webnovel

BAB 18: SINDROM ECCEDENTESIAST

BAB 18

"Memaksamu bukan pilihan. Karena keberandaanmu di sisiku pun telah menjadi hadiah besar."

[Mile Phakphum Romsaithong]

__ The Commander of War

Apo tidak gila, Mile yakin. Hanya saja lelaki itu seperti sengaja menghipnotis dirinya sendiri. Berpura-pura, mengendalikan segala rotasi fakta, dan menganggap Bible sungguhan kembali di sisinya.

"Aku suka resepsi yang privat, Bible," kata Apo. Dia usil memainkan kancing piama Mile dan menarik-nariknya. "Mungkin rasanya akan kurang seru, tetapi keramaian tidak membuatku nyaman. Jadi, tak masalah. Kita bisa buat pernikahan ala kekeluargaan."

"Tanpa mengundang keluargamu?"

"Aku sudah tidak punya orangtua."

Percakapan yang lebih janggal pun berlanjut.

"Oh ...."

"Hanya seorang sepupu jauh, tapi tak masalah jika dia tidak tahu." Apo mengangguk yakin. "Ini hanya antara kita berdua."

Beberapa hari pertama, Mile masih sibuk menganalisa. Namun, karena hal tersebut tetap berlanjut, dia pun merekam percakapan mereka diam-diam.

"Aku tidak berharap begitu, tetapi istrimu sepertinya mengidap Sindrom Eccedentesiast," kata Jeje setelah menerima undangan pernikahan sang adik kesayangan.

"Apa itu?"

"Semacam sindrom hidup di balik topeng," kata Jeje. Sebelum menjadi ksatria, pengalamannya sebagai dokter militer memang hanya beberapa bulan, tetapi iblis itu cukup paham medis manusia. "Bukankah Apo baru kehilangan kekasih yang dicintai? Kejadian buruk yang beruntun membuatnya susah berpikir lurus. Kecelakaan Bible, bertemu denganmu, tak bisa mewujudkan keinginannya, kontrak perkawinan di luar kuasa, dan kau juga memperkosanya beberapa kali."

"Dia sudah menjadi istriku. Aku tidak memperkosanya," bantah Mile cepat. Di sofanya sendiri, Jeje pun menatap tajam sang adik.

"Menurut iblis, memang tidak. Kita anggap seks paksaan setelah ada ikatan itu sah-sah saja," kata Jeje. "Tapi manusia punya hati yang lebih rapuh dibanding kita. Mereka punya norma-norma lebih tinggi. Jadi, hubungan intim kalian di lantai perpustakaan itu yang terburuk."

Mata Mile refleks berkilat benci. "Darimana kakak tahu soal itu?"

Jeje justru tertawa kecil. "Insting saja," katanya. "Bagaimana pun usiaku satu abad lebih tua, Adik Tersayang. Maka jangan sombong meski jabatanmu lebih tinggi di kekaisaran."

Mile tidak berkomentar lagi. Dia memilih pamit dari kediaman sang kakak lalu segera pulang. Seperti biasa, Apo menghabiskan waktu dengan bermain-main bersama Shigeo. Dia juga merawat si kucing mungil hingga sembuh, dan ajaibnya bisa membuat dua hewan itu berteman.

Malahan, kucing itulah yang berani menggertak Shigeo hingga meringkuk takut.

"Auuu! Auk! Guk! Guk!"

Shigeo pun sembunyi di kolong meja dan membuat Apo tertawa keras.

"HA HA HA! Astaga! Badannya kan lebih kecil darimu. Jangan takut, Shige!" seru Apo semangat. Dia tampak asyik sendiri, padahal mansion itu hanya berisi mereka berdua. "Bible, kau pulang!"

Benarkah senyum Apo yang seindah itu hanya kepura-puraan? Bukan semata-mata karena dia bohongi. Mile rasa hal tersebut sangat berlebihan.

"Iya."

"Sudah bertemu kakakmu?"

