webnovel

Free World Online

2050, sebuah game berbasis Virtual Reality Massive Multiplayer Online sudah di buat oleh perusahaan game terkemuka di dunia, Free World Company. Saat pembukaan game yang dinantikan itu, kengerian telah terjadi. Menu Log Out yang harusnya tersanding di Sistem Menu, telah menghilang, dan kematian di dunia itu sama dengan kematian di dunia nyata. Jika kau ingin keluar dari game itu, maka satu-satunya jalan adalah dengan membuka seluruh Map Area yang berjumlah sepuluh Area dengan masing-masing Area di kuasai oleh Boss kuat yang bisa mengancam nyawa para Player.

Hadi_Prayoga · Jogos
Classificações insuficientes
20 Chs

15: Dungeon Aneh

Aku mengangkat wajahku layaknya orang sombong, lalu menatap mereka dengan tatapan sinis, setelah itu aku mengangkat tangan kananku sebatas perutku dan membunyikan jari telunjukku layaknya Kaneki Ken yang hendak bertarung. "Aku tidak sendirian, lho!"

Iya, aku merasakan hawa kehadiran mereka dengan skill pencuriku.

Seketika ledakan terdengar, dan di saat yang sama dinding dan atap rumah ini hancur bersamaan dengan puluhan player yang menerobos masuk.

"Mereka pemerkosanya!"

"Hajar!"

"Whoa! Kakek itu pemerkosa?"

"Asw, udah bau tanah masih pengen kenthu aja!"

"Sialan!"

"Kami juga pengen ngewe, anjir!"

Puluhan player tadi tanpa ragu menghajar mereka berempat, bahkan walau lawan mereka adalah seorang Kakek-Kakek, mereka semua tidak ragu.

"Mary," Kataku pada Mary yang berdiri di belakangku, "Lihatlah!"

"Iya, aku melihatnya." Mary perlahan berjalan ke samping kiriku. Ada air mata bahagia yang menetes, ada air mata kebebasan yang mengalir di pipinya. Dia sudah lepas dari kengerian itu.

"Nikmat, bukan?"

"Nikmat?"

"Melihat mereka yang kau benci di hajar habis-habis'an seperti itu?"

"Iya, sangat nikmat."

"Apa kau ingin mereka mati, Mary?"

"Iya!"

"Kalau begitu aku tidak perlu mengatakan apapun."

"Zack."

"Iya?"

"Aku rasa aku..."

"Eh?" Aku buru-buru menoleh pada Mary. "Tung-"

"Aku menyukai mu, Zack!"

"Gawat!" Gumamku.

---

Pengeroyokan itu terjadi selama kurang lebih sepuluh menit. Dan dalam waktu yang singkat itu, ke empat pemerkosa dan pedofilia itu mati secara mengenaskan. Walau mayat mereka tidak di temukan karena mayatnya menghilang menjadi asap berwarna putih, tapi kita semua yang ada di tempat kejadian tahu betapa tersiksanya mereka sebelum mereka mati.

Mary bergabung ke serikat The Green Eyes saat Rena mengajaknya bergabung. Kini Mary sedang mengurus surat-suratnya bersama Rena dan Liz. Mungkin Mary juga sekalian meminta maaf pada Liz tentang apa yang terjadi pada Kakaknya dan alasan kenapa si Red Eye melakukan hal itu.

Yuki duduk di kursi yang ada di samping Air Kebangkitan. Dia terlihat masih shock atas apa yang menimpanya. Maya duduk di samping Yuki dan mungkin mencoba untuk menenangkannya.

Lalu aku, aku berdiri di luar semua kelompok itu, melihat semuanya dari kejauhan, karena mau bagaimana pun aku hanyalah seorang Pengelana Hitam, artinya aku hanyalah seseorang dari balik bayangan. Iya, julukan itu sangat cocok untukku, untuk orang sepertiku.

Aku tersenyum dalam diamku, lalu berjalan menjauh dari semua kelompok itu.

Notif pesanku berbunyi.

Yuki: Terima kasih banyak, Zack.

Aku tersenyum, lalu membalas pesan itu.

Zack: Aku hanya menghubungi Rio, sebaiknya kau berterima kasih padanya.

