webnovel

23. Kriteria Cowok Idaman Flora

"Kenapa nggak ngerokok?"

Rafa menatap Flora dan rokok di tangannya bergantian. "Gue takut lo nggak suka sama cowok yang ngerokok. Atau lo nggak suka ada orang lain yang ngerokok di samping lo."

Flora tersenyum tipis menanggapi ucapan Rafa itu. Ntah mengapa Rafa terlihat sangat lucu dengan sikapnya itu. "Kayaknya bukan urusan gue buat ngelarang orang lain ngerokok. Kalo mau ngerokok, ngerokok aja. Nggak ada yang larang."

"Tapi lo suka sama cowok yang merokok?" tanya Rafa lagi.

"Nggak suka," kata Flora. "Tapi ibaratnya gue itu netral. Gue emang nggak suka sama orang yang ngerokok, tapi gue bisa terima kalo ada orang lain yang ngerokok. Jadi santai aja."

Rafa menatap rokoknya itu dan kembali memasukkannya ke kotaknya. Rafa memilih untuk tidak merokok di depan Salsha. Rafa tidak ingin memberikan citra buruk kepada Salsha.

"Kenapa malah dimasukin?" tanya Salsha sembari menjilat eskrim di tangannya.

"Gue nggak mau ngerokok di depan lo," kata Rafa jujur. "Selain lo nggak suka sama cowok yang ngerokok, lo nggak suka sama cowok yang gimana lagi?"

Flora mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Rafa itu. Otak Flora juga berputar mencari jawaban. Flora adalah tipe orang yang simpel dan tidak ribet. Tidak ada kriteria khusus juga buat Flora dalam hal menilai cowok.

"Maksudnya?" tanya Flora.

"Maksudnya lo nggak suka sama cowok yang gimana lagi? Misalnya cowoknya jelek atau tukang bohong. Atau semacamnya gitu."

"Udah pasti gue nggak suka sama cowok yang tukang bohong, ya," kata Flora. "Lagian siapa yang suka sama cowok tukang bohong."

"Kalo cowok yang nakal gimana?" tanya Rafa lagi. Rafa ingin mengulik informasi dari Flora tentang bagaimana kriteria gadis itu. Apalagi Rafa juga termasuk cowok yang nakal.

"Menurut lo level cowok nakal itu harus gimana dulu," tanya Flora. "Karena cowok ngerokok itu juga termasuk kategori nakal, kan. Tapi kalo itu masih bisa di tolerir."

"Kalo mabuk?" tanya Rafa.

"Kalo mabuk gue nggak bisa terima, sih." Flora membuang eskrimnya yang sisa sedikit lagi dan beralih menatap Rafa dengan lekat. "Gue nggak suka sama cowok yang tukang mabuk. Mabuk itu udah level tinggi banget buat gue."

Rafa menelan salivanya susah payah. Jika Flora tidak menyukai lelaki tukang mabuk, maka Flora tidak akan bisa menerimanya. Rafa tukang mabuk akut. Kadang dalam seminggu Rafa bisa tiga kali mabuk.

Melihat perubahan wajah Rafa membuat Flora merasa ada yang aneh. "Lo suka mabuk, Raf?"

Rafa terkejut dengan pertanyaan Flora itu. Rafa mengalihkan pandangannya ke sekilas dan kembali menatap Flora. "Nggak, gue nggak suka mabuk. Nakalnya gue palingan cuma ngerokok sama berantem sama orang. Itupun kalo ada yang nyari masalah sama gue."

Flora manggut-manggut mengerti dan percaya dengan apa yang Rafa katakan tanpa merasa curiga sedikitpun. Flora merasa jika Rafa adalah lelaki yang baik, hanya saja penampilan lelaki itu yang sedikit urakan dan terlihat seperti preman.

"Trus lo suka sama cowok yang gimana?" tanya Rafa lagi. "Tipe cowok lo maksud gue."

"Gue suka sama cowok yang gimana?" tanya Flora sembari menunjuk dirinya sendiri. Rafa pun menganggukkan kepalanya. "Gue nggak punya tipe yang spesifik, sih. Siapapun itu kalo dia baik, bertanggung jawab dan sayang sama gue. Gue pasti terima dia."

"Kriteria cowok idaman lo nggak ada?" tanya Rafa lagi. Sebisa mungkin ia berusaha mengulik informasi masih dari Salsha. Karena Rafa tahu, kesempatan berduaan dengan flora seperti ini tidak akan terjadi dua kali.

