Danu melirik pada Pradita yang masih mengunyah rotinya. Semakin lama Danu melihat Pradita, ia jadi semakin gugup. Wajah Pradita tampak semakin cantik dan mempesona.
Apa yang telah ia lakukan selama ini? Mengapa ia menyia-nyiakan waktunya selama SMA dengan gadis bernama Arini. Padahal ia memiliki seorang sahabat yang sangat luar biasa. Kini, Pradita tumbuh menjadi seorang wanita yang dewasa.
Tiba-tiba, Pradita menoleh padanya. Danu mengerjapkan matanya dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jantungnya berdebar-debar kencang seolah mengejeknya.
Seorang Danu tak kuasa berdekatan dengan wanita cantik luar biasa seperti Pradita. Ia pasti sudah kehilangan akal sehatnya. Danu menarik napas dalam-dalam untuk mengembalikan kewarasannya yang entah menghilang ke mana.
Suara komputer berkata, "Nomor antrian dua ratus enam puluh di konter dua."
Pradita langsung bangkit berdiri. "Gua ke sana dulu ya," ucapnya sambil mengunyah roti.
"Oke." Otomatis Danu mengikutinya.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com