Ada banyak alasan bagi orang-orang untuk memainkan game ini, dan banyak dari alasan itu adalah kesenangan saat bermain game VR. Tapi apakah benar hanya itu saja? Tentu saja tidak. Ada banyak juga jenis orang yang memainkan game ini karena hal-hal lainnya. Contohnya adalah tentara yang berlatih perang dengan metode VR, lalu polisi yang melakukan reka ulang dengan metode VR. Itu adalah hal-hal baik yang dilakukan. Lalu ada hal-hal buruk yang di lakukan, seperti pemerkosaan. Di game yang harusnya kita menggunakan avatar, kita bisa dengan santainya memperkosa orang lain dengan wajah tampan atau cantik, dan pembunuhan. Orang-orang yang tergila-gila membunuh, mungkin bisa menggunakan VR untuk mengalihkan hasrat membunuh mereka. Tidak! Sebenarnya itu adalah hal baik, karena semua keburukan itu di alihkan pada sebuah game. Tapi bagaimana jika sekarang? Apakah membunuh adalah hal baik walau ini hanyalah game? Apakah memperkosa adalah hal baik walau ini hanyalah game? Jawabannya: tidak!

Apa yang terjadi pada Yuki, pada Chio, dan pada Mary, adalah salah satu dari sekian banyak kejahatan yang terjadi saat game ini mulai jadi kenyataan.

Dengan adanya organisasi bawah tanah, pembunuhan jadi hal yang biasa.

Dunia ini, sudah rusak.

Tidak! Aku salah, karena dari awal dunia ini tidak pernah benar. Memang sulit untuk mengatakannya, tapi game VR yang aku suka ini, perlahan aku mulai membencinya. Rasa takut akan kematian terus menggerogoti hatiku.

Aku menoleh ke arah kananku, dan melihat kafe. Aku tersenyum, lalu masuk ke dalam kafe itu, duduk di tempat paling ujung dan memesan secangkir kopi dan sepotong kue. Saat pesanannya sudah ada di mejaku, aku hanya menatap makanan di depanku dan melamunn.

"Ini hanyalah makanan palsu."

"Benar!"

"Yuki?"

Yuki tersenyum lembut padaku, "Boleh aku duduk di sini?"

Aku mengangguk, "Tentu."

Setelah Yuki duduk di seberangku, dia memesan parfait.

"Zack."

"Ya?"

"Terima kasih."

"Kau sudah mengatakannya di pesan."

"Iya, tapi aku tetap ingin mengatakannya."

"Begitu ya?"

"Iya."

"Di mana Maya?"

"Setelah meyakinkannya aku baik-baik saja, Maya langsung kembali ke toko nya di Area tiga."

"Apa kau benar baik-baik saja?"

"Mereka belum melakukan... Hiks..."

"Yuki? Ka-Kau tidak baik-baik saja!"

Yuki mulai menangis. "Se-Setidaknya mereka... Hiks... Hiks... Mereka belum..."

"Tenanglah." Kataku. "Semuanya sudah berakhir."

"Aku malu."

"Yah, tentu saja."

Yuki menggeleng. "Aku malu pada Mary."

"Ha? Mary?"

"Dia bilang padaku bahwa dirinya sudah di perkosa lima kali di dunia nyata oleh mereka, tapi dia tetap kuat dan bahkan dia tidak menangis. Tapi aku... Hanya membayangkannya lagi saja, tubuhku gemetar."

"Tidak bisa di pungkiri lagi." Aku berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Walaupun aku tidak tahu rasanya, tapi aku yakin kau dan Mary pasti ketakutan."

"Iya."

"Nah, Yuki." Aku mencoba untuk memberanikan diriku.

"Iya?"

"Di dunia nyata..." Apakah aku berani mengatakannya? "Apakau kau sudah..." Sial! Apakah aku harus melanjutkannya? "Punya pa-" Tidak! Kalau begini, aku hanyalah sampah.

Walau aku berkata bukanlah aku yang menyelamatkan Yuki, hatiku tetap berkata kalau memang akulah yang menyelamatkan Yuki, dan karena pikiran itu, aku jadi ingin Yuki membalasku dengan sesuatu yang membuatku merasa senang, yang membuatku berkata kalau apa yang Yuki lakukan untukku telah sepadan dengan aku yang sudah menyelamatkannya. Jika aku melakukan itu, aku hanyalah sampah yang bahkan lebih menjijikan dari para pemerkosa itu.

"Ada apa?" Tanya Yuki. Mungkin dia penasaran kenapa aku berhenti lama sekali.

Aku menggeleng, "Apakah di dunia nyata, kau punya game lain seperti Free World Online?" Iya, ini lebih baik.

