webnovel

Bab 5: Gear dan Jembatan Es

Langit di atas Monolith World berwarna abu-abu gelap, dengan awan yang tampak berat menggantung, siap untuk menumpahkan hujan. Angin berhembus lembut melalui pepohonan yang tingginya melampaui bangunan, menyelimuti hutan dengan aura dingin yang semakin mempertegas kesunyian. Raka dan Lily berjalan beriringan, menyusuri jalan setapak yang mengarah ke SafeZone berikutnya, setelah pertarungan sengit melawan Cerdric dan Thrain.

Lily melirik ke arah Raka, memecah kesunyian di antara mereka.

"Dua bongkahan besi yang kau gunakan tadi... apa itu? Aku tidak pernah melihat senjata seperti itu sebelumnya."

Raka tersenyum, merasa senang karena Lily memperhatikannya.

"Oh, itu yang kusebut 'Gear'. Aku mendesainnya sendiri," katanya sambil mengangkat bahu.

"Tadinya, aku mencoba menggunakan Claymore dan Great Sword. Tapi, meskipun kuat untuk menyerang, aku merasa kurang dalam hal pertahanan. Setelah itu, aku beralih ke perisai. Tapi, perisai terlalu pasif, kurang efektif untuk serangan jarak jauh."

Lily mengangguk pelan, tertarik dengan penjelasan Raka.

"Jadi, Gear ini kombinasi keduanya?"

Raka mengangguk, sedikit bersemangat.

"Tepat sekali. Aku butuh sesuatu yang bisa menyerang dan bertahan, dan yang terpenting, cocok untuk sihir Telekinesis. Jadi, aku mulai memikirkan desain yang lebih fleksibel dan terciptalah Gear ini."

Lily tampak terkesan, tetapi kemudian ia menyipitkan mata saat memikirkan sesuatu.

"Andamatium... logam yang kau gunakan untuk Gear itu, kan? Kau tahu, Andamatium sangat langka dan mahal, apalagi untuk senjata custom seperti ini."

Raka tertawa kecil, merasa sedikit canggung.

"Ya, aku tahu. Sebenarnya, Gear itu adalah hadiah."

Lily memiringkan kepalanya, matanya memancarkan rasa penasaran. "Hadiah? Dari siapa?"

Raka tersenyum hangat, mengingat momen itu. "Aku mendapatkannya sebagai hadiah karena berhasil masuk ke akademi."

**Flashback: Idenya pada Alya**

Beberapa Bulan sebelum ujian penempatan kelas, Raka berdiri di depan Alya di hutan tempat mereka biasa berlatih. Tangannya menggenggam selembar kertas, memperlihatkan desain kasar dari Gear yang baru ia ciptakan dalam pikirannya.

"Aku ingin membuat senjata terbang yang bisa kugunakan untuk menyerang dan bertahan," kata Raka dengan antusias.

"Kendalanya hanya pada bahannya. Aku butuh sesuatu yang sangat keras tapi cukup ringan, seperti Mytril atau Andamatium."

Alya mengamati desain itu dengan serius, lalu menatap Raka yang tersenyum sedih.

"Tapi, bahan-bahan itu sangat mahal," lanjut Raka dengan suara yang lebih pelan.

"Aku tahu ini hanya impianku. Aku sudah puas jika harus menggunakan baja biasa."

Alya, yang jarang mengekspresikan emosi dengan jelas, tampak prihatin melihat ekspresi kakaknya itu. Dia tahu betapa besar impian Raka, tetapi realita harga logam mulia seperti Andamatium membuat segalanya tampak mustahil.

---

**Flashback: Hadiah dari Alya**

Satu hari sebelum ujian penempatan kelas, Raka kembali ke asramanya setelah bertemu dengan Alya di taman akademi. Ketika dia membuka pintu kamarnya, matanya terbelalak melihat dua buah Gear berbahan Andamatium tergeletak di atas tempat tidurnya.

Di samping Gear tersebut, ada sebuah surat yang tertulis dengan tulisan tangan halus.

*"Tolong bersemangatlah

Kakakku tercinta ❤️

-Adik tersayang."*

Raka tersenyum lebar, merasa terharu. Dia memegang surat itu erat-erat di dadanya, dan berkata dengan pelan,

"Dasar adik Licik."

**Kembali ke Obrolan Raka dan Lily**

Kembali ke masa sekarang, Raka melihat senyum kecil di bibir Lily saat dia mendengarkan ceritanya. Namun, mata Lily tiba-tiba menyipit, tatapannya berubah tajam.

"Hmm, hadiah dari seseorang, ya? Pasti kau punya pacar orang kaya."

Raka terkejut mendengar itu, wajahnya langsung memerah.

"P-pacar? Jangan bercanda!" serunya, merasa malu. Dia segera berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Ngomong-ngomong, di depan ada sungai yang cukup lebar. Bagaimana kita akan menyeberang?"

Mata Raka bergerak cepat mencari solusi. Tak lama kemudian, dia melihat sebuah jembatan kayu di kejauhan.

"Oh, lihat! Ada jembatan di sana!" katanya dengan penuh semangat, menunjuk ke arah jembatan itu.

Namun, Lily hanya menggeleng pelan, tampak tak terkesan.

"Jangan lewat jembatan itu," katanya dengan tenang. "Kita sebaiknya menyeberangi sungai dari sini."

Sebelum Raka bisa bertanya lebih lanjut, Lily menghentakkan kakinya ke tanah. Dalam sekejap, bagian sungai di depan mereka membeku, membentuk jembatan es yang kokoh.

"Nah, sekarang kita bisa menyeberang," ujarnya, seolah itu hal yang sepele.

Raka menatapnya dengan kagum, lalu bertepuk tangan.

"Luar biasa, Lily! Kau benar-benar hebat."

Mereka mulai menyeberangi jembatan es yang dibentuk oleh Lily. Saat mereka berjalan di atas permukaan es yang licin, Raka menoleh ke arah Lily, tampak penasaran.

"Kenapa kau memilih menyeberang langsung seperti ini? Bukankah lebih mudah menggunakan jembatan?"

Lily menatap ke depan, suaranya tenang dan penuh perhitungan.

"Jembatan itu bisa menjadi titik temu bagi banyak kelompok lain. Jika kita menyeberang di sana, kemungkinan besar kita akan terjebak dalam pertempuran. Menyeberang langsung dari sini lebih aman."

Raka menundukkan kepala, merenungkan jawaban itu.

"Begitu ya..." katanya pelan, lalu sebuah pikiran melintas di benaknya.

"Tapi... kalau begitu, bukankah jembatan es yang kau buat ini juga akan menarik perhatian orang lain untuk menggunakannya?"

Sebelum Lily sempat menjawab, suara asing tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.

"Yaa, beruntung sekali ada jalan pintas di sini."

Raka dan Lily segera berbalik, tubuh mereka menegang dengan waspada. Di belakang mereka, dua sosok muncul dari balik bayangan pepohonan, menatap mereka dengan mata penuh intrik

Próximo capítulo