"Hm."

"Lalu bagaimana katanya?"

"Dia mau jadi wali dan mengundang beberapa rekan."

"Bagus!"

Mile terbelalak ketika Apo datang dengan ciuman sebagai sambutan. Lihat kedua matanya. Dengan pendar cantik yang mirip lampu berkelip, jadi dia tahu soal semuanya.

"Haruskah aku memaksa Apo berlaku jujur?" batin Mile.

Sebab Mile kesulitan menjalani hidup sebagai Bible. Namun, bila kehilangan sosok Apo yang secerah ini, Mile tak bisa.

"Kenapa kau diam saja?" tanya Apo kecewa. "Bible, cepat balas cium aku."

Rasanya hambar.

Rasanya kosong.

Mile merasakan dadanya berlubang besar tiap kali menyentuh Apo. Tidak ada kenikmatan yang sempurna, meski penisnya bisa meniduri lelaki itu kapan saja. Sebaliknya, luka-luka hatinya makin menganga, tetapi Mile tak bisa menyelesaikan persoalannya.

"Iya, kemari."

Apo pun langsung datang. Dia mengalungkan kedua lengan di leher Mile, lalu menerima ciumannya.

Dua nyawa yang kebingungan takdir masing-masing. Mile maupun Apo. Mereka sama-sama menenggelamkan diri dalam gundah saat bercinta dalam gelora tak terkendali.

Pada malam-malam yang lain, Mile sendiri heran ketika Apo semakin liar. Otak Mile serasa separuh rusak sampai tak bisa berpikir melihat Apo menggodanya dengan lingrie transparan.

ASTAGA BISA-BISANYA APO TERPIKIRKAN UNTUK BER-COSPLAY?!

Awalnya Mile nyaris tak percaya dengan informasi dari telepati ikatan mereka. Namun, saat membuka selimut yang menutupi, Apo sungguh-sungguh memanjakan matanya.

Gulp!

Lelaki manis itu tidur meringkuk tanpa pertahanan. Hanya dikecup sekali, Apo bangun dan balas menariknya dalam ciuman yang kasar.

"Phi Po, tunggu dulu."

"Kenapa? Tidak suka aku memakai benda seperti ini?"

Mereka bertatapan lurus.

"Bukan, hanya saja, ini agak beda dari biasanya."

"Iyakah? Bukankah kau suka jika aku melakukan roleplay?"

Pasti Bible asli yang seperti itu.

"Oh ...."

"Anggap saja ini perayaan, Bible. Dua hari lalu aku submit CV secara online ke sebuah perusahaan. Kau tahu? Aku diterima!" seru Apo begitu senang. Dia menindih Mile dan tampak gemas saat mengikat tangan iblis itu menggunakan borgol berhiaskan bulu. "Dan karena aku ditugaskan mengganti pegawai yang cuti hamil, jadi aktifnya mungkin dua minggu lagi. Bukankah itu waktu yang sempurna setelah kita menikah?"

"Apo, apa kau sungguh bahagia dengan melakukan ini?" batin Mile.

"Bagus. Phi memang sangat hebat. Selamat atas pekerjaanmu."

Apo tampak sangat bangga dipuji. Dia pun melanjutkan permainan itu sebagaimana rencana.

Awalnya, Mile kira ini hanya trik untuk membuatnya tak bisa melawan saat berusaha kabur lagi. Namun itu merupakan kesalahan besar. Apo sungguh merayap turun untuk memanjakan dirinya.

Padahal Mile hanya duduk di tepi ranjang, tapi lelaki manis itu membuka resleting Mile dengan gigi. Apo juga mengeluarkan penis tegang di dalam celana dalam, lalu mengulumnya bagai es krim yang gigantis. Bibir merahnya tampak kesulitan mencelupkan semuanya. Meskipun begitu, dari ujung hingga pangkal, Apo begitu menikmati setiap prosesnya.

