webnovel

AYUMNA

Ayumna Putri Az-Zahra Gadis berhijab berumur 20 thn yang menyukai sahabat-nya yang rela menjadi play boy demi seorang gadis yang tidak peka akan perasaan nya... "Besar kepala." "Kalo kepala gue besar tar kalo jalan berat dong." "Serius." "Mau banget ya gue seriusin?" goda laki-laki di sebelah-nya. "Gue tonjok nih." Apa yang akan kalian lakukan jika kalian mencintai sahabat kalian sendiri? Mengungkapkan atau memendam? dan apa yang akan Ayumna pilih, mengungkapkan atau memendam setelah dia tau bahwa sahabat yang dia cintai itu rela menjadi play boy demi seorang perempuan yang tidak peka akan perasaannya... Akan kah terus memendam atau mengungkapkan?

Aufa_0903 · Adolescente
Classificações insuficientes
12 Chs

6. Benci Una

Bau obat obatan menyeruak ke Indra penciuman seorang pemuda yang kini tengah melamun di depan pintu UGD, pikirannya melayang pada kejadian dua jam yang lalu.

"Ay, risa kenapa?" raka mencoba membangunkan risa, yang tergeletak pingsan di pintu masuk mall.

"Ga-gak tau" yumna mematung di tempatnya melihat orang yang kini pingsan di depannya membuat air mata-nya turun membanjiri seluruh wajahnya.

"Risa pingsan karena di dorong sama yumna" ucap seseorang dari arah belakang raka, kini mereka menjadi pusat perhatian di depan pintu masuk mall.

"Gak-gak, gue gak dorong" bantah yumna dengan tuduhan yang amel lontarkan "lo apa-apaan sih mel" sewotnya.

"Bener kok, tadi saya liat kakak yang ini dorong kakak ini sampe pingsan" seorang pemuda datang  menghampiri mereka sambil menunjuk yumna dan beralih menujuk risa.

"Gak, gue gak dorong ka" yumna berusaha meyakinkan raka, raka terlihat bingung awalnya dia tidak percaya dengan ucapan amel, tapi kehadiran pemuda yang mengaku bahwa yumna yang membuat risa pingsan membuatnya sedikit ragu dengan yumna. Tampa sepatah kata pun raka pergi meninggalkan yumna dan membawa risa ke rumah sakit.

"Yumna gak mungkin dorong risa, lagian kalo emang dorong, buat apa? Apa untungnya?" -batinnya.

" RAKA?" raka tersadar dari lamunannya saat seseorang memanggil namanya.

"Ka, gimana keadaan Ica?" tanya orang itu setelah berdiri di hadapan raka.

Deg.

Raka mematung mendengar nama itu itu "Ica? Cuman Una satu-satunya orang  yang manggil risa dengan sebutan Ica, apa yumna itu-"

"So-sory maksud gue itu Risa, gimana keadaan-nya risa?" sambung yumna memotong ucapan batin raka, hening beberapa saat, yumna menunggu Jawaban raka.

"Oooh, sekarang gue tau kenapa lo dorong risa tadi" raka mengangguk-anggukan kepala seraya menatap yumna.

Kening yumna berkerut, bingung dengan jawaban yang raka beri. Selang beberapa detik yumna tau maksud ucapan raka "ya ampun ka, lo lebih percaya amel ke timbang gue" yumna menatap raka tak percaya sekaligus tak habis pikir dengan sahabatnya ini, apa waktu lima tahun belum cukup untuk raka mengenal yumna sehingga raka lebih percaya ucapan orang lain ketimbang dirinya.

"Pergi Lo dari sini" ucap raka dingin.

"Raka" untuk kedua kalinya yumna menatap raka tak percaya "lo ngusir gue."

"Emang lo mau ngapain di sini?" raka menundukkan wajahnya menatap yumna yang kini tengah menatapnya juga, mata gadis itu memerah memperlihatkan bahwa dia ingin menangis.

"Gu-gue."

"Gak mungkin gue bilang ke raka kalo risa sahabat gue" -batin yumna.

"Gue pengen tau keadaannya risa" yumna menundukkan kepala.

"Buat apa?"tanya raka menantang "gak usah so peduli" ucapnya tegas.  Dan untuk ketiga kalinya yumna menatap raka tak percaya.

"Terserah lo ngomong apa, gue gak peduli, dan gue gak akan pergi sebelum tau keadaannya risa" mata yumna memandang lurus kedepan setelah melirik laki-laki di sebelah nya.

"Buat apa lo pengen tau keadaannya, gue kan dah bilang gak usah sok pedu-"

"Raka gue sahabatnya" ucap yumna tegas memotong ucapan raka, kini kedua matanya menatap ke arah raka kemudian menunduk sambil terisak.

