webnovel

1- Korban Daris

Dialog disini kasar karena untuk kebutuhan cerita.

**

Chapter 1 : Korban Daris

"Bangsat! Lepas bajingan!" teriak lelaki berperawakan tinggi berisi dengan model rambut cepak yang tiba-tiba saja ditawan oleh beberapa preman bertubuh besar.

"Diam!" ujar preman dengan otot-otot yang terlihat jelas membentuk tubuhnya ditambah dengan kepala plontos yang licin dan mengkilat menyuruh lelaki itu untuk tidak banyak berulah. Preman itu semakin mengencangkan genggamannya membuat lelaki itu meringis kesakitan.

"Bangsat!" geram lelaki itu lagi. Tenaganya sudah habis. Entah siapa yang melakukan penyerangan secara tiba-tiba ini pada mereka. Harusnya malam ini mereka bersenang-senang merayakan hari ulang tahun pembentukan grup mereka alias merayakan pertemanan mereka yang sudah lama terjalin. Dulunya hanya sekedar iseng saja namun lama-kelamaan seperti sesuatu yang wajib dilakukan. Biasanya mereka melakukan hal yang sebenarnya 'biasa' mereka lakukan, hanya lama intensitasnya saja yang lebih lama dari biasanya. Berfoya-foya di club sebuah hotel bintang lima hingga pagi menjelang, bermain kartu, bertukar cerita, semuanya. Apapun yang jarang sekali mereka bicarakan karena terkendala jadwal kuliah. Namun, semuanya gagal ketika para preman itu secara mendadak datang menculik mereka saat baru saja menginjakkan kaki di parkiran hotel.

"Emyr jangan diam aja, anying!" maki lelaki itu lagi. Lelaki yang dipanggil Emyr temannya itu tampak diam saja dan tidak memberontak ketika para preman membawa mereka ke sebuah mobil van besar.

Kesal dengan Emyr yang tak bergeming, lelaki itu pun lalu menatap temannya yang satu lagi. Ia menggeram ketika melihat temannya yang lain pun juga tampak biasa saja. Tidak ada perlawanan sama sekali. "Irsan!"

"Diam!" teriak preman itu lagi menampar pipi Fadhil agar diam. Sedari tadi memang si Fadhil ini tidak berhentinya berteriak membuat telinganya berdenging.

"Sakit, bangsat!" ujar Fadhil tak terima.

"Lo mau gue pukul lagi atau gue jahit itu mulut busuk lo?!" Preman itu melotot. Fadhil mendengus kesal. Ia pun memilih diam daripada preman itu benar-benar melakukannya.

Sepanjang perjalanan, mereka bertiga tak bersuara. Fadhil pun lebih memilih mengamati dan mengingat jalanan yang mereka lewati siapa tahu nanti mereka bisa melarikan diri. Fadhil menatap sebuah bangunan tua yang reyot dihadapannya dengan ngeri. Preman itu membawa mereka bertiga ke rumah yang lebih pantas disebut gubuk. "Sakit, kampret!" maki Fadhil lagi saat mereka bertiga di lempar begitu saja ke lantai. Apalagi dengan tangan mereka yang diikat dengan tali membuat mereka tak bisa bergerak lebih banyak. Terlebih lagi kalau mereka melawan, preman itu sudah siap dengan belati kecil yang kapan saja bisa melukai mereka.

Lebih baik ditembak daripada ditusuk! Kalau ditembak langsung mati, kan?!

Dimana-mana gak ada yang enak kali, Dhil!

"Bos, kami sudah membawa mereka," lapor salah satu preman yang masih bisa terdengar jelas berbicara di sebuah ruangan kecil tanpa sekat pada seseorang yang duduk santai sambil menikmati sebatang rokok. Pria itu terkekeh lalu mematikan rokok untuk berbalik menatap tawanannya.

"Daris!" kaget Fadhil melihat Daris, kakak tingkatnya yang memang daridulu mengibarkan bendera perang pada mereka.

"Lo!" geram Emyr mengepalkan tangan. Hanya Irsan yang menatap Daris tanpa ekspresi. Ternyata benar dugaannya kalau Daris dalang dari penculikan mereka.

"Selamat datang, adik gemesh," tawa Daris diikuti oleh preman-preman yang mengelilingi mereka bertiga.

"Mau apa lo, anjing!"

Daris berdiri dari duduknya dan mengelilingi mereka bertiga yang sekarang didudukkan di sebuah kursi kayu berjejer. Ia mendekatkan wajahnya pada Fadhil yang ingin sekali memukul wajah jahanamnya, namun gara-gara tali sialan yang mengikat tangan dan kakinya ia tak bisa leluasa bergerak. "Mau gue? Ehm apa ya," kata Daris mengejek.

