Shirou dan Lefiya mulai sibuk di dapur, menyiapkan sarapan untuk anggota Loki Familia. Bau harum masakan mulai memenuhi udara, sementara Shirou dengan tenang memotong sayuran dan menyiapkan berbagai hidangan.
Lefiya, yang berdiri di sebelahnya, membantu dengan mengaduk sup dan memeriksa roti yang sedang dipanggang. Saat melihat Shirou menyiapkan porsi yang lebih besar dan khusus, rasa penasaran muncul di hatinya. "Porsi itu... apa ini untuk Aiz?" tanyanya lembut sambil menunjuk piring yang terlihat lebih istimewa.
Shirou mengangguk sambil tersenyum. "Iya, ini untuk Aiz. Seperti biasa, dia pergi pagi-pagi sekali untuk melatih Bell."
Lefiya mendengarnya dan hanya bisa menghela nafas panjang. Ada sedikit rasa cemburu yang terlintas di wajahnya, tapi dia mencoba menyembunyikannya. "Semoga latihan itu cepat selesai. Sepertinya Aiz terlalu sering meluangkan waktu untuk Bell belakangan ini."
Shirou merasakan nada halus dalam kata-kata Lefiya, tapi dia memilih untuk tidak memperdalamnya. "Ya, aku harap mereka bisa siap tepat waktu. War Game ini akan sulit untuk Bell."
Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dengan lancar, dan setelah semua hidangan siap, Shirou dan Lefiya mulai membawa piring-piring sarapan ke ruang makan Loki Familia. Suasana di ruang makan sudah mulai hidup dengan beberapa anggota yang sudah berkumpul di meja, menunggu hidangan mereka.
Shirou dengan cekatan menghidangkan sarapan di depan setiap orang, sementara Lefiya membantu dengan senyum ceria di wajahnya. Ketika mereka menyelesaikan tugas itu, Shirou secara khusus meletakkan porsi besar yang disiapkannya untuk Aiz di salah satu tempat kosong di meja, berharap Aiz akan segera kembali dari latihannya.
Setelah semuanya terhidang, mereka berdua duduk di meja yang terpisah, menikmati sarapan bersama para anggota Loki Familia, meskipun pikiran Lefiya tampak sedikit terganggu. Shirou melihat sekilas ke arah Lefiya, merasakan ada sesuatu yang ingin diungkapkannya, tapi untuk saat ini, mereka menikmati kebersamaan itu tanpa banyak kata.
Riveria tersenyum lembut kepada Lefiya yang telah menghidangkan sarapannya. "Terima kasih, Lefiya," ucapnya dengan anggun sebelum mulai menikmati makanannya. Namun, sebelum menyentuh garpu, Riveria memutuskan untuk menggunakan teknik Magecraft Structural Analysis pada salad yang dihidangkan.
Ketika dia meneliti salad itu, Riveria terkejut. "Ini... ada prana di dalamnya?" bisiknya dengan nada kaget. Dia segera menoleh ke arah Shirou. "Apakah kau menggunakan Reinforcement pada masakan ini?"
Shirou hanya tersenyum sambil mengangkat bahu. "Yah, sepertinya resep rahasiaku sudah ketahuan," jawabnya dengan nada bercanda, membuat Lefiya yang duduk di dekatnya tertawa kecil.
Namun, Riveria tampak semakin bersemangat. "Jadi, apa efek Reinforcement pada makanan ini? Apakah itu mengubah rasanya atau hanya menambahkan prana?"
Shirou tersenyum lagi dan menjelaskan, "Sebenarnya, selain meningkatkan kekuatan fisik atau objek, Reinforcement juga bisa memperkuat rasa makanan. Itu sebabnya saladnya mungkin terasa lebih lezat daripada biasanya."
Mata Riveria berbinar mendengar penjelasan itu. Dalam benaknya, dia mulai membayangkan jika suatu saat dia menguasai teknik Reinforcement dengan sempurna, dia bisa memasak makanan yang bukan hanya bergizi, tapi juga memiliki cita rasa yang luar biasa. "Kalau begitu, nanti kalau aku menguasai Reinforcement, aku juga bisa membuat makanan yang luar biasa," gumam Riveria dengan senyum berkilau di wajahnya, tampak benar-benar terpukau oleh potensinya.