"Cihh, sahabat?" Sinis Raka " disaat sahabat lo berjuang mati-matian untuk sembuh, disaat sahabat lo berjuang mati-matian melawan penyakitnya, di saat sahabat lo butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya" raka berucap seraya berputar memutari yumna yang kini mematung mendengar fakta baru bahwa sahabat yang dia tinggalkan dulu, selama ini berjuang melawan penyakitnya sendiri.

Dan dirinya tak tau bahwa sahabat nya selama ini tengah sakit.

"Lo kemana? Selama ini lo kemana hah?" raka melanjutkan ucapannya "setelah lama pisah, terus kalian ketemu, dan lo masih ngaku kalian sahabatan, lo masih ngaku Lo sahabatnya? Gak tau diri banget sih" raka menatap yumna penuh kebencian "mending lo balik, terus ngaca, lo ngaca julukan apa yang pantas untuk orang yang ada di depan mata gue sekarang" masih dengan posisi yang sama, yumna tak bergeming sama sekalih hanya air mata yang keluar begitu deras dari kedua matanya "ohh, gue tau julukan apa yang pantas buat lo" raka mengetuk-ngetukkan telunjuk-nya ke dagu seraya berfikir "sahabat gak tau diri, ya kan UNA" ucap nya pelan namun penuh penekanan, membuat yumna yang tadi menatap lurus ke depan dengan mata berkaca-kaca  itu mendongak mematang raka begitupun sebaliknya. Seandainya ia tau sedari awal bahwa sahabat nya tengah sakit ia tak akan pergi dan memilih selalu ada di sisi sahabatnya meski dulu sempat kecewa dengan sahabatnya dan keadaan yang memaksanya untuk pergi. Air mata itu semakin keluar membasahi pipi menyesali perbuatannya dimana ia harus pergi meninggalkan sahabat yang jelas kala itu tengah membutuhkannya.

Tanpa keduanya sadari seseorang tengah menguping pembicaraan mereka itu mengeram marah.

Bug.

"Dio" yumna menarik tangan adiknya "Lo apa-apaan sih."

"Ni cowo emang harus di kasih pelajaran kak, mulutnya ngeselin" dio menunjuk raka dengan marah yang kini tengah berusaha berdiri dari lantai karena mendapat serangan dadakan yang membuat hidung nya mengeluarkan darah.

"ayo pulang" yumna menyeret adik nya keluar dari rumah sakit, jika tidak segera pulang bisa bisa adiknya membuat keributan di sana karena melihat kakak kesayangannya di sakiti. meski orang terdekatnya sekalipun yang menyakiti yumna dio tak segan menghajarnya.

"Dio" yumna menahan adiknya yang ingin kembali menghajar raka, kemudian menyeretnya untuk pergi.

Sepeninggalan yumna dan Dio, tubuh raka luruh ke lantai, menangis sesegukan "kenapa yumna itu Una orang yang gue benci? Sahabat gue orang yang gue benci."

Pintu ruang UGD terbuka seorang dokter keluar dari balik pintu, raka segera berdiri dari posisi duduknya "dok, gimana keadaan risa?"

🔸🔸🔸

Mendapati kakak-nya melamun, dio mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah yumna, kini keduanya berada di parkiran rumah sakit.

"Kak, woy" dio menepuk punda kakak nya.

yumna tersentak dari lamunannya "hah, eh-iyah kenapa?"

"Ayo naik, gak usah di pikirin, lo gak salah"

ucap dio menenangkan yumna, yumna tak menjawab ucapan dio, dirinya lebih memilih naik ke atas motor.

Saat yumna ingin menaiki motor matanya lurus melihat ke arah spion, melihat pantulan dirinya di cermin seketika yumna teringat ucapan taka "mending lo balik, terus ngaca, lo ngaca julukan apa yang pantas untuk orang yang ada di depan mata gue sekarang," "ohh, gue tau julukan apa yang pantas buat lo" raka mengetuk-ngetukkan telunjuk-nya ke dagu seraya berfikir "sahabat gak tau diri, ya kan UNA" kini air matanya lolos kala mengingat perkataan raka yang begitu menyakitkan. Dio yang melihat kakak kembali menangis seketika langsung membawa yumna ke dalam pelukannya.

"Gue sahabat gak tau diri yo, gue sahabat gak tau diri hick...hickk" ucap yumna di pelukan dio.

"Suuut, udah kak udah, istighfar kak" dio mengusap punggung yumna bermaskud menenangkan.

"Astaghfirullah hal adzim,

astaghfirullah hal adzim".