"Tentu saja melihat kehancuran lo bertiga! Terutama dia!" tunjuk Daris pada Irsan yang masih tak banyak bicara.

"Kita bisa omongin ini baik-baik," ujar Emyr mencoba bernegosiasi. Mendengar ucapan Emyr, Daris tertawa terpingkal-pingkal. Ia menghapus air mata di sudut matanya karena merasa lucu dengan ucapan Emyr. Daris menendang kaki Emyr dengan keras. "Gue gak sebodoh itu, goblok! Hahaha," lagi Daris kembali tertawa.

"Hajar mereka!" perintah Daris pada anak buahnya. Ia hanya duduk menyaksikan adik tingkatnya yang sekarang sedang dihajar. Tak ada rasa kasihan sama sekali. Justru kepuasan itu semakin memenuhi dadanya membuatnya bahagia.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Awas lo, Daris!" maki Fadhil ketika rasa sakit menyerang tubuhnya. Preman itu dengan kurang ajarnya memukul mereka hingga babak belur. Belum lagi punggungnya yang sakit karena dihantam oleh kursi.

Benar-benar tidak berperikemanusiaan!

"Memakilah," ujar Daris tertawa lagi melihat musuhnya kesakitan. Tak rugi ia membayar preman itu. Uang yang ia keluarkan setara dengan rasa sakit mereka.

Bugh!

Bugh!

"Lepas!" teriak seseorang. Teriakan itu bukan dari mereka bertiga tetapi ketiga wanita yang diseret masuk oleh preman.

Mata mereka melotot tak percaya. "Daris, jangan macam-macam!" teriak Emyr melihat wanita yang satu kampus dengan mereka.

Daris memberi kode kepada preman itu agar membawa ketiga wanita itu mendekat ke arahnya. "Halo, Arisha" sapa Daris membelai wajah Arisha lembut. Arisha memalingkan wajahnya tak sudi. "Jangan sentuh gue, brengsek!"

"Wow, benar-benar Arisha Shasmira yang gue bayangkan," Daris tersenyum manis lalu menatap wanita yang pernah mencuri hatinya. "Halo, mantan," sapanya dengan cengiran di wajahnya.

"Gila!" maki Danifa tak percaya kalau mantannya akan berbuat hal nekad seperti ini.

Daris tertawa terbahak. Tak peduli dengan makian Danifa. Ia beralih pada wanita disamping Danifa yang terlihat lugu dan manis. "Naila, lama tak bertemu," kata Daris lagi mengusap rambut Naila lembut sebelum menjambaknya membuat Naila mengaduh kesakitan.

"Daris!" Teriak mereka ketika melihat Daris yang terus menyakiti.

Daris melepas jambakannya dan membersihkan kedua tangannya menggunakan sapu tangan yang diberi oleh anak buahnya. Ia kembali duduk menyaksikan penderitaan mereka. "Laila, Maira, lakukan seperti yang gue bilang!" kata Daris memberi perintah. Wanita yang dipanggil Laila dan Maira pun membawa sebotol minuman yang sudah dicampur obat. Melihat itu Daris tersenyum miring.

Laila dan Maira dibantu oleh preman yang lain pun meminumkannya pada tahanan mereka. "Telan!" bentak preman itu ketika Fadhil tidak mau menelan. Dengan kasar rambut Fadhil dijambak ke belakang hingga air itu perlahan masuk. Begitupula dengan Emyr yang menyemburkan air itu di wajah preman. "Bangsat!" maki preman itu menampar Emyr kembali. Berbagai cara preman itu lakukan hingga membuat Emyr lemas tak berdaya.

"Minum!" Tak ada pilihan lagi, air itu masuk ke tubuhnya.

"Khusus Irsan, dua gelas, Laila!" perintah Daris yang diangguki oleh Laila. Irsan tak mau membuka mulutnya walaupun sudah ditampar oleh preman berkali-kali. Hingga sepertinya preman itu kehabisan akal dan memilih mengeluarkan sebuah belati kecil yang mungkin bisa menikamnya sekarang juga. "Minum atau lo mau mati?!"

"Bawa mereka ke ruangan itu!" perintah Daris lagi menunjuk sebuah ruangan yang masing-masing disekat oleh kain. Dengan patuh, para preman suruhannya pun membawa mereka ke ruangan itu dengan kasar begitupula dengan wanita yang sudah terduduk lemas karena dipaksa meminum air yang sama seperti yang diberikan pada ketiga pria itu.

Sialan, Daris!

tbc

Próximo capítulo