webnovel

Prolog

Tokoh

Sylvia

Gadis biasa yang bisa dibilang introvert, mungkin karena keadaanya yang serba kekurangan membuat dia tidak percaya diri dalam lingkungan, walau begitu dia anak yang pekerja keras dan pantang menyerah, hidup hanya dengan seorang ibu yang telah menua dan mulai sakit-sakitan memaksanya untuk tetap tegar.

Rose

Rose sudah berusia 20tahun, tapi dia masih duduk di kelas 2 SMA, baginya pendidikan bukanlah hal penting, sosoknya yang ceria, riang dan wajahnya yang cantik didukung penampilannya yang modis, Rose bisa menaklukan pria manapun. Bagi orang lain dia seperti bunga yang memikat kumbang-kumbang, tapi hidupnya tidaklah seindah itu, dia telah lama berjuang untuk sampai di level membaik seperti saat ini, masa lalunya membuat dia tidak bisa memandang rendah orang lain, karena dia tahu seperi apa rasanya.

Vicko

Pria ini tidak begitu peduli, sangat cuek, tapi seperti yang lainnya dia juga goyah oleh pesona Rose. Pria yang terkenal cerdas dan berhati dingin, baginya tidak ada yang menarik selain menjadi sukses dan meneruskan usaha orangtuanya. Dia terlahir dengan banyak kelebihan, harta, keluarga bahkan wajah dan tubuhnya, jika Rose adalah mawar, maka Vicko adalah magnet.

PERTAMA

" ini seragam sekolah barumu non, Tuan sudah menunggu di kamarnya "

Seorang pria tersenyum lebar menatap tubuh di hadapannya, Dia merasa sangat puas, dengan segera dia meninggalkan kamar itu. Gadis itu melepaskan ikatan di pergelangan kakinya, menarik selimut menutupi tubuhnya, bibirnya menghisap dalam rok*k yang baru saja dinyalakan, asap mengepul diatas kepalanya, dia menatap kosong langit-langit kamar.

*********************************

Tidak mudah menjadi bagian dari sekolah ini, St Morin, sekolah pilihan di kota ini, dapat masuk sebagai siswa ditempat ini seperti sebuah anugrah untuk Sylvia.

Dia berdiri lama di pintu gerbang, udara masih terasa amat sejuk pagi ini, angin yang berhembus menggoyahkan dasi dan ujung rambut Sylvia, dia tidak bergeming, matanya seperti menahan haru, tangannya mengepal, pundaknya sedikit bergoyang, aah.. dia sendiri tidak percaya dengan anugrahnya.

piiip.. piiip..

Sylvia tersadar, dia menghapus air di sudut matanya, suara HP polyponic dari saku mengagetkannya, dari pak Felen, dengan segera dia menyahuti suara berat diseberang sana.

" Sylvia, nanti sore gudang terima barang, apa Kamu akan membantu? Saya sengaja memberitahumu terlebih dahulu, Ibumu selalu mendesakku "

" tentu saja Saya akan membantu, terimakasih Bapak Felen sudah memberikan Saya pekerjaan "

Gadis itu berlari memasuki gerbang sekolah, tangannya masih menggenggam ponsel keluaran entah berapa tahun yang lalu. Bagi Sylvia sekolah dan kesehatan ibunya adalah yang utama saat ini.

Jika Sylvia adalah siswa pertama yang memasuki gerbang di tahun ajaran baru kali ini, berbeda dengan..

Keriuhan upacara penerimaan murid baru masih menggema, siswa-siswa berbaris rapi di aula sekolah, beberapa orangtua bahkan ikut mengantar di halaman sekolah, sekedar mengambil gambar, mengabadikan momen masuk ke sekolah ini adalah kebanggaan.

Seorang gadis berjalan santai, bahkan pintu mobilnya dibiarkan terbuka di belakang punggungnya, sontak saja tingkah nya itu mencuri perhatian sekitar.

" ini jam berapa? Apa dia senior ? "

" mungkin anak pejabat "

" aaah lihat cara berjalannya, apa dia model "

Rose tidak perduli dengan bisikan orang sekitar, pasti mereka orangtua kelas 1, dia masih dengan santainya memasuki ruang aula, dan bergabung dalam barisan.

Beruntungnya dia, pintu aula pas sekali menembus barisan belakang, jadi dia tidak perlu menghentikan pidato kepala sekolah yang berkoar-koar di depan sana.

Lirikan mata tak berhenti menatapa Rose, dia sungguh mencuri perhatian sekitar. wangi parfumnya, gaya berpakaiannya, dan wajahnya, tidak mungkin membuat orang lain berpaling darinya.

Rose memakai seragam seperti yang lainnya, hanya saja roknya terlalu pendek untuk seorang siswa, pahanya yang mulus itu bisa membuat silau mata yang melihat. Dia juga memakai jam tangan ternama, belum lagi tas dan sepatu pantofelnya, itu merk ternama dunia.