"Ahh. Nnh. Apo—"

Apo balut penis Mile menggunakan lidah. Jilatannya bergerilya ke sembarang arah, dan kedua mata besarnya tak berhenti mengawasi si iblis. Senyum manisnya selalu tampak ketika Mile tampak lebih berhasrat. Dia mengocok benda itu dengan kedua telapak tangan, meremasnya, dan mengulumnya kembali setelah berbuih.

"Hhh ... hhh ...." lenguh Mile nyaris tak tahan.

Apo pun mengusap bibir tipisnya dengan punggung tangan. "Kupikir aku masih payah," katanya senang. "Jadi, ternyata sudah lebih baik kan?"

Mile hanya terpejam menikmati sentuhannya. Jika boleh mengamuk, dia bisa saja memecahkan borgol bulu yang dipasang di tangannya hingga remuk. Hanya saja, Apo pasti suka jika mendominasi pergerakan seks mereka malam ini.

Apo itu bahkan menggoda Mile dengan melonggarkan lubangnya sendiri. Di depan si iblis, celana dalam merah transparan itu dibuang ke pojokan ranjang. Entah apa yang merasukinya, yang pasti momen Apo membuka kaki sejelas itu terlalu gila.

Mile tak berkedip melihat detik-detik jemari Apo menumbuk lubangnya sendiri. Apo yang memerah hebat. Dia membalurkan lubrikan dengan gemetar hingga Mile takjub dengan nyali yang dimiliki.

"Phi, kau tidak perlu memaksakan diri."

"Aku samasekali tidak begitu."

Tersinggung, Apo pun mengocok penis Mile lebih cepat. Tangan kanan atau kiri, dia bergerak bersamaan hingga kesulitan mengendalikan diri sendiri.

"Bible! Aahh! Ahhh!"

Mile membayangkan, dirinya bagi Apo merupakan boneka seks yang bisa memuaskan fantasi yang sempat terhenti. Tentang masa depan bahagia. Tentang kisah cinta yang berhasil. Sebuah tubuh tanpa jiwa atau perasaan khusus, hingga nama "Mile" sudah tenggelam jauh di dalam alam bawah sadarnya.

CRAKHHH!!

BRAKHH!

Mile pun kehilangan kesabaran. Dia merengkuh Apo begitu borgolnya pecah menjadi dua.

"Phi. Cukup! Biar aku mulai sekarang," kata Mile jengkel. Dia bahkan balas memborgol Apo dengan borgol yang lain. Kemudian melanjutkan permainan mereka.

Apo tak sempat mengangguk. Lelaki itu sudah dibuat berlutut dengan tusukan lembut dari jemari Mile.

"Annhhh!"

Pita-pita putih gemerlap di punggungnya diremas Mile.

Ah, sial. Padahal resepsi pernikahan mereka masih tiga hari lagi, tapi kenapa Apo sudah seribut ini?

"Nikmat?"

"Iya ...."

Kini, Mile hapal peta tubuh Apo setelah persetubuhan yang tak lagi bisa dihitung. Dia telaten meremas dinding hangat anal lelaki itu sambil mengecupi perut ratanya.

"Sssh ... aku ingin sekali merobek pakaian nakal ini!"

Crakhh!

Dan memang sudah terjadi, meski tak sampai sungguhan menelanjangi.

"Ah ... ahhh ... nnghh ...." desah Apo. Dia bertahan di posisi itu hingga lututnya nyaris melemas. Untung Mile tidak membiarkan hal tersebut. Penisnya segera memasuki Apo, lalu membuatnya duduk nyaman di atas pangkuannya. "AHH!"

"Shit. Jika Phi bersuara seberisik itu, lama-lama aku bisa tidak waras."

Apo justru terkikik senang. Dia membuat jarak diantara mereka agar saling berpandangan. "Memang itu tujuanku, Bible."

"Apa?"

"Aku ingin ... kau dan aku melupakan segala hal yang tidak penting ...."

DEG

"Apa?"

Apo hanya tersenyum tipis.

Bersambung ....