan mataku berkedut, apa dia tidak mengerti kalau aku tidak ingin datang ke acara itu?

"kamu gak ngerti juga? kita gak akan dateng ke acara gak penting itu, biar rosa yang dateng, aku sibuk, ngerti?" ujarku. wajah clara memerah.

"kenapa harus rosa? yang diundang kita, kenapa harus rosa yang dateng? kenapa bukan aku yang kamu suruh dateng, aku kan istri kamu, harusnya aku yang mewakili keluarga kita, bukan rosa!" seru clara emosi. jadi itu yang dia inginkan? menyebalkan.

"ya udah, kalo gitu tinggal kamu aja yang dateng mewakili keluarga kita, selesaikan?" kataku, namun sepertinya dia tidak suka dengan jawabanku.

"oke, aku akan dateng sendirian!" bruk! clara melempar paper bagnya padaku lalu berjalan dengan cepat meninggalkanku sementara tedi mengikuti di belakngnya, semua orang seperti shock melihatku diperlakukan seperti ini. ya ampun.... sehari ini aku sudah dua kali dilempari barang olehnya. apa dia sedang pms dan jadi suka melempar barang-barang padaku?

"singkirin itu, yang lain kembali bekerja" kataku, semua kembali bekerja kecuali diego yang malah cekikikan dan mendekatiku.

"ngapain lo ketawa?" tanyaku.

"lucu aja liat lo dilempar barang begini. gue gak nyangka dia berani banget sama lo, apa tiap hari dia gini ke elo?" tanya diego.

"gak, mungkin dia lagi pms, dari pagi kerjanyaa emosi terus. udah, kalo kaya gini gue jadi gak bakal bisa tidur, gue mau cek yang di gudang. lo awasi yang disini" kataku.

aku pergi ke gudang yang mulai lapang karena barang-barang yang telah dikeluarkan. setelah ini aku harus memastikan ulang siapa penerima barang dan dimana lokasi fixnya, terkadang untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan seperti adanya penguntit atau apa, lokasi pengiriman bisa diubah tiba-tiba dan itu sangat merepotkan, sama repotnya dengan megurusi bocah itu. mulai dari ranjang yang selalu penuh dengan komik-komiknya, lalu lapar di malam hari dan membangunkaku untuk menemaninya ke dapur, lalu tadi yang terparah, memaksaku datang ke acara seperti itu. dia sebenarnya seorang penurut, apapun yang kusuruh akan dia lakukan, tapi dia juga agak keras kepala dan agak manja, apa yang dia inginkan juga harus dia dapatkan dan itulah yang membuatnya terkesan suka menuntut. tapi kali ini agak berbrda, diaa biasanya takan protes dan marah sampai seperti ini, biasanya dia hanya menunjukan wajah kesal, tidak sampai marah seperti tadi. apa aku telah melakukan suatu kesalahn besar hingga dia harus marah seperti ini? argh.... kenapa pula aku harus pusing memikirkan sesuatu yang tidak penting seperti ini? mau dia marah atau tidak itu bukan urusanku. memikirkannya hanya akan menghambat pekerjaanku.

jam menunjukan pukul tujuh saat semua barang siap dikirim. aku merebahkan badanku di sofa panjang dalam ruanganku. sepertinya aku butuh istirahat.

"mau langsung pulang lo?" tanya diego sambil duduk di sofa lainnya, ia menyalakan rokoknya.

"gak, gue masih harus ngurus sesuatu" jawabku sambil memejamkan mata.

"dibilangin jangan maksain diri masih aja maksa, sana pulang lo, kasian istri lo ke acara kaya gitu sendirian" kata diego.

"emang dia bakal dateng sendirian beneran? palingan juga sekarang lagi makan kalo gak baca komik dikamar" jawabku.

"lo tu emang bego banget ya kalo tentang cewek. cewek tipe keras kepala dan labil kaya clara tu, kalo udah omong bakal dateng sendirian ya dia bakal dateng sendirian. lo tau gak kalo lo udah nyakitin dia tadi?" ujar diego. aku membuka mataku dan menatap diego.

"nyakitin apaan? emang gue ngapain dia?" tanyaku. aku tidak menemukan kesalahan dari apa yang kuucapkan tadi.

"ya elah.... masa gue harus ngajarin lo tentang cewek, diakan istri lo, lo yang harusnya lebih tau perasaaan dia daripada gue. sana pulang" usir diego.