Namun, suasana di meja makan mulai berubah saat semua orang memperhatikan tingkah Riveria yang tak biasa. Mereka jarang melihat pemimpin yang biasanya anggun dan tenang itu begitu bersemangat seperti ini. Tatapan penasaran dari anggota Loki Familia membuat Riveria sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan.
Wajahnya memerah karena malu, tetapi dia tetap mempertahankan wibawanya. "A-apa?" tanyanya, mencoba mempertahankan ketenangannya meski jelas merasa malu. Beberapa orang, seperti Gareth dan Tiona, menahan tawa mereka, sementara Lefiya hanya tersenyum penuh pengertian.
Shirou, yang tahu bahwa Riveria jarang memperlihatkan sisi ini, hanya bisa tersenyum lembut. "Mungkin lain kali aku bisa mengajarimu membuat masakan dengan Reinforcement," katanya sambil melirik Riveria, yang mencoba menghindari tatapan orang-orang di sekitarnya.
"Baiklah, kalau begitu... aku akan menantikan pelajaran itu," jawab Riveria dengan wajah yang sedikit tersipu, namun tetap berusaha tenang, meskipun dalam hatinya, dia merasa senang mendapatkan perhatian dari Shirou.
Makan pagi di Twilight Manor pun berlanjut dengan suasana yang lebih hangat, meski Riveria merasa sedikit lebih malu dari biasanya.
Loki menyantap makanannya dengan cepat, namun tetap terlihat menikmati setiap gigitan dari masakan Shirou yang, seperti biasa, penuh dengan cita rasa yang lezat. Mulutnya terus sibuk dengan makanan, sementara pandangannya sesekali melirik ke arah jam dinding di ruang makan Twilight Manor.
Finn, yang duduk di dekatnya, memperhatikan gerak-gerik Loki yang tak biasanya begitu terburu-buru. Dia mengangkat alis dan dengan suara tenang bertanya, "Kenapa kau terburu-buru, Loki?"
Loki menelan makanannya dengan cepat, lalu mengelap mulutnya dengan tisu. "Para dewa mengadakan rapat Denatus hari ini," katanya. "Kau tahu, tentang War Game antara Hestia Familia dan Apollo Familia. Semua dewa-dewi diundang, dan aku harus hadir."
Mendengar nama Hestia, Shirou yang duduk di sisi lain meja segera teringat akan Bell dan situasi sulit yang dihadapi Hestia Familia. Dengan hati-hati, dia menatap Loki, ragu-ragu sejenak sebelum berbicara. "Loki, bisakah... bisakah kau membantu Hestia Familia dalam rapat itu? Mereka benar-benar butuh dukungan."
Loki, yang sedang mengambil secangkir air, hampir tersedak mendengar permintaan itu. Dia meludah sedikit, langsung terkejut oleh permintaan Shirou. "Menolong Hestia? Apa kau gila? Aku tidak sudi menolong dewi itu, apalagi sekarang," jawabnya dengan nada setengah bercanda, namun jelas enggan.
Shirou, meski tahu reputasi hubungan buruk antara Loki dan Hestia, tetap memohon dengan serius. "Aku tahu, kalian berdua tidak akur. Tapi ini bukan soal Hestia. Ini soal Bell, dan dia tak pantas dihancurkan begitu saja dalam War Game. Aku tahu kau bisa membuat perbedaan di sana."
Tatapan mata Shirou yang penuh tekad membuat Loki mendengus kesal, namun dia juga tahu Shirou tidak mudah meminta bantuan seperti ini. Loki menatapnya sejenak, mempertimbangkan permintaan itu dengan raut wajah bingung. Akhirnya, setelah menghela napas panjang, dia mengalah.
"Aah, baiklah, baiklah," gumam Loki sambil melambaikan tangannya. "Tapi jangan harap aku melakukan ini dengan sukarela. Aku hanya melakukannya karena kau yang meminta, Shirou."
Wajah Shirou langsung cerah. "Terima kasih, Loki," katanya dengan tulus, menundukkan kepala sedikit sebagai tanda terima kasih. Loki hanya meliriknya dengan tatapan cemberut, tetapi diam-diam ada rasa senang di hatinya karena Shirou begitu menghargai bantuannya.
