webnovel

MOON LIGHT & VALENTINE (4)

"Tambah lagi Vin! Nasi dan sayurnya masih ada." kata Pak Nando sambil menyilangkan sendok dan garpu di atas piringnya.

"Sudah pak! Saya sudah kenyang." jawabku.

"Ayo dong, tambah lagi! Biasanya kan makanmu banyak. Aku suka melihatmu yang lahap menyantap makanan."

"Wah..wah.. Pak Nando mengejek saya nih ceritanya?" gerutuku dengan mengerutkan keningku.

"Hahaha!" tawanya pun lepas. "Nggak, aku serius loh. Aku memang suka saat kamu makan tanpa sisa dan tanpa pilih-pilih. Ayo dong tambah lagi!"

"Sudah pak! Saya sudah kekenyangan. Perut saya sudah penuh ini." balasku.

"Ya udah kalau begitu. Aku suruh Mbak Mina membersihkan meja ya!" kata Pak Nando.

"Iya pak." balasku.

Pak Nando menoleh kearah dapur dengan sedikit mendorong kepalanya ke belakang.

"Mbak... Mbak Mina! Kami sudah selesai makan. Tolong dibersihkan, ya!" seru Pak Nando.

"Iya pak, sebentar." sahut Mbak Mina.

Aku menepuk tangan kiri Pak Nando yang ada di atas meja. Sontak dua menoleh kearahku dengan cepat.

"Yaa...ada apa Vin?"

"Pak, biar saya saja yang membersihkan dan membawanya ke dapur. Sepertinya Mbak Mina masih sibuk di dapur pak." kataku.

"Udah, gapapa Vin. Biar Mbak Mina saja yang membersihkan."

"Tapi, pak..."

"Udah, gapapa. Gak perlu sungkan." kata Pak Nando.

Mbak Mina datang dengan tergesa-gesa.

"Sudah selesai ya pak. Permisi, saya bereskan dulu mejanya pak." kata Mbak Mina sambil sedikit membungkukkan badannya.

"Iya, silahkan mbak." jawab Pak Nando.

Mbak Mina mengambil piring kotorku dan menumpuknya dengan piring kotor Pak Nando. Dia juga mengambil sisa nasi dan mengangkatnya. Mbak Mina pergi menuju ke arah dapur lagi.

"Vin, habis ini aku akan mengerjakan pekerjaanku yang belum selesai di ruang kerjaku. Ini masih jam 9 lewat 10 menit. Kalau kamu capek dan sudah mengantuk, kamu bisa tidur dulu." kata Pak Nando.

"Saya belum mengantuk pak. Saya akan menunggu Pak Nando di kamar saja." kataku.

"Ya... terserah kamu saja."

Mbak Mina datang lagi untuk mengambil beberapa makanan yang tersisa di atas meja.

"Mbak Mina, perlu saya bantu?" tanyaku menawarkan bantuan.

"Tidak usah mas, terimakasih! Biar saya saja yang membawa ke belakang." jawab Mbak Mina.

"Baiklah, kalau begitu."

"Mbak nanti siapkan air putih di kamar seperti biasa di kamar, ya! 2 gelas." pinta Pak Nando.

"Baik, pak!" jawab Mbak Mina sambil mengangkat sisa rendang di baskom yang terbuat dari kaca bening.

"Oh, iya... Sekalian buatkan aku coklat panas ya mbak!" kata Pak Nando pada Mbak Mina, kemudian ia menoleh padaku. "Kamu mau minum apa Vin?" tanyanya padaku.

"Sama seperti Pak Nando saja. Coklat panas." jawabku.

"Jadi coklat panasnya 2 ya, mbak! Tolong nanti taruh di meja depan TV saja ya mbak."

"Baik, pak."

Mbak Mina pergi dengan membawa semua sisa makanan di meja.

"Ayo kita kembali ke atas Vin!" ajak Pak Nando.

"Baik pak."

Aku mengikuti Pak Nando dari belakangnya sampai di depan pintu kamarnya.

"Kamu masuk dulu Vin! Aku akan ke ruang kerjaku dulu."

"Mmmm... Pak, apa saya boleh melihat-lihat di balkon kamar Pak Nando?' tanyaku.

"Iya, boleh. Silahkan saja. Aku ke ruang kerjaku sekarang, ya!"

"Baik, pak. Terimakasih."

Pak Nando pergi menuju ruang kerjanya yang berada beberapa langkah dari kamar tidurnya.

Aku membuka pintu kamar dan masuk kedalamnya. Melangkahkan kakiku berjala di belakang sofa menuju pintu kaca di samping sofa itu.

