"Pernikahannya bisa di adakan dua hari lagi" perkataan Eyang bagaikan sambaran geledek di siang hari yang cerah. Mereka semua terbelalak secara paksa, dan dengan kompak mereka menyerang eyang dengan mata mereka yang melotot. Apalagi Alif, yang hampir saja mengeluarkan matanya dari cangkangnya, eh dari kelopaknya. Tidak terkecuali Mawar yang sedang menggambar ikutan berhenti lantaran mendengar eyang bahwa kakaknya akan menikah dua hari lagi. Ia pun ikutan nimbrung mengikuti orang dewasa melototi Eyang sebagai unjuk protes tak kasat mata.
"Apa ada yang salah dengan perkataan Eyang? Kenapa kalian melotot?" Tanyanya yang pura-Pura sok polos. Dirinya tau pasti ultimatum yang di proklamisaknnya akan mendapatkan reaksi yang berlebihan, tapi mau bagaimana lagi dia harus segera mengambil jalan ini sebelum Alif berubah pikiran. Mumpung anak itu lagi setuju, ya.. lakukan tindakan segera mungkin. Itu pikirannya.
Alif sadar terlebih dahulu dari yang lainnya. Ia dengan segera mengubah mimik wajahnya agar masih terlihat santai meskipun dadanya bergemuruh, berontak dan ingin berteriak membatalkan perjodohan ini jika begini permintaan Eyangnya. Eyangnya ngeselin, dikasih jantung mintanya usus, Kan menyebalkan.
"Apa itu tidak terlalu cepat Eyang? Kami masih sekolah loh. Belum juga tamat sekolah. Kenapa enggak kita tamat aja dulu baru berpikir menikah, toh yang jelas kami sudah setuju kan untuk dijodohkan."balas Alif lembut berusaha bernegosiasi degan Eyangnya. Trik lama sebenarnya, tapi semoga kali ini berhasil lagi.
Alifah sekali lagi mengangguk lucu, setuju dengan pemikiran Alif. Apa kata dunia jika dia menikah dua hari lagi. Ingat DUA HARI LAGI... TOLONGGG!!! jangan sampai itu terjadi.
"Salahkan saja Alifah, siapa suru setuju" balas Eyangnya melempar bola kesalahan karena tidak mau di pojokkan oleh cucu tersayang tercinta terkasih dan ter Ter tersegalanaya.
Yang di tuduh hanya semakin syok dengan pembelaan Eyang yang menyalahkan dirinya. Ia ingin mengelak tapi ekor matanya melihat Bu Tania seakan mengatakan " Jangan membantah."
"Ma, apa sebaiknya kita undur dulu pernikahan mereka, mereka masih mudah takutnya mereka belum bisa mengambil tanggung jawab pernikahan. Pernikahan itu tidak main main lho Ma. Butuh komitmen dan tanggung jawab yang besar di dalamnya. Lagi pula mereka masih sekolah Ma, masih sangat kecil masih butuh banyak belajar sebelum mengambil peran jadi Suami-Istri" kata Bu Tania. Sedikit membuat Alifah meresa lega.
"Kita kan ada mengawasi mereka. Jadi, jika mereka melakukan kesalahan ada kita yang membenarkan. Asal mereka mau mendengar. Saya yakin mereka pasti akan banyak dan mau belajar. Iya kan Fah?!" Sanggah eyang yang sepertinya tak mau di bantah. Sebenarnya dia juga risau apa cucunya bisa mengambil peran ini, tapi di lihat siapa yang akan jadi pasangannya dia yakin mereka pasti bisa mengambil tanggung jawab ini.
"Apalagi Eyang semakin tua, umur Eyang siapa yang tau. Eyang sudah berbauh tanah, alangkah bahagianya Eyang, jika Eyang bisa melihat cucu tercinta Eyang mengucapkan Ijab Qabul" sambung Eyang mendramatis suasana yang membuat Alif jengah. "Taktik basi". Kalau begini kondisinya, apapun yang akan di katakan Alif, Eyang tetap dengan pendiriannya. Apalagi kartu As ia sudah dapatkan Alias persetujuan Alifah. Jika ada kesalahan hari ini SALAHKAN SAJA Alifah. Siapa suruh setuju.