Yuki menggeleng, "Ini adalah game MMORPG pertamaku."

"Oh." Aku tersenyum.

"Oh, iya." Yuki memakan parfaitnya. "Mary menyukai mu ya, Zack?"

"I-Iya, sepertinya begitu." Jawabku, sambil mengalihkan pandanganku.

Yuki tertawa kecil, "Kau adalah pahlawan bagi Mary."

"I-Iya, kau benar."

"Bagiku juga." Yuki menggumamkan sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya.

"Apa?"

"Tidak ada." Yuki menggeleng, lalu kembali memakan parfaitnya. "Apa kau menerima cinta nya Mary, Zack?"

Aku menggeleng, "Tidak tahu."

"Tidak tahu? Kau tidak boleh seperti itu, Zack!"

"Kenapa?" Tanyaku, sambil mengambil kopi ku, lalu meminumnya sedikit.

Yuki tersenyum lucu setelah memakan parfaitnya. "Saat seorang gadis jatuh cinta, mereka tidak akan menyerah, jadi sebaiknya kau saja yang menyerah, Zack."

Aku tersenyum, "Begitu ya?"

"Hmm? Ada apa, Zack?"

"Tidak ada."

Apakah ada seseorang yang suka padaku selain keluargaku? Apakah benar saat aku menyukai orang lain, ada orang lain juga yang suka padaku?

Aku, hanyalah lelaki pecandu Anime dan Game MMORPG yang bodoh. Tidak ada satu pun gadis yang suka padaku.

Liz? Mary?

Bukan! Itu bukanlah cinta.

Mereka tidak benar-benar jatuh cinta padaku.

"Nah, Yuki,"

"Apa?"

"Apakah perempuan menyukai lelaki yang bisa melindungi mereka?" Tanyaku.

Yuki tampak hampir tersedak. "Te-Tentu saja."

Aku menatap sesuatu di luar jendela kafe. Aku tidak tahu apa yang aku lihat, tapi mungkin aku hanya melihat bayangan diriku yang lemah ini, yang tidak bisa melindungi siapapun. Aku harus terus bertambah kuat.

"Zack."

"Iya?" Aku menoleh pada Yuki.

"Apa kau mau menjelajahi dungeon bersamaku? Mungkin Maya dan Mary juga bisa ikut, oh aku rasa Rena bisa kita ajak juga." Yuki berhenti sejenak, "Bagaimana?"

"Aku takut aku tidak bisa melindungi kalian?"

Yuki tampak berpikir. "Kalau begitu bersama ku saja."

"Hmm?" Aku memiringkan kepalaku seolah bertanya alasannya.

Sepertinya Yuki mengerti maksudku, dan dia mulai berkata, "Aku kuat, lho."

"Mereka menangkapmu."

"Bukan!" Yuki memasukan sendok parfaitnya ke dalam gelas dengan kasar. "Waktu itu Kek Jii tiba-tiba ada di belakangku dan menyuntikan sesuatu dan saat itu juga aku tidak sadar."

"Oh. Jadi maksudmu, jika saat itu Kek Jii tidak melakukan hal itu, kau bisa menang melawan mereka?"

Yuki mengangguk semangat, "Tentu saja."

Aku tersenyum, "Baiklah, kita bisa pergi besok pagi."

"Jam delapan."

"Baiklah."

Setelah selesai dengan apa yang kami pesan, kami berpisah di depan kafe itu. Aku tidak tahu kemana tujuan Yuki, tapi aku berjalan menuju gedung serikat The Green Eyes.

Butuh setidaknya sepuluh menit lebih baiku untuk akhirnya sampai ke depan gedung The Green Eyes.

Di depan gedung The Green Eyes, ada sebuah makan yang batu nisannya berbentuk patung dari Ray. Posisi patung itu adalah Ray yang sedang memegang kedua pedang di punggungnya.

Aku berdiri dua meter di depan patung itu.

"Ray, serikat mu sudah menjadi serikat terbesar dan terkuat di dunia ini. Dan serikat mu sudah menyelamatkan banyak orang." Kataku.

"Benar sekali!"

Aku berbalik dan mendapatkan sosok Rio. "Rio, dari tadi?"

"Iya, bokong mu memang indah, Zack."

Aku sedikit tersentak dan hampir saja aku menghajarnya. "Ma-Makasih, kau adalah orang pertama yang mengatakan itu."