"males, gue mau tidur dulu" kataku lalu kembali mrmejamkan mata. apa benar clara merasa begitu? memangnya apa yang salah dari perkataanku? dia sudah mendapat apa yang dia inginkan, kurang apa coba?

bruk! diego melempas sesuatu ke mukaku.

"apaan sih lo?!" seruku sambil menyingkirkan benda itu dari wajahku. ternyata papes bag dari clara.

"udah lo pulang aja, dia udah beliin tu baju buat lo, gue yakin lo juga gak bakal bida tidur karena mikirin tu cewek dari tadi" ujar diego.

"siapa yang mikirin dia? lo kali"

"gak usah nyangkal lo, cepetan pulang, biar gue yang urus kerjaan, cepetan...." desak diego sambil mendorongku dari sofa. ah, mengganggu.

"argh.... diem lo sialan, iya iya gue pulang" umpatku sambil bangkit, kuambil paper bag yang tadi kulempar dan kuambil isinya. sebuah kemeja batik warna hitam dengan motif wayang di bagian kanan depan dan beberapa motif lain yang tidak begitu ramai.

"gak buruk, gue suka selera istri lo" kata diego. aku tidak menanggapinya, melainkan segera melepas kemejaku dan memakai batik itu. sangat pas dan nyaman kupakai.

"gue gak keliatan norak kan pake ini?" tanyaku sambil mematutkan diri di bayangan kaca rak buku.

"norak apaan? keren kok, jauh lebih keren dibanding saat kita pake batik waktu sma" ijar diego.

"gak usah nostalgia, gue balik. awas aja kalo kerjaan gak beres apalagi sampe kacau, mati lo besok" ancamku.

"ancem aja sampe puas, sekacau-kacaunya kerjaan gue, lo gak bakal bisa bunuh gue" sialan, benar juga katanya.

aku keluar dari ruanganku, semua anak buahku memperhatikanku, apa aku seaneh itu memakai batik? ah, siapa yang peduli.

aku memasuki mobilku dan segera memacunya menjauh dari kantorku.

kukeluarkan hp ku untuk menelpon tedi, memastikan apakah clara betulan pergi atau tidak. jika tidak aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri dengan datang sendirian.

"ted, si clara jadi pergi gak?" tanyaku.

"jadi, ini saya lagi nungguin nona clara di rumah kepala desa"

"lo balik aja, gue mau kesana sekarang, biar clara pulang ma gue"

"ok bos, oh ya bos, tadi sepulang dari kantor nona clara nangis" aku diam sesaat.

"nangis? kenapa dia nangis?" tanyaku.

"gak tau bos, nona gak bilang apa-apa" jawab tedi. aku mematika telepon dan mempercepat mobilku menuju kediamn kepala desa. sekitar lima belas menit kemudian aku sampai. tempat itu telah ramai dengan tamu-tamu, aku turun dan begitu aku memasuki tempat acara berpasang-pasang mata langsung menatapku. beberapa orang menyapaku, tapi aku tidak sempat meladeni mereka, aku harus menemukan clara dulu.

"mas dave, selamat datang, saya kira mas dave tidak akan datang karena tadi mb clatmra sendirian, ternyata anda menyusul" sapa kepala desa. aku menyalaminya dan sedikit berbasa-basi dengan mengucapkan selamat atas kelahiran cucunya.

"oh ya pak, apa bapak melihat istri saya?" tanyaku, malas berbasa-basi terus.

"tadi saya melihat mb clara di deket teras belakang"

"kalo begitu saya kesana dulu, terimakasih pak" kataku sopan lalu pergi ke tempat yang ditunjuk kepala desa. dari kejauhan dapat kulihat clara yang sedang ngobrol dengan gerombolan ibu-ibu. ia mengenakan batik dengan motif yang sama denganku hanya berbeda model. batiknya berupa dress selutut dengan lengan pendek. cukup sopan untuk acara ini. rambutnya dicepol sedemikian rupa, membuatnya tampak lebih dewasa, ditambah dengan wajah yang dipoles make up tipis. setelah dilihat-lihat sebenarnya dia sangat cantik. tiba-tiba salah seorang ibu-ibu melihatku lalu mencolek bahu clara dan menunjukku. dapat kulihat wajahnya yang terkejut ketika melihatku.

"hai" kataku, untuk sesaat dia hanya terpaku. meski samar dapat kulihat bekas menangis di wajahnya, dan itu membuatku tidak bisa berkata-kata.

Próximo capítulo