webnovel

Prolog

PYAR!!

"Bagaimana bisa sampai begini!"

Satu gelas wisky melayang di udara. Jatuh ke ke bawah dan membuat basah lantai marmer di ruangan Hittler Smith.

Semua orang langsung menunduk. Diam di tempat dengan kaki yang bergetar kencang. Tidak ada satupun dari mereka yang berani mengangkat kepala.

"Kau kemari!!"

Hittler, CEO Smith Group yang baru saja melempar segelas bir ke udara, ia menunjuk seorang pria paruh baya dengan sorot mata tajam dan membunuh.

"Tu... Tuan...."

"Sudah berapa tahun kau bekerja di perusahaan Smith Group? Sudah berapa tahun pula kau menjadi tangan kananku!"

"Lihat ini!" Hittler menghadapkan laptop berwarna putih miliknya. Ia membenturkan kepala Leonardo ke laptop. Benturan itu sangat keras! Membuat layar laptop putih itu langsung pecah dan mati!

"Tuan, sungguh... saya mengakui kecerobohan saya. Maafkan saya Tuan Hittler. Saya berjanji akan mengganti kerugian ini secara bertahap."

"Ha? Apa kau bilang? Secara bertahap? Bahkan sampai kau mati pun kau tidak akan pernah bisa melunasinya, Nardo!!"

"Angka kerugian yang kau buat tidak sedikit!! Ini bahkan separuh dari kekayaanku."

"Sial!!"

Leonardo yang bingung musti mengatakan apa, akhirnya ia memilih untuk diam. Dia sendiri menyadari ulahnya yang membuat Hittler kesetanan. Hendak melakukan segala upaya pun percumah. Dia tahu harta yang dia punya tidak akan pernah cukup untuk membayar ganti rugi yang jumlahnya triliunan.

"Jika aku membunuhmu pun tidak akan membuat hidupmu menderita!"

"Maaf Tuan... sungguh, saya merasa bersalah atas ini."

"Lalu?"

Leonardo diam. Raut wajahnya nampak cemas, bingung harus melakukan apa. Ia pasrah dengan semua perlakuan kasar Hittler.

Ruangan yang ramai dipenuhi orang terasa sepi. Seperti ruangan kosong yang tak seorangpun ada di dalamnya. Semua benar-benar diam, mengunci mulut rapat-rapat dengan kepala yang masih menunduk takut.

"Jonathan!"

"Bawa dia!"

"Baik, Tuan." Jonathan bergegas mendekati Leonardo. Ia mengaitkan borgol ke pergelangan tangan Nardo. Kali ini ia tidak peduli dengan rintihan Leonardo, rekan kerjanya. Baginya saat ini perintah tuan besarnya yang harus diutamakan.

"AYAH!!"

Terikan seorang wanita terdengar lantang, membuat semua mata langsung tertuju padanya. Termasuk Hittler!

Wanita itu berlari menghampiri Leonardo dengan deraian air mata. Dari kejauhan tangisannya sudah terdengar jelas. Begitu sampai di hadapan Leonardo, dia langsung memeluk erat tubuh ayahnya. Tangisnya terdengar semakin menyayat. Jonathan dan rekannya sudah berusaha melepaskan wanita itu dari tubuh ayahnya, namun dia tetap bersikeras tidak ingin melepaskannya!

"Tidak mau!!"

"MINGGIR!" Jonathan menarik kasar rambut Leonar, putri Leonardo. Ia juga mendorong kuat tubuh wanita itu hingga Leonar terjatuh!

"Ayah... hiks...."

"Tolong, lepaskan dia, Tuan." Leonar bersimpuh di kaki Jonathan. Terus memohon agar ayahnya dibebaskan.

Sementara itu, dari kejauhan Hittler terlihat memperhatikan wanita itu. Ia menyipitkan mata, terus mengamati semua yang diupayakan wanita itu untuk membebaskan ayahnya.

"Lepaskan dia!" perintah Hittler dari jarak tujuh meter. Sejurus kemudian Hittler mendekat, ia berdiri tepat di hadapan Leonar. Mengamati setiap inci penampilannya yang sudah berantakan.

"Cuih!"

"Ini putrimu?" tanyanya sambil menarik lengan baju Leonar.

"Hutangmu sampai kapanpun tidak akan lunas, Nardo! Kau juga tidak mungkin sanggup membayar seperempat dari kerugian perusahaanku."

"Aku tidak akan membunuhmu. Putrimu ini akan ku jadikan mainan! Aku akan menyiksanya setiap hari. Bahkan itu masih kurang untuk melampisakan kekesalanku padamu."

"Dengan begini kau akan melihat putrimu kusiksa setiap hari," bisiknya tepat di telinga kanan Nardo.