"Benarkah?" Dia terlihat sangat senang. "Nyaaahhh!!! Senangnya jadi yang pertama."

"Terima kasih, Rio."

"Hmm?"

"Terima kasih karena sudah datang saat aku membutuhkan kalian."

Rio tersenyum, "Saat teman-teman ku dalam bahaya, tentu saja aku akan menyelamatkan mereka. Dan juga, bukankah Mary adalah perempuan yang cantik." Rio tiba-tiba terlihat kesal. "Walaupun dia jadi saingan cinta ku."

"Eh?"

"Tidak ada apa-apa, Zack. Yang lebih penting, kau mau ke kamar ku?"

Aku menggeleng kuat-kuat. "Tidak! Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih pada mu dan seluruh anggota serikat, tapi untuk seluruh anggota serikat, rasanya mustahil."

"Tidak apa, aku sudah mengirimkan pesan di guild chat tentang kau yang berterima kasih."

"Begitu ya. Makasih ya."

"Iya."

"Oh iya." Aku memandang sekitar. "Aku dengar kau punya pengawal atau anggota terkuat yang di sebut Triple Attack."

"Oh," Rio mengangguk. "Iya. Mereka sedang membimbing para anggota baru di Monster Zone."

"Bagus."

"Mereka bertiga lelaki yang tampan dan menawan."

"H-Hee."

"Tapi, tapi... Kau tidak akan bergeser dari hati ku, Zack."

"Ahaha." Yah, malah aku ingin kau menghancurkan ku dari hati mu. "Kalau begitu, Rio. Aku harus pergi."

"Oh, mau kemana?"

"Entahlah. Hanya jalan-jalan saja."

"Kalau begitu aku ikut denganmu saja, Zack."

"Eh? Ka-Kau tidak sibuk sebagai leader?"

"Ah!" Rio seperti mengingat sesuatu. "Karena kau mengatakan itu, aku harus membaca laporan tentang Boss Area Lima ini." Rio kemudian berlalu. "Sampai ketemu lagi, Zack."

"I-Iya!" Kalau bisa aku tidak mau bertemu dengan mu lagi.

Ah, aku merasa kurang sopan padanya saat aku membayangkannya, seluruh tubuh ku merinding ketakutan.

Kemudian, aku menyewa kamar dan duduk di kasurku. Aku membuka ruang item ku, dan mengeluarkan item Pandora's Box.

Sebuah kotak dengan ukiran tengkorak emas di kuncinya, dan sekitarnya berwarna merah darah dengan ukiran di setiap sisinya adalah tulang-tulang Manusia berwarna emas.

"Apa sih ini?" Kataku, sambil membuka kotak pandora ini.

Saat aku melihat ke dalam, yang ada hanyalah cairan berwarna merah seperti lava, tapi saat aku memasukan tanganku, tidak terasa panas dan bahkan tidak menimbulkan damage padaku. Lalu saat aku mencoba mengambil cairan merah ini, tidak bisa, cairan ini seperti menembus tanganku.

Ini aneh.

Aku menaruh kembali kotak pandora nya ke ruang itemku, lalu tidur.

---

Keesokan harinya, aku bangun tepat pukul tujuh pagi. Fitur alarm yang berbunyi langsung di kepala ini membuat siapapun akan terkejut saat mendengarnya, maksudku... Saat kau sedang terlelap tidur, bukankah menakutkan saat suara berisik tiba-tiba terdengar di kepalamu? Walaupun suaranya tidak seberisik jam wecker, tapi tetap saja itu sudah cukup untuk membuatku terbangun dengan jantung yang berdetak kencang, setidaknya hal seperti ini terus terjadi padaku saat aku dalam pengasingan untuk memperkuat diriku.

Yuki mengirimiku posisinya pada jam setengah delapan, dan saat itu juga aku langsung menuju arahnya.

Aku sampai di depan Air kebangkitan Area satu.

Yuki terlihat sedang berdiri di depan Air kebangkitan itu dengan pakaiannya yang biasa. Kemeja putih yang di lapisi oleh armor di dada, punggung, serta tangannya. Lalu sebuah rok berwarna pendek di atas lutut berwarna hitam polos.

Aku melambaikan tanganku, "Yuki."

Yuki menyadari keberadaanku dan tersenyum, lalu berlari kecil ke arahku. Rambut putih panjangnya menari saat dia berlari ke arahku.

"Maaf lama." Kataku.

"Tidak juga."