Aku menggeser pintu kaca itu dan melangkahkan kakiku keluar. Seketika angin sejuk malam hari menerpa tubuhku. Aku meregangkan tubuhku dengan mengangkat tanganku ke atas.

Di balkon ini terdapat 1 meja kotak kecil dan 2 kursi yang ditata beriringan. Dipojok sebelah kursi itu, ada 2 kursi gantung yang terbuat dari kayu, lengkap dengan alas empuk dan 1 bantal. Diantara 2 kursi gantung itu terdapat 1 meja bundar kecil.

Aku melangkahkan kakiku 4 langkah kedepan sampai tepi pagar pembatas yang terbuat dari stainless steel setinggi dada ku. Disetiap pojok terdapat bunga hias di dalam pot. Di bawah pagar ini ditanami tumbuhan sepanjang balkon ini. Tumbuhan hias sejenis sulur yang mengurai memanjang kebawah.

Dari balkon ini bisa terlihat taman di depan hingga samping rumah. Taman samping yang berbatasan dengan kolam renang yang memanjang sampai belakang.

"Oh, Mas Davin berada disini rupanya."

Aku menolehkan kepalaku kebelakang dengan cepat, menuju sumber suara dibelakangku.

"Oh... Mbak Mina rupanya." kataku kemudian menghampiri Mbak Mina yang membawa 2 gelas coklat panas pada nampa ditangannya. "Sini mbak minumannya!" kataku sambil mengambil nampan di tangan Mbak Mina.

"Oh iya, ini mas coklat panasnya! Saya tinggal dulu ya mas."

"Oh iya mbak! Terimakasih ya mbak coklat panasnya!"

"Sama-sama mas! Saya permisi dulu." kata Mbak Mina kemudian berlalu pergi.

******

Sudah beberapa menit berlalu, aku duduk di atas kursi gantung dengan mendekap bantal pada dadaku. Melihat gemerlap bintang yang memenuhi langit. Ditemani bulan purnama yang bersinar penuh cahaya, membentuk lingkaran yang sempurna.

"Vin, kamu masih disini rupanya." kata Pak Nando sambil mengintip, hanya kepalanya saja yang muncul. "Aku kira tadi kamu sudah tidur!"

"Iya, pak. Saya masih belum mengantuk. Masih melihat langit malam yang indah pak." jawabku.

Pak Nando keluar dan berjalan ke arahku. Dia duduk di kursi gantung disebelahku.

"Pak Nando sudah selesai pekerjaannya?"

"Iya, sudah. Hanya tinggal sedikit lagi kok." jawabnya.

"Kalau boleh tau, Pak Nando bekerja apalagi selain jadi owner cafe kita?" tanyaku.

"Cuma pekerjaan freelance saja kok." jawabnya sambil mengambil cangkir kemudian meminumnya. "Hmm... Coklat panasnya sudah dingin."

"Pastinya pak. Kan sudah sekitar 20 menit didiamkan." sahutku.

"Haha... iya juga sih." katanya sambil tertawa.

*****

Sudah 1 jam kita mengobrol disini. Bercanda dan tertawa bersama.

Dengan melihat senyumnya yang terasa hangat di malam yang dingin ini, aku cukup senang melihatnya seperti itu. Rasa kesepiannya seakan terangkat dari lubuk hati terdalamnya. Aku bersyukur jika memang hal itu benar terjadi. Meskipun sebentar, setidaknya aku bisa menemani Pak Nando dari rasa sepinya.

Pada hari valentine dan dengan sinar cahaya bulan yang menerangi. Aku ingin melantunkan sajak hatiku padamu.

'Aku benar-benar menyukaimu Pak Nando, seperti bunga yang sedang menantikan datangnya musim semi.'

'Aku menyukaimu, seperti kumpulan awan di atas langit saat ini yang tak tahu arah untuk pergi.'

'Aku menyukaimu, seperti tetesan hujan 6ang jatuh di atas hati yang lembut ini.'

'Aku sungguh menyukaimu, seperti daun-daun yang menari gembira tertiup angin.'

'Aku sangat menyukaimu, seperti kehangatan dan kenyamanan api di musim dingin.'

Disaksikan sang rembulan, aku yakin ia akan menyampaikan sajak hatiku yang tak terucap kepadamu

Malam semakin larut, dan angin mulai semakin dingin.

"Vin, semakin dingin nih malam ini. Ayo masuk, takutnya kamu nanti masuk angin."

