webnovel

Calon Imamku (Tamat)

Faezya Farzan, seorang mahasiswi jurusan PGMI, dia sering sekali bermimpi bertemu dengan seorang pria berjubah putih berparas rupawan dengan senyu manis, pria itu selalu mengatakan bahwa dia adalah calon istrinya. Faeyza jatuh cinta dengan seorang pria dama mimpi tersebut, berusaha mencari dan terus mencari hingga hatinya tak mampu terbuka untuk pria lain, tak perduli bahwa dirinya akan dianggap gila. Dia hanya ingin bertemu dengan bersama pria tersebut. "Aku hanya inginkan dirimu, calon imamku."

Firanda_Firdaus · História
Classificações insuficientes
88 Chs

Episode 26

Episode 26

Berdiri sambil menyenderkan tubuh pada mobil, kaki disilang antara yang satu dengan yang lain serta tangan bersedkap dada. Siapa yang akan menyangka kalau Zein Ekky Maulana itu adalah orang yang alaihim, tenang dan sedikitpu tidak mengalami kepanikan seakan telah terbiasa menghadapi situasi macam ini.

"Kemukakanlah suatu alasan yang membuat kalian dibenarkan menghadang perjalanan ku seperti ini," pintanya sambil menoleh pada para preman tersebut.

"Syehan Tanvir Mizan, kami tidak perlu alasan untuk membunuhmu!" jawab pimpinan preman tersebut. Sepertina telah terjadi kesalah pahaman, jelas-jelas dirinya bukan Tanvir melainkan Zein. Sekalipun mereka terlahir dihari dan waktu yang sama hanya beda beberapa menit, tapi wajah merekka juga bukan kembar identik. Tentu saja ada perbedaan, tapi entah kenapa orang selalu salah dalam mengenali.

Faeyza terkejut karena ternyata para preman itu mmencari Tanvir dan salah mengenali orang, ia ingin keluar tapi pintunya dikunci."Pak, kenapa pintunya dikunci?" tanyanya heran.

"Maaf, nona. Mas Zein ingin nona baik-baik saja, tapi sepertinya yang mereka cari adalah Tuan Muda Tanvir," jawab Shadiq menjelaskan. Gadis itu mengangguk, memang seharusnya Tanvir lah yang ada di sini bukan Zein. Apa lagi dalam kondisi pujaan hatinya itu dalam keadaan tidak baik, sekali lagi dia merasa jengkel dengan teman sekelasnya tersebut.

"Tidak ada alasan, tapi sudah berani menghentikan perjalanan seseorang. Apakah kalian tidak khawatir kalau akan dianggap zalim, bukan aku ini ingin buruk sangka. Tapi ... sepertinya kalian adalah orang yang terkena penyakit cacat otak, mana bisa aku melawan orang yang mengalami gangguan jiwa," kata Zein tenang, bibirnya bahkan menyunggingkan sebuah senyum.

Faeyza menahan diri untuk tidak tertawa, tidak menyangka kalau owner ZEM itu mampu menghina orang sekalipun secara halus dan sindiran.

Zein menegakkan tubuhnya, ia berjalan santai menghampiri para preman tersebut. Di matanya gaya sombong dan petentang pententeng mereka sangat lucu, karena sesungguhnya manusia sangatlah tidak pantas bersikap seperti itu.

"Heh! Apa itu penyakit cacat otak? Siapa yang terkena gangguan jiwa?! Kamu pikir kita semua ini gila?! Dasar, mau mati saja belagu," maki pimpinan preman.

Zein terkekeh geli, baru kali ini bertemu kelompok preman yang penasaran dengan penyakit."Perhatikan diri kalian msing-masing, perhatikan juga keadaan sekitar, juga coba nanti perhatikan pasien rumah sakit jiwa."

Para preman itu semakin tidak mengerti, mereka mengerutkan kening sambil saling bertanya."Untuk apa kami melakukan semua ini?!" bingung dan penasaran.

"Untuk menyamakan dengan kondisi kejiawaan kalian saat ini, khekhkehe ..." Zein kembali terkekeh. Set, nama pimpinan preman itu geram karena merasa dipermainkan oleh seorang pria rupawan yang kini berada di depannya tersebut. Bukan hanya sekali mereka berkelahi dengan Tanvir, kali ini pria di depan mereka itu seperti ada yang berbeda.

"Banyak omong! Hajar dia!" Set memerintahkan anak buahnya untuk maju dan menyerang.

Zein mengambil sikap waspada, iris safirnya memperhatikan satu-persatu anak buah Set tersebut. Di tangan mereka terdapat berbagai macam senjata, ada yang membawa pisau belati, tongkat pemukul maling serta besi sedang dirinya hanya tangan kosong.

Pria itu memejamkan matanya sejenak, konsentrasi membaca ayat kursi dab memohon perlindungan dari Allah."Majulah," katanya setelah kembali membuka matanya.

Hyaa ...

Para preman tersebut meyerbu bersamaan, seorang pria bertato bernama Ku mengangkat tongkat di tangannya hendak memukul Zein, tapi pria safir itu menghindar ke samping hingga pukulan Ku mengenai temannya sendiri.

Buahg ...

"Teman sendiri malah dipukul," komentarnya melihat teman Ku roboh sambil memegangi kepalanya. Setelah itu seorang memmbawa pisau belati berlari kearahnya mengarahkan senjata itu ke arah perut, Zein menangkap tangannya lalu memelintir pergelangan tangan hingga membuat orang tersebut menjerit kesakitan kemudian menendang perut pria itu dengan keras hingga terpental.

