webnovel

BAB 28: Ujian Atletik Part 1

Ini hal yang baru untukku.

Untuk pertama kalinya aku memiliki seorang pacar, dan aku merasa kalau kehidupanku sudah jauh berkembang ketimbang sebelumnya.

Sebelumnya aku selalu datar dan hampir tidak bisa merasakan apapun, tapi kini aku mulai bisa berubah secara perlahan.

Walaupun begitu, tetap ada satu sifatku yang tidak bisa dirubah, yaitu tentang aku yang selalu memandang rendah orang lain sama seperti Charles.

Aku tidak bisa mengatakannya pada Fisa karena akan sangat beresiko.

Bagaimanapun semua manusia itu berbeda-beda, dibalik banyak kebaikan manusia pasti tetap akan ada keburukannya, sekecil apapun itu.

Begitu juga sebaliknya.

Yah, sebaiknya aku tidak terlalu memikirkannya.

Ujian atletik, aku penasaran apa saja yang akan dilakukan dalam ujian ini.

Tujuanku sekarang adalah lapangan olahraga.

Aku terus berjalan hingga akhirnya berhasil sampai walaupun nyaris terlambat.

Di lapangan ini, aku dapat melihat semua teman sekelas ku termasuk Fisa, Lina, Cika, Danna, Wijaya, dan juga Charles, semuanya memakai seragam olahraga.

Tentu saja aku juga melihat Pak Smith yang menggunakan jaket olahraganya dengan beberapa peralatan.

"Lebih baik kau terlambat saja!"

"Selamat pagi, pak Smith. Maaf, aku hampir terlambat!"

"Cepat ikut berbaris!"

"Baik!"

Sapaan pak Smith pagi ini terasa kasar sekali.

Walaupun begitu, dia tetap mempersilahkan ku untuk masuk ke dalam barisan.

Kurasa aku cukup beruntung karena tidak mendapat pengurangan point.

"Baiklah, selamat pagi! Bagaimana keadaan kalian hari ini? Kuharap semuanya dalam keadaan sehat dan bisa mengikuti ujian atletik hari ini!"

"..."

"Sebelum menjalani ujian atletik, aku ingin kalian membuka ponsel kalian sendiri dan melakukan voting terhadap tiga disiplin, yaitu anggar, panahan, dan tinju. Silahkan lakukan!"

Pak Smith menjelaskan pada semua siswa sebelum masuk ke ujian atletik, mereka harus memilih salah satu dari tiga disiplin yaitu anggar, panahan, atau tinju.

Pilihan disiplin akan dilakukan melalui voting di ponsel masing-masing.

Aku pun mengambil ponselku dan membuka notifikasi pesan yang berisikan tentang voting ketiga disiplin.

Kemudian ponsel ini memberikan demonstrasi di setiap disiplin untuk menunjukkan apa saja yang terlibat dan bagaimana hal itu dilakukan dengan benar.

Anggar: Sepotong sutra panjang membentang di antara dua tiang, ini adalah senjata yang digunakan untuk bertarung dengan pedang dan belati.

Ini juga membutuhkan koordinasi tangan-mata dan refleks yang cepat.

Instruktur anggar akan mendemonstrasikan cara memegang senjata yang benar serta cara menangkis serangan, kemudian kelas akan bertarung.

Tinju: Seni bela diri kuno ini mengajarkan siswa pengendalian diri dan disiplin melalui latihan fisik.

Instruktur akan mengajari cara meninju, mengait, menyilang, dan menusuk, tapi hanya setelah menguasai teknik dasar.

Petarung terbaik biasanya adalah mereka yang dapat menggabungkan pukulan ini dengan gerakan bertahan seperti memblokir atau menghindar.

Guru instruktur akan mendemonstrasikan dasar-dasar tinju, setelah itu, dia akan menyuruh bertanding melawan siswa lain.

Panahan: Dalam olahraga ini menggunakan busur dan anak panah yang digunakan untuk menembak target yang dipasang di lapangan.

Meskipun tidak membutuhkan kekuatan yang besar, bidikan yang baik sangat penting karena panah dapat menempuh jarak lebih dari 150 yard.

Guru instruktur akan mendemonstrasikan teknik memanah sebelum para siswa mencobanya sendiri, kemudian siswa akan berlatih menembak sasaran boneka.