Finn tersenyum kecil dari kejauhan, memahami interaksi ini dengan baik. "Baguslah, Loki. Kau tetap dewi yang punya hati, ternyata," katanya bercanda, membuat Loki meliriknya tajam.
"Diam, kau! Aku masih bisa membatalkan ini!" balas Loki, meskipun jelas hanya setengah serius. Suasana di meja makan sedikit menghangat setelahnya, dengan Loki yang menyelesaikan makanannya dengan cepat, lalu bergegas keluar untuk menghadiri Denatus, meninggalkan Shirou yang merasa sedikit lega.
Setelah semua anggota Loki Familia menyelesaikan sarapan dan meninggalkan ruang makan, Shirou dan Lefiya tetap tinggal untuk membersihkan dapur dan meja makan yang berantakan. Mereka bekerja dalam diam sejenak, menyapu sisa-sisa remah roti dan mencuci piring. Suara air yang mengalir dan gesekan kain lap di atas meja menjadi satu-satunya pengisi suasana.
Di tengah-tengah kesibukan mereka, Lefiya menatap Shirou dengan rasa ingin tahu yang semakin kuat. Dia lalu berhenti sejenak dan mengajukan pertanyaan yang sudah lama ingin dia tanyakan. "Shirou, kenapa kau sangat ingin menolong Bell? Maksudku, kau kan tidak begitu dekat dengannya."
Shirou tersenyum lembut sambil mengangkat piring terakhir yang dicuci, lalu mengeringkannya. "Tidak ada salahnya menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, Lefiya," jawabnya dengan tenang. "Kadang, kita tidak perlu alasan khusus untuk membantu seseorang. Jika kita bisa, kenapa tidak melakukannya?"
Kata-kata Shirou begitu sederhana, namun penuh makna. Mereka menggema di benak Lefiya, membuatnya teringat akan semua momen di mana Shirou telah membantunya tanpa diminta. Dari saat-saat Shirou menyelamatkannya di tengah bahaya hingga peristiwa kecil seperti hari ini ketika mereka membersihkan dapur bersama. Shirou selalu ada, selalu memberi bantuan tanpa mengharapkan imbalan. Baginya, menolong adalah sesuatu yang alami.
Diam-diam, Lefiya memandang Shirou dengan rasa kagum yang lebih dalam. Dia berbisik pelan, terlalu lirih untuk didengar, "Kau benar-benar luar biasa, Shirou…"
Shirou yang tidak mendengar pujian tersembunyi itu hanya tersenyum, berpikir kalau Lefiya berbicara pada dirinya sendiri. Mereka melanjutkan bersih-bersih bersama hingga semuanya selesai.
Tak lama kemudian, Aiz kembali dari melatih Bell. Wajahnya sedikit berkeringat, tapi ekspresinya tampak lebih ringan, seolah dia puas dengan latihan yang telah dijalani. Begitu melihat Shirou dan Lefiya, dia tersenyum tipis.
Tanpa banyak kata, Shirou mengeluarkan porsi spesial yang telah ia siapkan untuk Aiz. "Ini buatmu, Aiz," katanya sambil menghidangkan porsi besar sarapan yang terlihat lebih mewah daripada biasanya. "Kau pasti lelah setelah latihan."
Aiz tersenyum lebar melihat makanan itu, rasa laparnya tiba-tiba melonjak. "Terima kasih, Shirou," katanya sebelum duduk dan mulai makan.
Sementara Aiz menikmati makanannya, Lefiya hanya bisa tersenyum melihat interaksi itu. Meski terkadang merasa cemburu, dia tidak bisa menahan rasa senang melihat Aiz bahagia, apalagi setelah berusaha keras melatih Bell untuk War Game.
Suasana ruangan menjadi lebih hangat dan damai, meskipun semua orang memiliki kekhawatiran masing-masing tentang apa yang akan datang.
Setelah itu, Shirou melihat Aiz makan dengan lahap, dia akhirnya bertanya, "Bagaimana latihannya bersama Bell?"