Faeyza memperhatikan pertarungan mereka dari mobil, tidak menyangka kalau seorang Zein Ekky Maulana ternyata sangat ahli beladiri. Dia sama sekali tidak kuwalahan ketika menghadapi lawan yang banyak, gadis itu melebarkan matanya ketika melihat seorang dari preman itu kembali menyerang sedang sang pujaan hati belum siap.

Buagh ...

"Mas Zein!" teriaknya saat tongkat besi menghantam punggung Zein dengan sangat keras.

Uhuk ...

Pria safir itu menyerngit menyentuh dadanya, di mana jantungnya tiba-tiba berdenyut menyakitkan setelah benda keras itu menghantam punggungnya. Matanya masih memperhatikan pergerakan lawan penuh waspada.

Faeyza tidak bisa tinggal diam saja, ia kembali menghambil ponselnya lalu menghubungi Tanvir.

"Sayang, aku menunggumu di kampus. Kenapa kamu lama sekali?" balas Tanvir di sebrang telpon.

"Musuhmu banyak sekali si?! Sekarang mas Zein menghadapi musuhmu, sebenarnya yang mereka cari itu adalah kamu. Mas Zein itu tidak dalam kondisi baik, dia baru saja keluar dari rumah sakit. Kalau kamu tidak datang membantu, jangan harap aku akan bicara dengan mu," ancam Faeyza.

Tanvir syok mendengarnya, tapi yang lebih aneh lagi adalah kalau orang-orang yang sekarang sedang menghentikan Kakaknya ternyata sebenarnya sedang mencarinya."Za, kamu jangan ngambek terus. Baik-baik, aku kesana sekarang. Tapi jawab dulu pertanyaan ku ... apakah Kak Zein terkena pukulan mereka? Karena terlihat dari nada bicara mu yang begitu panik, pasti Kak Zein terkena pukulan."

Faeyza semakin jengkel pada manusia satu itu, di saat genting masih sempat mengajukan pertanyaan tidak penting seperti itu. Matanya masih memperhatikan pertarungan tak imbang antara pujaan hatinya dengan para preman.

Buagh ...

Duagh ...

"Mas Zein!" Ia kembali berteriak melihat Zein kembali terkena pukulan.

"Tavir, sudah cepat ke sini. Aku tidak tega melihatnya, barusan pria yang bertubuh besar dan berotot mengepalkan tinjunya menghantam perut mas Zein dengan sangat kuat, dia juga menendangnya," katanya panik.

"Baik-baik, aku akan ke sana sekarang. Sudah kamu jangan panik, Kak Zein juga saudaraku," balas Tanvir. Setelah itu menutup panggilan telponnya da bergegas menyusul  Kakaknya.

Bruk ...

Uhuk ...

Uhuk ...

Zein tersungkur, ia menyengit menahan nyeri di perutnya akibat pukulan tersebut. Luka yang diakibatkan pukulan Tanvir belum hilang sekarang harus menerima pukulan lagi. Tangannya mencengkram perutnya, matanya sedikit melebar ketika melihat cairan merah kental tertinggal di telapak tangannya. Dia batuk darah.

"Pak Shadiq, buka pintunya pak. Mas Zein terluka, dia dalam bahaya, aku harus menolongnya," pinta Faeyza memaksa.

"Tapi, nona," jawab Shadiq, namun melihat ekspresi panik dan cemas dari gadis itu. Mau tidak mau dia membukakkan pintu mobil tersebut.

Melihat lawannya terluka, Set tersenyum penuh kepuasan. Dia berjalan angkuh menghampiri Zein, pria safir itu masih belum mampu untuk bangkit dari posisinya.

"Bagaimana, Tanvir? Apakah kamu mengerti sekarang?" katanya sambil tersenyum jahat.

Iris safir Zein masih memperhatikan pimpinan preman tersebut, tapi dia sama sekali tidak mengerti maksud ucapan pria itu.

Dug ...

"Ugh ..." Zein meringis kesakitan saat Set menginjak perutnya.

"Tunggu, sepertinya kamu bukan Tanvir. Apa jangan-jangan kamu adalah Tuan Muda Zein Ekky Maulana yang sangat terkenal kehebatannya itu ya?" Set semakin menekan kakinya di atas perut Zein seakan menikmati saat melihat pria rupawan itu kesakitan, otot lehernya sampai terlihat karena menahan sakit.

Uhuk ...

Dia kembali batuk darah, tapi Set tetap tidak memberi rasa kasihan terhadapnya, seakan menyiksanya adalah hal paling menyenangkan.

"Mas Zein!" Faeyza berlari menghampiri pujaan hatinya, hatinya hancur melihat sosok tersebut terlihat tidak berdaya dan tersiksa.

"Iza, tidak. Dia tidak boleh ke sini, Ya Allah tolong berikan hambamu ini kekuatan," batinnya berdoa. Dengan sekuat tenaga, tangan Zein menyingkirkan kaki Set dari atas tubuhnya lalu bangkit sekali pun masih belum mampu untuk berdiri tegak.

"Bismilillah." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, ia kembali memukul pimpinan preman itu lalu berlari menghampiri Faeyza.

Ku mengeluarkan pisau belati hendak menyerang Zein, tapi Faeyza melihatnya. Ia semakin mempercepat larinya lalu memeluk pria itu.

Cras ...

Darah menguar dari luka yang ditimbulkan oleh belati tersebut.