Kejengkelannya pada Alifah semakin bertambah. Apalagi dia yang dari tadi hanya diam saja. Tidak angkat bicara untuk menolak, seolah- olah tidak masalah bagi dia untuk menikah dua hari lagi. Padahal dirinya saja tidak tau, Alifah juga sangat-sangat tidak setuju. Andai bisa Alifah akan pura-pura kejang-kejang agar mereka elfil pada dirinya dan pembatalan pernikahan segera terjadi. Tapi itu hanya dalam hayalan Alifah saja. Dia tidak berani untuk mempermalukan dirinya. Cukup dengan menjual harga dirinya. Mempermalukan diri jangan lagi. Tapi dia tetap berharap Bu Tania maupun Alif bisa membatalkan pernikahan ini. Jangan sampai terjadi, jangan!! Pokoknya tidak!!
Tetapi....
"Terserah Eyang saja" Jawaban Alif pada akhirnya memBoom Alifah tapi tak hancur. Kata-kata 'terserah' yang artinya putus asa membuat dirinya ingin mengubur dirinya sendiri dan berlari keplanet Pluto agar tak di temukan. Ya, dirinya akan menikah, Alif menyerah pada permintaan Eyangnya. Dia setuju untuk menikah dengan dirinya, meskipun dia tau gadis yang diinginkan Alif bukan dirinya. Mereka memiliki nama yang sama tapi dua tubuh dan karakter yang berbeda. Bukankah Alif menncurugai dirinya bahwa dia gadis yang palsu?? Kenapa tiba-tiba Alif menyerah??. Seharusnya dia membongkar identitas dirinya di depan Eyang agar mereka tidak jadi menikah. Terlebih jika dia menikah dengan Alif, itu artinya mereka berstatus bukan Suami-Istri, tapi 'kumpul Kebo'. Naudzubilla. Karena otomatis Bin dari sambungan nama Faradiba Alifah AZ Zahra bukan nama orang tua kandungnya, tapi nama orang lain. Dan itu artinya pernikahan mereka tidak SAH.
"Sayang, kenapa kamu menangis?? Apa kamu ingin membatalkan pernikahan ini??" Tegur Eyang khawatir Karena melihat Air mata Alifah deras meluncur kepipinya bagai air terjun. " Bilang sama Eyang jika kamu keberatan dengan rencana Eyang. Kita bisa membatalkannya" parkataan Eyang bagaikan angin segar yang menyejukkan. Ingin rasanya Alifah mengatakan "iya Eyang, saya keberatan, bisakah kita membatalkannya saja" tapi lagi-lagi itu hanya sampai di tenggorokannya saja, tak berani untuk menyuarakannya. Karena tatapan Bu Tania kembali memperingatinya. Tambah deraslah deraian air mata Alifah sebagai bentuk tak keberdayaannya. Istigfar ia panjatkan beribu-ribu kali dalam hati atas dosanya kepada Allah sebagai bentuk manusia yang lemah di hadapan manusia. Seharusnya dia tidak boleh seperti ini. Tapi kenapa dia lemah.... Dia membenci dirinya sendiri. Sungguh dia membenci sikapnya kali ini. Dia hanya berharap sebelum dia meninggal dia bisa bertaubat dan Allah mengampuni dosa dosanya.
"Palingan dia sangat bahagia Eyang sampai dia tidak bisa membendung air matanya" canda Alif, tapi bagaikan cibiran bagi Alifah.
"Ishhh... Eyang lama-lama telinga Alif putus lho gara-gara kena jeweran sayang Eyang" ringis Alif sambil mengusap telinganya yang pasti sudah memerah.
"Biarin. Punya cucu kok mulutnya harus di jait sih. Alifah itu calon istrimu, dua hari lagi statusnya sudah jadi istri kamu. Kalian harus saling menghormati. Jika kamu ingin di perlakukan baik, maka perlakukan orang itu juga dengan baik. Apa yang kamu tanam itu yang kamu petik. " bentak Eyangnya yang membuat Alif memutarkan matanya jengah karena harus di ingatkan kembali tentang dia dan Alifah." Mau kemana kamu??" Teriak eyangnya karena melihat sang cucu hendak kabur.
"Kekamar"
"Kembali kamu!!"