"Nggak ada," kata Flora. "Pokoknya dia baik, dia sayang sama gue. Dia nggak nakal-nakal banget gitu. Dan kalo nyaman sama dia, gue pasti mau. Kenapa nanyak gituan, sih?"

Rafa menggelengkan kepalanya. "Cuma pengen tahu aja."

"Trus tipe cewek yang lo suka gimana?" tanya Flora balik.

"Yang kayak lo," tegas Rafa tanpa berfikir lagi.

****

Flora senyum-senyum di kamarnya setelah Rafa mengantarnya pulang. Hari ini Rafa berhasil membuat ia bahagia dengan cara lelaki itu sendiri. Komunikasi di antara keduanya juga semakin membaik. Flora sudah merasa nyaman berada di samping Rafa. Rafa sangat bisa membuat suasana menjadi rame.

Hingga, mata Flora tak sengaja menatap ke arah pigura fotonya dan Jefan. Luna sudah pernah mengatakan kepadanya untuk membuang barang-barang yang berhubungan dengan Jefan. Tetapi waktu itu Flora tidak mau. Tapi sekarang, Flora merasa jika ia memang harus membuat barang-barang itu. Sudah tidak ada gunanya lagi foto itu berada di atas mejanya.

Flora bergerak mendekati mejanya dan menatap pigura itu. Dulu bersama Jefan, perasaannya campur aduk. Ada rasa senang dan sedihnya juga. Meskipun mungkin lebih banyak yang ia rasakan karena perbuatan Jefan kepadanya. Tapi tetap saja, ia juga pernah merasa bahagia bersama lelaki itu.

Flora mengambil foto itu dan memasukkannya ke dalam laci. Mungkin dengan begitu, Flora bisa melupakan Jefan dengan cepat. Apalagi sekarang sudah ada Rafa di hidupnya. Flora memang tidak berharap banyak kepada Rafa. Flora juga tidak pernah berfikir jika ia dan Rafa akan berpacaran. Tetapi dengan Rafa ada di hidupnya bisa membantu Flora bangkit dan melupakan Jefan.

Mengingat soal Rafa, dulu, awal-awal sekolah. Flora sudah sering mencuri-curi pandang kepada Rafa. Ntah mengapa, Flora tertarik kepada lelaki itu. Tetapi hanya sebatas itu saja. Flora tidak berharap banyak. Ia hanya melihat Rafa berkumpul dengan teman-temannya dari jarak jauh. Karena sebulan setelah sekolah, Jefan langsung mendekati Flora. Dan selang sebentar, mereka langsung berpacaran.

Flora juga sempat mengetahui jika Rafa dekat dengan Anna. Tetapi Flora tidak tahu apa hubungan keduanya. Flora juga sedikit mengenal Anna. Beberapa kali mereka berkumpul bersama dengan Luna juga.

Flora menggelengkan kepalanya beberapa kali karena ia terus memikirkan Rafa. Flora tidak bisa seperti ini. Flora tidak bisa memikirkan Rafa terus-menerus. Hubungannya dan Rafa hanya sebatas teman saja. Tidak lebih dan tidak akan berubah.

"Buang Rafa dari pikiran lo, Flo. Pokoknya Rafa hanya boleh jadi teman lo aja. Nggak lebih."

Namun Flora tahu jika perasaan Rafa kepadanya berbeda. Beberapa kali Rafa memberikan kode kepada Flora jika lelaki itu memang menyukainya. Hanya saja Flora tidak mau terlalu memikirkan hal itu.

Karena tidak ingin terus menerus memikirkan Rafa, Flora memilih membuka laptopnya dan memulai untuk menulis kembali. Jari Flora dengan lihai mengetik kata demi kata dan membentuk kalimat yang sangat menarik. Biasanya cerita yang Flora tulis juga berhubungan dengan apa yang ia alami. Dan tak jarang juga Flora menuangkan kisahnya sendiri kedalam tulisan yang ia kerjakan. Bahkan sekarang, Flora menulis tentang ceritanya dan Jefan. Flora merasa jika menulis dengan apa yang ia alami langsung, ceritanya akan terasa nyata dan masuk ke dalam hati siapapun yang membacanya. Tentu saja Flora memalsukan namanya agar tidak ada orang yang tahu jika cerita yang ia tulis adalah cerita yang pernah ia alami.