"Kita ke dungeon di Area berapa?"

"Aku mendengar ada dungeon di Area Lima yang seluruh Monsternya menjatuhkan Adamantite panas."

"Oh, kita bisa menjualnya pada player dengan class pandai besi dengan harga mahal."

Yuki tersenyum lembut sambil mengangguk, "Iya."

Kami langsung menteleportasi diri kami ke Area lima yang penuh dengan lava. Di sebelah kananku, aku menatap kawah yang kemarin, yang mana aku mendapatkan kotak pandora ini. Lubang yang aku dan NPC aneh itu gali telah menghilang.

"Ada apa, Zack?" Tanya Yuki. Mungkin dia melihat aku yang menatap kawah itu dengan tatapan aneh.

Aku menggeleng, "Tidak ada. Ah, aku baru ingat."

"Ingat apa?"

"Kita pergi ke dungeon apa?"

"Eh? Aku belum memberitahu mu ya?"

Aku mengangguk, "Iya."

"Kita pergi ke dungeon yang tiba-tiba muncul di ujung timur Area lima."

Aku menoleh pada Yuki yang berjalan di samping kiriku. "Tiba-tiba?"

Yuki mengangguk tanpa menatapku. "Iya, player yang menyaksikan itu adalah salah satu dari tim penyerang."

"Oh, top player?"

"Iya."

"Lalu, kenapa kita memilih dungeon itu?"

"Saat orang itu melihat dungeon yang tiba-tiba muncul, dia tidak melarikan diri dan menjelajahinya." Yuki berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan nada yang terdengar lebih bersemangat, "Orang itu bilang semua Monster yang ada di dungeon itu bahkan tidak selevel dengan player yang jarang bertarung dengan Monster."

"Artinya..."

Yuki mengangguk dan menatapku, "Iya, mereka lemah! Tapi walaupun mereka lemah, mereka menjatuhkan item adamantite panas yang bisa di jual dengan harga mahal."

Ah, karena dia mengatakannya lagi, aku jadi ingat lagi.

Sudah lebih dari lima belas menit sejak terakhir aku dan Yuki berbicara, dan saat itu juga di depan kami ada sesuatu seperti tumpukan tanah setinggi lima meter, dengan sebuah pintu masuk yang terlihat seperti sebuah portal menuju dunia lain.

"Itu ya?" Tanyaku.

"Iya."

"Ah, kalau saja 'portal' itu tidak ada, tumpukan tanah itu tidak akan terlihat mengerikan."

Yuki tertawa kecil. "Kau benar."

"Oh, Yuki!"

Aku dan Yuki menatap ke arah kanan.

Seorang pria berbadan proporsional dan berambut pirang berjalan mendekati kami. Baru saja aku melihatnya, aku langsung menganggap dia adalah musuh. Kenapa? Karena dia tampan.

Laki-laki itu mungkin berumur dua puluh tahunan dengan armor layaknya ksatria di zaman perang eropa. Dia memakai pedang emas sebagai senjatanya.

"Shiki?"

Hanya dari melihatnya saja aku sudah tahu, kalau laki-laki bernama Shiki itu kemungkinan adalah pacar Yuki. Yah, dari awal aku memang sudah tahu kalau Yuki sudah punya pacar, tapi siapa yang sangka ternyata pacarnya juga ikut Log In ke game mematikan ini.

Hmm? Tunggu! Aku rasa aku tahu laki-laki itu.

Ah, dia Leader Of Golden Sword, Shiki.

Aku menghembuskan napasku.

Lawanku terlalu sempurna untuk pria menyedihkan sepertiku.

Aku melirik Yuki, "Ka-Kalau begitu aku dul-"

Yuki tiba-tiba menarik lengan bajuku. "Jangan pergi!"

"Eh?"

"Oh," Shiki menatapku saat dia berhenti beberapa meter di depan kami. "Kau si Pengelana Hitam yang di rumor kan itu ya?"

"I-Iya." Jawabku.

"Ku dengar kau tidak masuk ke serikat mana pun?"

"Iya."

Shiki tersenyum hangat padaku, "Apa kau mau bergabung dengan Golden Sword?"

Dengan cepat aku menggeleng, "Maaf, aku rasa aku tidak cocok dengan hal-hal seperti itu."

Shiki tertawa, lalu dia menatap Yuki. "Tidak kusangka kau mengenal orang sehebat Pengelana Hitam, Yuki."