Aiz melirik Shirou sejenak sebelum menelan makanannya, lalu menjawab dengan nada tenang, "Perkembangannya sangat cepat. Bell semakin kuat. Aku memberinya nasihat untuk memanfaatkan kelemahan lawan dan menyerang saat mereka lengah."
Mendengar itu, Lefiya yang sedang membantu merapikan meja berkata, "Itu semua berkat Aiz. Kalau bukan karena latihan intensmu, Bell tidak akan berkembang secepat ini."
Shirou tersenyum kecil mendengar pujian itu, namun masih ada kekhawatiran di hatinya. Dia menoleh kembali ke Aiz dan bertanya, "Apakah menurutmu Bell memiliki peluang melawan Apollo Familia?"
Aiz berhenti sejenak, wajahnya yang biasa tenang tampak sedikit bimbang. "Jika pertarungannya satu lawan satu, mungkin Bell punya peluang. Tapi kalau melawan seluruh Apollo Familia, aku ragu dia punya kesempatan menang."
Kata-kata Aiz itu membuat suasana sedikit berat. Shirou menghela napas dalam-dalam, merasa semakin khawatir tentang nasib Bell. Dia bertanya lagi, kali ini lebih serius, "Apa anggota party Bell seperti Welf dan Lily tidak bisa ikut juga?"
Lefiya, yang sudah mengetahui banyak tentang struktur familia di Orario, menjawab, "Seingatku, Welf adalah anggota Hephaestus Familia, dan Lily berasal dari Soma Familia. Karena mereka berasal dari familia yang berbeda, mereka tidak bisa ikut dalam War Game. Hanya anggota dari Hestia Familia yang diizinkan bertarung."
Shirou kembali menghela napas berat mendengar penjelasan Lefiya. Situasinya semakin terlihat tidak adil bagi Bell. Tanpa bantuan dari teman-temannya, bagaimana Bell bisa melawan keluarga besar seperti Apollo Familia yang jumlahnya banyak dan kuat?
Melihat raut wajah Shirou yang semakin penuh kekhawatiran, Lefiya mencoba menghiburnya. "Jangan terlalu khawatir, Shirou. Mungkin saat rapat Denatus, para dewa-dewi akan mempertimbangkan dan memberikan pengecualian untuk Bell. Siapa tahu, ada harapan yang lebih baik dari yang kita bayangkan."
Shirou memandang Lefiya dan tersenyum tipis, meski hatinya masih berat. "Semoga saja," jawabnya singkat, meskipun dia tahu bahwa hasil dari Denatus bisa sangat tidak terduga, tergantung pada siapa yang mendominasi diskusi. Meski begitu, kata-kata Lefiya sedikit memberinya semangat, dan dia mencoba untuk tetap berpikir positif.
Aiz melanjutkan makan, meski terlihat jelas bahwa pikirannya juga sibuk dengan apa yang akan terjadi. War Game ini adalah tantangan yang sangat besar bagi Bell, dan dia hanya bisa berharap latihan mereka sejauh ini cukup untuk memberi Bell peluang melawan musuh-musuhnya.
Shirou duduk termenung, rasa khawatirnya pada Bell masih belum hilang. Ia memegang piringnya dengan tangan yang sedikit gemetar. "Aku masih belum tahu bagaimana kronologi lengkap pengepungan Apollo Familia pada Hestia Familia sebelumnya," katanya dengan nada berat. "Aku terlambat datang, dan hanya sempat melihat Hestia menantang Apollo untuk War Game."
Aiz, yang sudah selesai makan, menatap Shirou dengan tenang. "Tempat tinggal Hestia Familia berada cukup dekat dengan Hostess of Fertility. Mungkin pelayan di sana tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi sebelumnya."
Mendengar saran Aiz, Lefiya yang duduk di sebelah Shirou menambahkan, dengan nada sedikit bercanda "Ya, mungkin kamu bisa menanyakan pada mereka, Shirou. Apalagi kamu sepertinya sudah cukup dekat dengan pelayan-pelayan cantik di sana."
Shirou sedikit tersipu, merasa tertuduh, dan menggaruk kepalanya. "Kami hanya berteman, kok. Lagipula mereka sudah banyak menolongku sejak aku datang ke Orario," jawabnya, mencoba meredam kesalahpahaman. Tapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa dia memang cukup akrab dengan para pelayan di sana, terutama dengan Syr.