"Apalagi sih Eyang?? kan Alif suda setuju?? Eyang mau bicara apalagi" kata Alif sedikit membentak tapi dia tidak sadar jika ia meninggikan suaranya dua oktav. Sehingga sang Eyang terkejut. Melihat Eyangnya diam, kambali Alif menghampiri Eyangnya dan berusaha melembutkan suaranya. Semarah apapun dia terhadap Eyangnya dia tidak boleh mambentak apalagi sampai menyakiti hati Eyangnya. "Alif minta maaf Eyang. Ada apa??
"Cincin Alifah belum terpasang di jarinya" cengir Eyangnya setelah menyelesaikan perkataannya yang membuat Alif shok, dia pikir Eyangnya akan sedih kerena membentaknya. Dengan berat hati Alif menghadap ke Alifah menatapnya dengan intens, menusuk sampai kedalam sanubari.
"Sekali lagi saya tanya, maukah kau menikah denganku?" Kata Alif kembali berlutut di hadapan Alifah, sambil menyodorkan cincin yang hampir dilupakannya. Eyangnya terharu melihat perlakuan Alif pada Alifah. Di lihatnya cucunya bisa romantis juga seperti di film film.
Dan respon Alifah kembali diam di hadapka pertanyaan yang membuat dirinya hampir pingsan. Sepertinya kali ini dia tidak bisa berlari, bahkan di pikirannya pun sudah tidak lagi, tetapi dia ingin mati saja. "Allah tolong Aku!! Jeritnya dalam hati melihat Alif yang seolah bersunggu-sungguh tapi tidak, itu hanya acting belaka. Ia muak melihat seringai Alif yang ia tapakkan di wajah tampannya.
"Aku pakaikan ya, kan kamu sudah setuju" kata Alif mengambil inisiatif sendiri ingin memasangkan cincin di jari manis Alifah. Kalau dia menunggu Alifah memberikan jarinya sendiri, dia yakin sampai besok pun cincin itu belum terpasang.
Tetapi sebelum Alif menggapai tangan Alifah, dengan refleks Alifa berdiri. Menghindari Alif. Dan itu membuat semua orang mengira jika Alifah menolak perjodohan ini. Termasuk Alif dia juga kaget, di hati terkecilnya ia merasa marah atas penolakan Alifah. Entahlah tapi dia tidak terimah jika Alifah menolaknya.
"Kamu menolak?!" tanya Alif yang terdengar seperti protes.
"Emm... biar aku sendiri yang pakai" balas Alifah sambil menyambar cincin Alif lalu memakainya sendiri.
Ruangan yang tadinya sempat tegang tertawa melihat respon Alifah, mana ada acara pertungan dia sendiri yang memakai cincinya, bukan pasangannya.
"Kamu kok tidak ada romantis-romantisnya sih, padahal Alif sudah berlutut lho". Tegur Eyang sambil tertawa.
Alifah dan Alif hanya meringis mendengar pernyataan eyang.
"Belum jadi mahrom Eyang, tidak boleh bersentuhan" balas Alifah merasa tidak enak.
"Iya tidak apa-apa. Eyang cuma bercanda. Nah sekarang kalian boleh kekamar masing-masing, eyang juga perlu istirahat. Cukup untuk malam ini. Tania tolong bawa mama kekamar.
"Biar saya saja Eyang" kata Alif menawarkan diri.
"Tidak usah, biar mamamu saja. Sekalian Eyang ingin bicara berdua dengan mamamu"
"Ayo Ma" ajak Bu Tania sambil mendorong kursi roda mertuanya.
Tinggallah Alifah dan Alif jangan lupakan Mawar yang berada di ruang keluarga itu. Suasananya tampak sunyi dan canggung tak ada yang memulai bicara, meski banyak yang harus di tumpahkan dalam isi kepala mereka.
Seketika Alifah terduduk lemas setelah Eyang sudah memasuki kamarnya. Istigfar belum usai ia jeritkan dari dalam hatinya. Air matanya semakin deras, tetapi tak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya. Bahkan ia tidak peduli Alif melihatnya menagis seperti ini. Permohonan Ampun ia panjatkan kepada Rabbnya, mengaku bahwa iapun membenci ini. Permintaan jalan keluar atas permasalahannya tak hentinya ia adukan pada Allah.
"Kenapa menagis?? Bukankah ini yang kamu inginkan.?? Jangan pura-pura acting kamu"
Segera Alifah menghapus air matanya. Dan mengajak Mawar masuk kekamar tanpa merespon Alif. Membalas perkataan Alis sama halnya dengan memperburuk suasana hatinya.