Guru instruktur akan menjelaskan aturan tantangan, kemudian dia akan menyuruhmu bertanding melawan siswa lain.

Ketiga disiplin tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Para siswa harus memutuskan mana yang paling cocok untuknya dan melakukan voting.

Sebelum dimulai, para siswa harus tahu bahwa pemenangnya akan ditentukan oleh seberapa besar jumlah voting yang dipilih satu kelas.

"Waktunya hanya lima menit, voting sekarang!"

"Baik!"

Setelah mendengar perintah dari Pak Smith, para siswa bergegas memainkan ponselnya dan memilih salah satu dari tiga disiplin.

Anggar, tinju, dan panahan.

"Satomi, kau pilih apa?"

Danna yang berada di sebelahku bertanya padaku.

"Hmm ... mungkin panahan, walaupun aku yakin tinju akan jauh lebih unggul."

"Panahan, ya? Kalau begitu aku ikut denganmu."

"Ya, terserah kau saja."

Aku memainkan ponsel dan menekan bagian voting di dekat pesan yang tertampil.

Setelahnya terdapat tiga tulisan disiplin yang harus dipilih, konsekuensinya jika tidak memilih adalah mendapatkan pengurangan poin.

Panahan.

Menekan pada tulisan itu, Danna juga ikut denganku dan memilihnya.

"60 detik! Masih ada 8 siswa yang belum melakukan voting. Cepat lakukan, atau pengurangan poin akan terjadi!"

Pak Smith mendesak siswa yang belum melakukan voting agar segera memilihnya.

"Seperti biasa, pak Smith memang mengerikan."

"Ya, begitulah."

Akhirnya semua siswa di kelas sudah melakukan voting dan hasil tertampil dengan jelas di masing-masing ponsel kami.

Anggar: 8 Vote

Tinju: 11 Vote

Panahan: 12 Vote

Anggar mendapatkan paling sedikit voting, sedangkan tinju dan panahan memiliki selisih tipis yang dimenangkan oleh panahan.

Aku sedikit tidak menyangka kalau panahan akan menjadi pemenangnya, dengan begitu panahan lah yang menjadi pilihan dari salah satu ketiga disiplin.

"Pemenangnya adalah panahan. Kalian sudah memilih sesuai keinginan kalian, tapi karena ini adalah pilihan bersama, jadi jangan berkecil hati jika disiplin yang kalian voting tidak terpilih."

"Baik."

"Bagus! Sekarang aku akan memberitahu tentang ujian atletik hari ini, kalian hanya perlu melakukan tiga gerakan dasar seperti push up, sit up, dan pull up. Kalian dapat melakukan setiap satu gerakan dasar yang memiliki maksimal 33 kali, satu gerakan bernilai satu poin. Lalu ketika sudah selesai, gerakan dasar berganti hingga selesai. Meminta untuk mengganti gerakan dasar diperbolehkan, tapi itu hanya bisa dilakukan ketika kalian sudah merasa tidak sanggup untuk melakukannya. Untuk melakukan semua itu, kalian akan diberikan waktu masing-masing satu menit per satu gerakan dasar."

"Apa maksudnya?"

Danna berbisik padaku, dan mungkin penjelasan pak Smith terdengar agak sulit untuk dipahami.

"Entahlah."

Kemudian aku pun menjawabnya dengan singkat.

Sebenarnya peraturannya cukup mudah.

Satu gerakan, satu menit, maksimal 33 gerakan, 1 gerakan bernilai 1 point.

Jika sudah tidak sanggup dan ingin mengganti gerakan, maka waktu satu menit itu akan berhenti, dan nilainya akan diberikan tergantung berapa banyak gerakan yang didapat.

Yang tidak kupahami hanya satu, yaitu tentang voting disiplin yang baru saja dilakukan.

"Pak Smith, bagaimana dengan panahannya?"

Aku bertanya tanpa ragu untuk menjawab rasa penasaranku.

"Untuk panahan, kalian tidak akan melakukannya saat ujian atletik kali ini. Ya, itu akan dilakukan untuk ujian atletik lain kali. Tapi aku sedikit terkesan denganmu, Satomi. Karena kau terkesan bisa melakukan apapun tanpa rasa takut."

Pak Smith terdengar seperti memuji diriku.

Tidak, kurasa dia tidak mengatakannya dengan tulus, itu terdengar seperti hinaan bagiku.