Aiz tersenyum tipis, menatap Shirou dengan tenang. Sementara Lefiya, meskipun ia setengah bercanda, tidak bisa menyembunyikan rasa tak enak yang sedikit menggantung di hatinya.
Merasa kalau ini adalah petunjuk yang berguna, Shirou berdiri dari kursinya. "Baiklah, terima kasih atas sarannya, Aiz, Lefiya. Aku akan pergi ke Hostess of Fertility untuk mencari tahu apa yang terjadi."
Setelah berpamitan, Shirou meninggalkan ruang makan Twilight Manor. Saat berjalan keluar, pikirannya terfokus pada Bell dan Hestia Familia. Ia tahu betapa sulitnya menghadapi Apollo Familia, tapi informasi yang lebih jelas tentang pengepungan bisa membantu Shirou memahami situasinya lebih baik dan mungkin mencari cara untuk membantu Bell. Dengan tekad itu, ia menuju Hostess of Fertility, berharap bisa menemukan jawaban dari para pelayan yang sudah dikenalnya.
Shirou melangkah masuk ke dalam Hostess of Fertility, suasana yang hangat dan nyaman langsung menyambutnya. Di depan pintu, Ryuu sudah berdiri menyambutnya dengan senyuman kecil yang khas.
"Selamat datang, Shirou," sapa Ryuu dengan tenang, seperti biasa. Namun, hari ini ada sesuatu yang membuat Shirou merasa aneh. Ia melihat ke sekeliling restoran, pandangannya tertuju pada sebuah miniatur kapal yang dipajang dengan bangga di salah satu sudut.
Chloe, yang sedang sibuk membersihkan meja, menyadari bahwa Shirou memperhatikan miniatur kapal itu. "Hei, Shirou! Terima kasih untuk oleh-olehnya! Mama Mia suka banget sama miniatur kapal itu, makanya sekarang dipajang di restoran!" katanya sambil menyeringai.
Shirou tersenyum lega, senang mendengar bahwa Mama Mia menyukai oleh-oleh yang ia bawa dari Melen. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia mengedarkan pandangan lagi, menyadari bahwa Syr, yang biasanya selalu menyapanya dengan antusias, tidak terlihat di mana pun.
"Di mana Syr?" tanya Shirou sambil berpikir. Biasanya, Syr tak pernah absen dari restoran, kecuali jika ada alasan khusus.
Anya, yang sedang merapikan kursi, menyela dengan suara khasnya. "Oh, Syr izin datang telat hari ini. Mungkin ada urusan penting yang harus dia selesaikan," katanya sambil tertawa kecil.
Shirou mengangguk perlahan, tetapi di dalam hati, sebuah pikiran lain mulai muncul. Ia semakin yakin bahwa Syr adalah dewi yang menyamar. Tindak-tanduk Syr yang kadang misterius, kehadirannya yang sering mendadak dan menghilang tanpa jejak, semuanya seolah menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar pelayan biasa. Dan sekarang, dengan Denatus yang sedang berlangsung, Shirou semakin merasa bahwa Syr mungkin sedang menghadiri rapat itu bersama para dewa-dewi lainnya.
Namun, Shirou menyimpan kecurigaannya itu di dalam hati. Tidak ada gunanya berspekulasi lebih jauh tanpa bukti nyata. Untuk saat ini, yang lebih penting adalah mendapatkan informasi tentang pengepungan Apollo Familia pada Hestia Familia.
"Ngomong-ngomong, ada yang tahu tentang apa yang terjadi di dekat gereja tua kemarin?" tanya Shirou, mencoba menggali informasi dari pelayan lain.
Ryuu dan Anya saling bertukar pandang sebelum menjawab. "Ada keributan besar di sekitar sana, banyak orang yang datang dan pergi. Kami mendengar desas-desus tentang Apollo Familia yang mengepung Hestia Familia," kata Ryuu dengan nada tenang, namun jelas.
Shirou mendengarkan dengan saksama, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang baru ia terima.