Yuki tersenyum kecil dan mengangguk. "I-Iya." Wajahnya memerah. Ah, ini sedikit menggangguku.

"Kalian berencana masuk ke Dungeon aneh ini?"

Aku mengangguk, "Iya."

"Kalau begitu kita buat Party tiga orang saja."

Aku kembali mengangguk, "Itu bagus."

"Oke!"

Aku memasukan Shiki sebagai teman satu partyku, dan tanpa basa-basi lagi Shiki langsung menekan menu konfirmasi.

"Kalau begitu ayo masuk!"

"Iya."

"Tentu."

Baru saja kami memasuki portal tersebut, kami sudah di hadang oleh puluhan Monster yang terbuat dari lava berbentuk aneh, tapi seperti yang dikatakan dalam informasi top player, bahwa Monster-Monster ini sangat lemah.

Ada satu Monster yang menyerangku, tapi itu bahkan tidak mengurangi satu persen HPku, karena kemungkinan hanya memakan damage sebesar satu atau dua HP padaku, sedangkan aku hanya dengan satu tebasan bisa langsung membunuh mereka.

Ini mudah, tidak! Ini bahkan terlalu mudah!

Apakah sebuah game kematian pun menyediakan sebuah event bonus pada para player agar player tidak bosan? Tapi jika begitu, maka mereka masih memerlukan adanya teknologi, dan sebuah ketidakmungkinan pemerintah akan membiarkannya masih beroperasi selain untuk menopang daya hidup para player.

Aku menebas dua Monster di depanku, dan mendapatkan dua adamantite panas.

Shiki melompat dari arah kananku, dan menebaskan pedangnya ke depan, sebuah cahaya emas keluar dari pedang emasnya dan membunuh tujuh musuh sekaligus.

Yuki tampak tersenyum saat melihat itu.

Aku menghembuskan napasku.

Yah, bukannya aku menyukai Yuki, karena dari awal perasaan ini memang bukanlah perasaan suka, tapi sebuah perasaan tunggal dalam hatiku bahwa aku sudah terpesona oleh seorang gadis cantik dan kuat bernama Yuki, yang kini sedang bertarung bersama Shiki, lelaki yang mungkin Yuki suka, atau bahkan pacarnya.

Saat mereka berdua menari bersama pedang mereka di depanku, aku hanya memperhatikan mereka, dan saat ada Monster yang lolos, aku langsung membunuhnya.

Aku tersenyum.

"Zack?"

"Eh?"

Yuki menatapku dengan wajah heran. "Kau kenapa?"

Aku menggeleng, "Tidak! Aku hanya berpikir kalau kalian memang cocok." Lalu tersenyum.

"Hee?!" Wajah Yuki benar-benar terlihat merah padam karena kulitnya yang putih. "Co-Cocok? Ma-Maksudnya?"

Shiki mengangguk, menandakan kalau dia juga mempertanyakan hal yang sama.

"Yah," Aku berusaha untuk menjaga suaraku agar tidak bergetar. "Bukankah kalian pacaran?"

Wajah Yuki semakin memerahnya saja, bahkan aku yakin kalau sekarang kepalanya benar-benar panas karena sampai mengeluarkan asap seperti itu.

Shiki tertawa kecil. "Bukan, kami bukan kekasih."

"Weh?" Aku memiringkan kepalaku.

"Hanya saja mungkin Yuki masih memikirkannya." Shiki menoleh pada Yuki. "Seharusnya kau tidak perlu memikirkannya, Yuki."

Yuki mengangguk pelan, "I-Iya."

"Memikirkan apa?" Tanyaku.

Shiki kembali menatapku. "Saat Yuki depresi karena game ini tiba-tiba berubah menjadi death game, aku yang membuatnya bersemangat untuk maju ke garis depan. Karena mau bagaimana pun kekuatan dari seorang Penyihir adalah aset yang sangat besar untuk tim penyerang."

"Oh, kau benar."

Sekarang aku mengerti kenapa Yuki terus-menerus tersipu, dan kenapa dia terlihat sangat senang hanya karena bertarung di samping Shiki. Semua itu karena... Yuki menyukai Shiki, tapi itu hanyalah cinta bertepuk sebelah tangan.

Yah, biasanya orang setampan Shiki tidak bisa di miliki oleh satu orang, karena dia adalah milik semuanya.

Ha! Derita orang tampan ya? Sialan! Tapi setidaknya mereka bisa membuat Harem.