Vicko mengelus ujung hidungnya, wangi yang menyeruak membuat nya ingin bersin, tangannya mengkibas pelan di depan wajah, menghalau udara barangkali bisa membuat udara yang dia hirup lebih netral. Wangi itu tentu saja pertanda kedatangan Rose, tapi Vicko tidak ambil peduli, matanya masih fokus melihat ke mimbar dimana kepala sekolah berpidato. Beberapa siswa disekitarnya mulai berbisik, sepertinya mereka kehilangan tanda fokus.

" Apa sih yang mereka bicarakan ?" tanya Vicko dalam hati, Karena barisannya adalah yang paling sedikit, jadi gerak gerik yang lain lakukan sangat terlihat oleh Vicko, kelas akselerasi memang dibatasi untuk beberapa siswa saja, tentu saja, kualitas otaklah yang membatasi mereka. Beberapa teman dibarisannya mulai mencuri-curi pandang, sesekali menoleh kebelakang dengan wajah bersemu. Vicko mengeryitkan dahi, ada siapa dibelakang sana ?

Kepala sekolah berganti dengan ketua perwakilan siswa yang memberikan banyak wejangan. Banyak siswa sudah merasa jenuh dengan acara formal pagi ini, mereka ingin segera melihat bagaimana penampakan kelas dan teman-teman barunya.

Sylvia memainkan ujung sepatunya, matanya sibuk sendiri memperhatikan lantai, dia bosan mendengar kata-kata di depan sana, saat matanya menyapu lantai, sungguh sadar dia akan perbedaan pada sepatunya, hanya dia yang memakai sepatu kanvas lusuh dengan sisi kiri-kanan sudah mengelupas, kaos kakinya kendor, Dia menarik, dan merapatkan kakinya.

Matanya memperhatikan satu persatu kaki-kaki disekitarnya.

" ahh.. sepatunya cantik sekali "

tentu saja itu hanya bisikan hati Sylvia, semuanya sepatu baru yang licin dan mengkilap, gadis-gadis memakai sepatu pantofel yang cocok sekali dengan rok kotak-kotak mereka. Tapi tidak dengan nya.

Kaki yang jenjang mencuri mata Sylvia, Dia memperhatikan sepatu gadis itu.

" Woooah.. "

Tanpa sadar dia bergumam sendiri, lihatlah kaki jenjang itu, kulitnya bersih dan mulus, pantopel dari bahan kanvas dengan print huruf F berwarna hitam coklat sangat sempurna dengan seragam St Moris. Pandangan Sylvia mulai naik memperhatikan tiap jengkal pemilik kaki itu. Sipemilik kaki mulai bersandar di dinding aula, tangannya masuk ke dalam saku , dia mengambil sesuatu, tangannya menutup rapat kotak putih itu, tapi Sylvia semakin membuka matanya, melotot. Sylvia tidak percaya dengan penglihatannya.

" bukankah itu r*kok? "

Sylvia memperhatikan sekali lagi dibalik cela-cela jari gadis itu, kali ini sylvia semakin yakin kalau itu bungkus salah satu merk rok*k, dia pernah melihatnya di kotak kaca bapak Felen. Bagaimana mungkin seorang murid sekolah mer*kok? Sylvia menggelengkan kepala, mungkin dia salah.

Baru beberapa menit Rose berdiri di aula sekolah, badannya sudah mulai lelah, dia mulai bersender di dinding, menjauh dari barisan.

" Haaaa... Aku bosan " gumamnya gusar, dia tidak pernah betah berlama-lama untuk hal tidak penting seperti ini, saat kesal seperti ini adalah hal yang melegakan kalau dia bisa menghisap dalam-dalam sebatang r*kok dan mengepulkan asapnya ke udara.

Sepertinya Rose tidak mampu menahan hasratnya, tangannya menjangkau isi saku, meremasnya, dengan sedikit kehati-hatian Rose mengeluarkan isi sakunya, dia mencuri-curi waktu yang baik untuk meninggalkan ruangan penat itu.

Beberapa saat saja Sylvia bermain teka-teki di pikirannya, meyakinkan diri sendiri bahwa yang dilihatnya bukanlah kotak rok*k, matanya kembali mencari sosok gadis tadi, Tapi Sylvia tidak bisa melihat nya lagi, teka-teki di kepalanya semakin bertambah, kemana gadis tadi ? apakah itu rok*k? apakah itu hanya bungkusan cemilan?dengan banyak pertanyaan dalam pikiran tapi Dia hanya mampu menundukkan kepala merenungkan sendiri.

** Mohon maaf sebelumnya jika ada kesengajaan yang menyinggung atau melukai perasaan, gambar hanya pendukung dalam berimajinasi.

Tolong Like dan Komen ya, semoga saya tetap semangat, silahkan tuliskan karya masing-masing saya juga akan mendukung!

Próximo capítulo