Borgol yang belum lama terpasang di pergelangan tangan Nardo kini sudah dilepas kembali. Dia bebas dari masa hukuman di ruang eksekusi kusus.

"Katakan sesuatu padanya!" perintah Hittler.

"Maafkan ayah, Leonar...."

"Ayah...."

"Maafkan ayah sudah membuatmu ikut terjebak dalam situasi ini."

"Ayah...."

"Maafkan ayah," ucapnya untuk yang terakhir kali. Setelah mengucapkan kata perpisahan yang terakhir, Nardo langsung memutar badan. Ia melangkah pelan meninggalkan ruangan Hittler.

"Ayah, kau bahkan tidak melakukan apa pun untukku?" Pertanyaan itu membuat langkah Nardo terhenti. Namun sayangnya ia tidak menoleh ke belakang, hanya berhenti beberapa saat kemudian kembali melangkah.

"AYAH!!" teriak Leonar histeris. Perasaannya berkecamuk, kacau dan hancur! Ia menangis sejadi-jadinya, seakan ia tidak tahu banyak orang di ruangan itu tengah memperhatikannya dengan sinis.

"Ehem!"

"Ikut kami!" Jonathan menarik tangan Leonar.

Tidak ada perlawanan sama sekali! Leonar bahkan tidak bertanya hendak dibawa kemana dirinya saat ini. Dia terlihat pasrah, tatapan matanya terlihat kosong. Bahkan ia tidak sedikitpun menatap wajah pria yang kini sedang menyeret dirinya.

Tiba di ambang pintu, Leonar menoleh ke belakang. Menatap ayahnya yang sedang berjalan lurus menatap depan. Punggung ayahnya yang tegap tak memperlihatkan beban apa pun.

Pria itu sempat menghentikan langkah untuk yang kedua kalinya. Memutar badan dan menatap anaknya yang sedang diseret Jonathan. Tatapan mereka berdua bertemu, tapi justru senyuman yang tersungging di ujung bibir Leonardo.

'Rupanya masih sama, dia tidak penah menyayangiku.'

Sesak di dadanya semakin terasa lebih berat. Senyuman ayahnya yang ia lihat beberapa menit lalu membuat deraian air mata itu semakin tak henti mengucur.

Leonar didudukkan di kursi bulat di ruang tengah lantai dua. Di hadapan Leonar ada Hittler, dan di ambang pintu terlihat Jonathan yang menatap depan dengan tubuh tegapnya.

"Meskipun bebas, setiap gerak-gerik ayahmu tetap dipantau. Jika kau di sini tidak menuruti kemauanku, aku akan membunuh ayahmu dari jarak jauh!"

Leonar langsung mendongak, menatap wajah Hittler tidak percaya. Seumur hidup ini adalah ancaman terjahat yang pernah Leonar dengar. Sadis dan sangat menindas!

"Tuan, maafkan ayahku... tolong, jangan bunuh dia. Aku... aku berjanji untuk memenuhi semua perintah di rumah ini. Sungguh, Tuan."

Hittler menggeser kursinya. Kini kursi yang ia duduki hanya berjarak satu meter dari hadapan Leonar. Ia mengangkat kedua kakinya dan meletakkannya di atas paha Leonar. Memberikan perintah untuk memijat kedua kakinya.

"Jangan sampai air matamu menetes di kakiku!" tegas Hittler.

Ucapan yang berarti Leonar harus segera menghentikan tangisannya!

"Ehem!"

"Kau tahu? Kau adalah wanita terjelek yang pernah berhadapan denganku."

"Kau juga menjijikkan!"

"Pakaianmu sangat buruk!!"

Hinaan bertubi-tubi terus keluar dari mulut Hittler. Tidak ada rasa bersalah sama sekali atas apa yang sudah ia ucapkan.

Sementara Leonar terlihat tidak peduli sama sekali dengan hinaan Hittler. Di benaknya hanya ada ayahnya dan senyuman yang tadi tersungging di bibir ayahnya. Baginya itu jauh lebih menyakitkan dibandingkan hinaan Hittler!

'Bahkan kau tidak berusaha untuk menolongku sama sekali, Yah. Kau bahkan tidak punya belas kasihan terhadap putrimu ini.'

'Aku putrimu, anak pertamamu yang sudah membuatmu bebas!'

"Hiks... hiks...."

PLAK!!

"Ah, sakit...."

Satu tamparan keras baru saja mengenai pipi mulus Leonar! Seketika pipi kanannya terasa panas, membuat rasa sakit yang ia derita semakin bertmbah.

"Aku tidak menyuruhmu menangis, bodoh!'

Próximo capítulo