webnovel

Keributan Disiang Hari

Sebuah rumah kayu berdiri kokoh menghadap ke timur menantang matahari terbit setiap harinya. Rumah yang terletak disalah satu desa kecil di Kalimantan ini sudah lumayan lama berdiri. Rumah dengan ukuran 12 m x 8 m itu berbentuk panggung. Rumah tua yang terletak tepat disebuah bangunan sekolah dasar ini memang diperuntukkan kepada guru-guru yang ditugaskan dari luar kota. Rumah ini terdiri dari 3 kamar, 2 berada disebelah kiri dan 1 berada dibelakang ruang tamu yang terletak dipojok sebelah kanan rumah sebagai kamar utama. Terdapat ruang keluarga sekaligus ruang makan ditengah rumah dan ditutup dengan kamar mandi dan dapur dipojok kiri belakang rumah. Uniknya rumah ini memiliki teras belakang serta dapur yang berada 3 meter dibelakang rumah. Dapur yang bisa digunakan untuk memasak menggunakan kayu bakar biasa disebut dapur kayu dan tak lupa sebuah kolam yang cukup besar dan dalam di belakang dapur kayu yang digunakan untuk mandi. Rumah ini terbuat dari kayu kecuali kamar mandi yang merangkap kamar kecil berlantai dan berdinding semen. Sudah banyak guru yang telah menghuni rumah ini sebelumnya tapi memang tidak ada kisah aneh pernah terdengar sebelumnya. Hingga aku dan keluargaku menempati rumah ini.

Ayahku seorang Pegawai Negeri Sipil, bukan guru tetapi Ayah bekerja di Dinas Pendidikan itulah sebabnya kami sekeluarga diperkenankan untuk menempati rumah yang seharusnya untuk para guru ini. Sudah 4 tahun kami sekeluarga ikut Ayah pindah ke sebuah desa terpencil. Ayah dipindahtugaskan kesini setelah diterima secara resmi menjadi PNS. Awal kemari umurku masih 4 tahun dan sekarang aku sudah duduk dikelas 3 SD. Aku dan keluargaku senang tinggal didesa ini. Rumah dengan halaman yang sangat luas menjadi saranaku bermain bersama adik dan teman-temanku. Ayah dan Ibu juga senang bisa bercocok tanam di lahan belakang rumah yang tak kalah luasnya.

Didepan rumah terdapat beberapa pohon bambu kuning, serumpun pohon pinang merah, pohon rambutan dan pohon kelapa. Di pohon-pohon itulah aku dan teman-temanku sering bermain rumah-rumahan. Selama menempati rumah ini tidak ada yang aneh yang pernah kami alami, hanya saja setiap pukul 1 dinihari aku selalu terbangun dan merasakan ada seseorang yang mengintaiku dari celah dinding papan. Tapi aku pikir itu hanya imajinasi ku seperti yang selalu dikatakan Ayah bahwa hantu itu tidak ada. Tetangga pernah bercerita beberapa gurur memilih pindah dari rumah yang kami tempati karena diganggu penampakan dari gedung sekolah yang berada tepat disebelah kanan rumah kami. Itulah sebabnya Ayah dan Ibu melarangku untuk bermain digedung sekolah itu pada saat sepi. Tapi tak satupun cerita yang mengatakan rumah yang kami tempati memiliki kisah mistis.

Sampai suatu siang pukul 1, aku sedang terlelap didepan televisi yang menyala sepulang sekolah, sementara Ibu sedang menidurkan adikku yang saat itu berumur 3 tahun dikamar utama hingga tiba-tiba terdengar suara riuh anak kecil sedang bermain air dikamar mandi. Suara tawa dan percikan air itu terdengar sangat jelas. Sepertinya ada 2 atau 3 anak yang sedang bermain air. Aku yang sudah terlalu mengantuk memilih membiarkan kejadian itu. Aku berpikir mungkin itu afalah teman-temanku yang biasa datang kerumah dan mencuci kaki tangan dulu sebelum masuk kerumah.

Lewat 5 menit suara itu tak juga menghilang hingga Ibu ku terdengar berteriak memanggil namaku untuk melihat siapa yang sedang bermain air. Aku pun semakin yakin jika itu adalah temanku karena Ibu juga mendengar hal yang serupa. Karena itu dengan berat hati aku mengangkat tubuhku untuk berjalan ke arah kamar mandi. Tidak butuh waktu lama untukku tiba dikamar mandi dan terdiam ketika ku lihat lantai kamar mandi sangat kering. Tidak ada tanda bahwa kamar mandi telah digunakan. Mataku mulai nanar melihat kesekeliling kamar mandi. Air di bak mandi masih utuh penuh terisi, lantai kering dan kamar mandi kosong tidak ada satu orang pun didalamnya.

