Folca Hudan merupakan anak perusahaan dari Hudan Grup yang berpusat di ibu kota.
Cabang pertama yang merupakan sentral dari anak perusahaan itu adalah Unity Grup yang memiliki gedung yang berlokasi di ibu kota.
Hudan Group memiliki banyak anak perusahaan sentral di seluruh benua.
Tapi kekuatannya belum bisa merajai Eropa dan Amerika. Tapi walau begitu Hudan Grup tetap sedang merangkak dengan kekuatan yang tak bisa dianggap remeh oleh perusahaan lawan.
Gedung perusahaan Hudan Grup tidak jauh berbeda dari gedung perusahaan yang lain. Gedungnya tinggi hampir seperti pencakar langit dengan gaya modern yang mana menggunakan kaca di seluruh lingkar bangunan terluar.
Gedungnya terdiri dari banyak sekali lantai. Untuk Folca grup yang masih baru berdiri itu disediakan lima puluh lantai. Di setiap lantai akan digunakan untuk berbagai variasi kebutuhan seperti perkantoran, tempat belanja, dan juga gym.
Wanita yang menuntun Luci itu bernama Katty. Dia adalah sekretaris direktur di perusahaan Folca Hudan.
Sekarang Katty sudah menuntun Luci untuk menuju lift perusahaan. Luci masuk dan diikuti oleh dua pengawal sekaligus. Evan sudah tidak terlihat batang hidungnya.
Jika selama ini kantor para calon klien Luci biasanya berada di lantai teratas, maka tidak kali ini. Luci dibawa ke lantai sepuluh.
Di lantai sepuluh mereka keluar untuk menuju ke sebuah ruangan yang berada di tengah-tengah. Di luar ruangan itu tertulis 'CEO Hudan' pada pintunya.
Katty membuka pintu dengan wajah masih mendongak dengan tegas dan mendominasi. Untuk ukuran sekretaris Katty itu orangnya lumayan judes.
Biasanya sekretaris yang lain memiliki wajah ramah, cantik, dan suka tersenyum. Tidak hanya CEO-nya saja yang aneh, Hudan Grup juga memiliki selera yang aneh saat memilih karyawan.
Katty hanya bertugas untuk membuka pintu, tidak lebih. Matanya yang lebar dan bermaskara tebal itu juga terlihat tidak acuh pada ketakutan dan kegugupan yang Luci perlihatkan saat ini. Mungkin Katty terlalu sering mendapati ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh Luci saat ini.
"Silakan masuk!" Katty mempersilakan dengan kekuatan aura yang sangat kuat dan kencang. Blus berwarna hitam miliknya seolah ikut mengancam Luci dengan kekuatan implisit yang mengerikan. Bibir Katy terkatup dengan mengerikan yang sesekali terlihat menyeringai seolah tengah merencanakan sesuatu.
'Mereka semua lebih terlihat seperti pembunuh keji daripada karyawan kantor,' batin Luci sembari memasuki kantor Evan dengan tanpa pengawalan satu pun.
Ketika pintu tertutup Luci merasa bahwa dia sudah jatuh ke dalam neraka itu sendiri, atau setidaknya Luci telah jatuh ke dalam sangkar dari malaikat pencabut nyawa. Apa pun yang akan terjadi, Luci harus bersiap mulai sekarang.
Kantor Evan memiliki desain futuristic yang kental. Beberapa gaya metro dan metalik dipasang pada beberapa sudut. Tapi kantor CEO itu juga masih menyisipkan kesan natural yang segar dan polos di beberapa titik.
Di kantor Evan, Luci merasa terperangkap di dunia lain yang sulit untuk dideskripsikan. Bahkan dari pemilihan gaya desain saja, pemilik dari kantor ini bisa dipastikan tidak bisa tertebak jalan pikirannya. Bukan karena Evan yang misterius atau pun menutup diri, yang jelas bukan seperti itu.
"Nona Luci, harap duduk sekarang!" seseorang berkata dari suatu sudut. Luci yang tadinya masih sibuk meneliti setiap rancangan desain dari kantor yang selalu menempatkan gaya hias berbeda dari satu sudut ke sudut lainnya pun akhirnya kaget dan menoleh.
Didapatinya Tuan John sedang berdiri dengan tegap di samping Evan. Tubuhnya yang keras dan tinggi itu terlihat seperti patung yang terbuat dari batu. Tuan John memandang Luci dengan datar.