"Bukannya Pak Nando yang bakal masuk angin ya? Pak Nando cuma pakai kaos singlet tipis yang terbuka gitu?" celotehku.

"Iya juga ya." jawabnya kemudia ia tertawa.

Aku melihat bulan yang berada tepat di langit depan kami.

"Pak, coba lihat bulan purnama itu dan cahayanya." kataku sambil menunjuk pada sang rembulan. "Apa Pak Nando tahu filosofi tentang bulan purnama, pak?" tanyaku.

"Tidak. Apa kamu tahu? Coba katakan kepadaku."

"Ya, saya akan memberitahu Pak Nando." kataku sambil menatap mata Pak Nando yang penuh keingintahuan.

"Cahaya bulan purnama yang tidak seterik cahaya matahari, menggambarkan kehidupan yang teduh dan damai. Cahaya bulan purnama yang membawa keteduhan untuk hati dan jiwa, membuat kita merasakan suasana yang tentram dan damai seiring kemunculannya pada malam hari. Saat dimana semua orang beristirahat dari hiruk pikuk kesibukan masing-masing di siang hari." jelasku.

"Cahaya bulan purnama yang tidak begitu terang dan samar-samar, menggambarkan pada kita untuk menjalani hidup secara sederhana, seadanya dan semampunya." tambahku.

Pak Nando hanya mendengarkanku sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, menandakan dia mengerti apa yang aku katakan.

"Dan terakhir yang saya tahu pak. Dampak bulan purnama yang menyebabkan air pasang yang paling tinggi, migrasi burung yang cenderung kembali ke tempat semula, dan hasil tangkapan nelayan yang berkurang. Hal itu mengajarkan kepada kita, semua yang ada di dunia ini mempunyai waktu jeda dan untuk beristirahat." jelasku.

"Oh... jadi seperti itu! Kamu cukup tahu ya, tentang filosofi seperti ini." kata Pak Nando.

Aku tersenyum mendengar ucapan Pak Nando. "Saya hanya tau dari sekedar membaca dari artikel, pak."

Aku mengambil cangkirku, dan meneguk sisa coklat panas yang kini mulai dingin. Sedangkan Pak Nando memainkan ponselnya setelah ada sebuah notifikasi berbunyi.

"Pak, saya mau permisi tidur dulu."

Pak Nando menolehkan wajahnya dengan cepat. "Oh... kamu sudah mengantuk?"

"Iya, pak. Saya sudah mulai mengantuk." jawabku.

"Hmm... baiklah, silahkan tidur duluan, nanti aku menyusulmu. Taruh saja cangkirmu di meja depan TV. Biar besok Mbak Mina yang membersihkan." kata Pak Nando. "Kamu bisa tidur di kasurku." tambahnya.

Mataku sedikit terbelalak mendengar ucapan Pak Nando. "Haa? Tidur berdua di kasur Pak Nando?" tanyaku kaget untuk memastikan.

"Iya, Kenapa Vin?"

"Hmm... Saya bisa tidur di sofa kok pak."

"Kenapa? Kamu tidak suka tidur seranjang denganku?" sahut Pak Nando cepat.

"B-bukan seperti itu pak. S-saya takut kalau Pak Nando tidak nyaman tidur dengan saya. Tidur saya banyak tingkahnya pak." kataku dengan sedikit menunduk karena malu.

"Tidak apa-apa. Kamu adalah tamuku, maka sewajarnya aku memberikanmu tempat yang terbaik. Kamu tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku akan nyaman kok, karena itu kamu. Jadi kamu tidur duluan saja di kasur." jelasnya dengan tegas.

"Baik pak. Kalau begitu saya permisi dulu."

"Iya." jawabnya singkat kemudian fokus dengan ponsel nya lagi.

Aku beranjak dari tempat dudukku. Sebelum aku masuk, aku berhenti di depan pintu. Aku menoleh, menatap wajah Pak Nando yang masih fokus dengan ponsel nya, sebelum aku tidur.

Aku melihatnya, ada guratan senyum yang terlukis di bibirnya. Mungkin ada hal yang lucu atau kabar gembira yang membuatnya tersenyum. Aku suka sekali saat dia seperti itu.

"Selamat malam Pak Nando." gumamku pelan sambil melangkahkan kakiku masuk ke kamar tidur.

.

.

.

*******

Hai, para readers, maaf tadi ada kesalahan. Aku mengupdate dengan terburu-buru, jadi ada beberapa hal yang terlewat. Ini sudah aku edit, jadi selamat membaca.

Jangan lupa rate, komen, undi, kritik dan sarannya.

Próximo capítulo