Aku bergegas kembali kekamar Ibu untuk memberitakan hal ini tapi reaksi Ibu ku sedikit tidak percaya. Mengingat betapa riuh dan ributnya suara anak-anak tadi bermain air sudah pasti itu bukan hanya khayalan semata. Ibu segera bangkit menuju kamar mandi. Sesampainya disana pun Ibu melihat hal yang sama seperti yang aku lihat sebelumnya. Tidak ada tanda-tanda kamar mandi telah digunakan untuk bermain air sebelumnya. Ketika kami berdua dilanda kebingungan aku melihat ke belakang rumah kearah dapur kayu. Ada bayangan anak kecil sedang bersembunyi dibelakang dapur kayu.

Aku segera beranjak keluar rumah untuk memastikan siapa yang sedang bersembunyi. Akan aku marahi mereka karena telah mengganggu tidur siangku, pikirku. Segera aku pakai sendal jepit hitamku dan menuruni anak tangga untuk menuju belakang dapur kayu. Ketika berjalan menuju dapur kayu aku mendengar suara tawa anak kecil. Yakin bahwa teman-temanku mengerjai aku maka aku pun berlari kecil untuk menangkap mereka. Sesampainya dibelakang dapur kayu aku tak melihat siapapun disana. Hening, sepi hanya suara angin yang meniup rerumputan.

Ibu mengernyitkan dahinya mencoba menunggu reaksiku tetapi aku hanya diam mematung. Akhirnya Ibu dengan tidak sabar memanggilku dan bertanya kemana teman-temanku pergi. Tapi hanya mengangkat bahu sebagai jawaban dan segera naik lagi keatas rumah.

Malam harinya aku mendengar percakapan Ibu dan Ayah didalam kamar. Ibu menceritakan kejadian yang kami alami siang tadi dan jawaban Ayah yang membuat aku merinding bahwa Ayah berpendapat mungkin anak-anak kecil itu adalah penunggu rumah yang kami tempati ini. Aku terdiam, apa maksud Ayah dengan penunggu rumah ? Bukankah hanya kami berempat penunggu dan penghuni rumah ini ? Aku yang masih kelas 3 SD itu belum bisa mencerna pembicaraan Ayah dan Ibu malam itu.

Jam 1 malam seperti biasa aku terbangun merasakan seperti ada yang memperhatikanku melalui celah dinding papan. Ku beranikan diri mengintip ke celah tersebut. Tapi hanya gelap malam yang terlihat tak ada siapapun didepan rumahku. Mataku terus memperhatikan keadaan sunyi diluar rumah sambil mengingat pembicaraan Ayah dan Ibu tadi siang. Ditengah lamunanku tiba-tiba ada yang meniup mataku dengan kencang. Mataku berkedip dingin, tiupan itu menciptakan hawa yang teramat dingin lalu segera aku buka kembali mataku dan melihat dari celah apa gerangan yang telah terjadi tapi aku tak menemukan apa atau siapapun yang bisa menjadi penyebab tiupan tadi bahkan anginpun tidak berhembus malam ini.

Beberapa hari kemudian Ayah memanggil tetua didesa ini untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi dan jawaban beliau bahwa rumah yang kami tempati ini memang memiliki penunggi berupa anak-anak kecil. Jadi kami sekeluarga diminta untuk tidak heran dengan keributan-keributan kecil seperti tempo hari. Ayah dan Ibu hanya mengangguk tanda mengerti, sementara aku masih terdiam dan tidak begitu mengerti tentang peristiwa yang kami alami beberapa saat yang lalu.

Ada mitos didesa tersebut jika penunggu rumah adalah sosok anak kecil maka rumah tersebut akan murah rejeki.

Itu hanya mitos. Aku dan keluargaku tidak begitu mempercayai mitos. Kami hanya mencoba saling menghormati sesama makhluk ciptaan Tuhan agar tidak saling mengganggu. Tidak ada ritual khusus yang dilakukan orang tua ku hanya beribadah seperti biasa. Hingga kami pindah kembali ke kota tidak ada kejadian serupa yang pernah terjadi lagi dirumah itu.

Kejadian sekita tahun 1993

Just_Imecreators' thoughts