Luci pun bergerak mendekat dengan derap kaki agak pelan dan terkesan hati-hati. Setelah melewati ruangan penuh pengamanan dari ruangan kantor milik Spider tadi pagi, Luci mulai agak trauma jika melewati sebuah ruangan milik para petinggi dari perusahaan.
Luci memang belum tau apa posisi Spider di rumah sakit Medical Sky, tapi setidaknya Luci tau Spider itu pasti bukan orang sembarangan. Dan sekarang Luci berada di ruangan Evan Robert Hudan, pengusaha terkaya di negerinya. Pasti di ruangan ini memiliki banyak pengaman juga kan?
Tapi ternyata Luci salah. Di kantor Evan tidak memiliki pengamanan apa-apa. Gadis itu tersenyum kecut dan malu.
"Silakan duduk!" perintahTuan John masih dalam keadaan berdiri. Sementara Evan duduk di sofa berwarna putih tulang tepat di samping Tuan John.
Evan duduk dengan angkuh dan tak bersahabat. Padahal di taman kota tadi lelaki itu jelas-jelas tertawa terbahak-bahak. Luci tidak salah menduga soal pribadi Evan yang tidak terduga itu.
"Silakan dibaca surat perjanjian yang sudah tersedia di atas meja!" Tuan John kembali memerintah. Wajahnya masih saja dipenuhi dengan aura disiplin yang sangat ketat. Dia lebih pantas menjadi tentara dan sebagainya dari pada bekerja di kantor Evan. Karena wajahnya terlalu kaku di tempat ini.
'Eh, tapi wajah Tuan Evan saja bahkan terlihat lebih kaku dari Tuan John,' batin Luci sembari memungut kertas-kertas yang ditumpuk di atas meja.
Kertas-kertas itu berisikan poin-poin perjanjian yang harus Luci taati. Rangkuman poin itu hanya memiliki lima puluh pasal. Tapi jika diamati semuanya terlihat merugikan Luci. Salah satunya adalah begini:
"Penerima jasa (Evan) berhak untuk menyentuh kapan pun dan dibagian tubuh mana pun milik pemberi jasa (Luci), tanpa perlu persetujuan terlebih dahulu. Tetapi pemberi jasa dilarang melakukan hal yang sama kepada penerima jasa." Itu poin nomor dua puluh.
Ada poin lagi yang merugikan Luci yakni:
"Perjanjian hanya bisa diakhiri jika penerima jasa memutuskan untuk mengakhirinya. Selain itu maka dengan alasan apa pun perjanjian tidak akan bisa diakhiri." Itu disebutkan pada poin nomor tiga puluh tujuh. Dan itu tentu akan sangat merugikan Luci.
Dan yang paling parah adalah poin nomor empat puluh sembilan yang berbunyi:
"Penerima jasa berhak meminta apa pun kepada pemberi jasa. Dan pemberi jasa dilarang menolak permintaan penerima jasa, dengan alasan apa pun."
Itu adalah poin mengerikan dari semua poin yang disebutkan. Bahkan Tuan Philip yang mata keranjang dan seenaknya saja tidak sampai hati membuat poin seepetri itu.
Lagi pula selama ini yang mengajukan poin perjanjian terlebih dahulu itu pasti Luci. Setelah Luci mengajukan poin-poin itu barulah nanti diadakan diskusi antara Luci dan calon klien.
Kalau saja calaon klien tidak menyukai beberapa poin yang diajukan, calon klien bisa mengajukan penggantian aturan pada poin-poin tersebut.
Itu pun juga atas kesepakatan bersama, karena walau bagaimana pun perjanjian itu memang harus melibatkan kedua belah pihak. Jika salah satu pihak tidak setuju maka perjanjian akan batal dilakukan.
Tapi yang dilakukan Evan ini seolah-olah menunjukkan bahwa Evan tengah menuntut Luci untuk melakukan semua itu, bukannya meminta Luci untuk melakukan kerja sama.
"Maaf, saya perlu mengajukan revisi untuk beberapa poin," kata Luci dengan tangan meletakkan kertas di tangannya untuk diajukan kepada Evan agar diperiksa kembali.
Tapi yang didapat Luci bukannya sikap ramah layaknya orang yang tengah ingin menjalin kerja sama melainkan sikap mendominasi yang seolah memperlakukan Luci seperti budak.
"Tidak ada yang perlu direvisi. Anda harus menerima poin-poin itu atau perjanjian ini batal," tegas Tuan John.
***