Anya, dengan nada santai tapi sedikit jahil, berkata, "Kalau kamu mau tahu lebih banyak soal keributan kemarin, mungkin lebih baik kamu tunggu Syr datang. Dia pasti tahu lebih banyak."
Shirou mengangguk, setuju dengan saran Anya. Syr memang selalu tampak mengetahui lebih banyak hal dari yang terlihat di permukaan.
Ryuu, yang sejak tadi mengamati percakapan itu, menambahkan, "Sementara menunggu Syr, kamu bisa bantu kami di dapur seperti biasa. Kamu selalu senang memasak, kan?"
Wajah Shirou langsung cerah. "Tentu saja! Aku akan senang sekali."
Namun, ketika Shirou baru akan melangkah menuju dapur, Anya dengan cepat memotong jalannya, menghalanginya dengan senyum nakal di wajahnya. "Eits, jangan lupa sesuatu!"
Shirou mengerutkan kening, bingung. "Apa?"
Anya tertawa kecil. "Kamu lupa pakai seragammu! Masa mau masak di dapur tanpa seragam pelayan? Sudah ada di kamar lamamu kan?"
Dengan sedikit menghela napas, tapi juga tersenyum karena candaan Anya, Shirou mengalah. Dia naik ke lantai atas, menuju kamar lamanya di Hostess of Fertility. Kamar itu penuh kenangan, tempat di mana dia pertama kali menginjakkan kaki di Orario, dan juga tempat dia ditolong oleh Syr ketika masih kebingungan dengan dunia baru ini. Begitu sampai di kamar, Shirou membuka lemari kecil yang masih menyimpan seragam pelayan hijau miliknya.
"Sepertinya aku sudah sering melakukannya," gumam Shirou sambil mengganti pakaiannya dengan seragam pelayan yang memang sudah jadi ciri khasnya di restoran ini.
Setelah selesai berganti pakaian, dia memeriksa penampilannya sebentar di cermin. Seragam hijau itu masih kontras dengan rambut merahnya, seperti yang sering diolok oleh teman-temannya di sini. Namun, ada perasaan nyaman mengenakan seragam itu lagi, seolah dia kembali menjadi bagian dari keluarga kecil Hostess of Fertility.
Sambil tersenyum kecil, Shirou turun kembali ke bawah, siap membantu di dapur sambil menunggu kehadiran Syr yang mungkin bisa memberikan lebih banyak informasi.
Saat Shirou turun ke bawah dengan seragam pelayan hijaunya yang mencolok, tawa yang tertahan dari Ryuu, Chloe, dan Anya akhirnya pecah. Mereka mencoba bersikap sopan, tapi sulit menyembunyikan kejenakaan yang mereka rasakan melihat kontras warna antara rambut merah Shirou dan seragam pelayan berwarna hijau.
Shirou, yang sudah terbiasa dengan candaan mereka, hanya bisa tersipu malu. "Apa?" tanya Shirou dengan raut wajah bingung tapi tetap menggemaskan.
Ryuu, dengan wajah datarnya yang sedikit melunak, memberikan apron pada Shirou. "Ini, setidaknya kamu butuh ini untuk melindungi seragammu," katanya sambil membantunya mengenakan apron itu dengan lembut.
Chloe, yang terkenal dengan candaannya yang tajam, menyeringai dan berkata, "Mungkin, kalau kamu mau lebih cocok, kami bisa memberimu headband pelayan seperti kami!"
Mendengar itu, Shirou langsung melambaikan tangannya dengan kencang, menolak tawaran itu tanpa ragu. "Tidak, tidak! Aku sudah cukup malu dengan seragam ini."
Anya, yang sejak tadi hanya menahan tawanya, akhirnya meledak tertawa membayangkan Shirou memakai headband maid seperti mereka. "Aduh, Shirou! Aku bisa bayangkan kamu dengan headband itu, pasti makin lucu!"
Shirou, yang merasa semakin terpojok, buru-buru pergi ke dapur untuk menghindari rasa malunya. "Aku mau mulai masak saja!" serunya sambil menunduk, menyembunyikan wajahnya yang semakin memerah.
Sementara itu, tawa riang Ryuu, Chloe, dan Anya terdengar dari belakangnya, menikmati momen itu sebelum akhirnya kembali bekerja.