"Sudah waktunya, Satomi Adney. Kau yang pertama!"

"Hmm ... aku?"

"Ya, siapa lagi?"

"Baiklah, dimana aku akan melakukannya?"

"Lakukan di depan yang lainnya."

"Aku mengerti."

Aku memang sudah menduganya.

Menjadi orang pertama dan menjadi contoh bagi siswa lain dalam percobaan ujian merepotkan ini.

Push up, 33 kali. Sit up, 33 kali. Pull up, 33 kali.

Satu gerakan bernilai satu poin, jadi aku akan mendapatkan 99 poin jika bisa melakukan semuanya.

Aku tidak berniat untuk mendapat nilai sempurna, aku hanya mengincar nilai 60.

Rencana ku untuk ujian kali ini.

Push up, 25 kali.

Sit up, 20 kali.

Pull up, 15 kali.

Dengan begitu totalnya adalah 60, tentu saja aku harus menahan diri agar tidak terlihat menonjol.

"Lakukan sekarang! Gerakannya sesuai urutan, yaitu push up, sit up, dan pull up."

"Ya."

Banyak tatapan teman sekelas yang menatap ke arahku.

Tentu saja mereka penasaran bagaimana cara ujian ini berjalan, mungkin kali ini aku akan berbuat sedikit kebaikan pada mereka.

Aku mengambil posisi push up biasa lalu mendorong bagian lenganku ke bawah.

Satu, dua, tiga, ..., sepuluh, ..., dua puluh, ..., dua puluh lima.

Cukup sampai disana, aku sengaja menggetarkan lenganku agar terlihat seperti mengalami kelelahan.

"Tolong ganti gerakan, aku sudah menyerah dengan push up."

"25 gerakan, push up. Selanjutnya!"

Pak Smith mencatat hasilnya di sebuah kertas.

Gerakan dasar selanjutnya adalah sit up.

"Pak Smith, maaf mengganggu. Bisakah kau memegangi bagian kaki ku?"

"Ya, tidak masalah."

Pak Smith mendekat padaku, lalu beliau memegangi bagian kakiku seperti yang aku suruh.

Aku terus melakukan gerakan sit up dan aku juga sengaja melakukannya dengan lambat.

Tidak ada alasan untuk itu, aku hanya ingin membuang-buang waktu saja.

Hingga saat di hitungan ke 20, akhirnya aku berhenti dan memberikan aba-aba kalau aku sudah menyerah dengan sit up.

"Kenapa Satomi? Ingin ganti gerakan?"

"Ya, tolong. Aku sudah tidak kuat."

"20 gerakan, sit up. Selanjutnya! Kau bisa bergantung pada bagian diatas tiang sana."

Ujian atletik untuk hari ini terkesan sangat sederhana.

Para siswa hanya disuruh untuk melakukan gerakan dasar dan menilainya berdasarkan seberapa banyak mereka bisa melakukannya.

Abaikan semuanya.

Aku tidak peduli lagi dengan tatapan teman sekelas ku dan memutuskan untuk segera melakukan pull up sebanyak 15 kali.

Sepersekian detik, aku menatap wajah Fisa.

Ternyata dia memperhatikanku dengan serius sedari tadi, begitu juga dengan Danna yang terlihat seperti mengamati sesuatu dariku.

Jujur saja, aku merasa sangat senang karena diperhatikan oleh Fisa, dan kurasa dia juga memberiku semangat dengan kehadirannya itu.

Aku berjalan ke bagian tiang yang dimaksud Pak Smith lalu menaikkan kedua tanganku agar bisa bergantung di bagian atasnya.

Satu tarikan tubuh terasa ringan.

Saat di lima belas tarikan, tubuhku terasa lebih ringan dari sebelumnya.

Cukup, aku melepaskan tanganku dan tidak lagi bergantung di bagian tiang.

"Sudah selesai? 15 gerakan, pull up."

"Terima kasih, Pak Smith!"

"Satomi Adney, nilaimu adalah 60. Benar-benar buruk, kau harus lebih baik besok!"

"Begitu ya? Maaf karena tidak bisa memenuhi ekspektasi mu yang tinggi."

"Kau boleh pulang sekarang, kusarankan agar berlatih lebih keras untuk besok. Tolong jangan berbicara dengan siapapun kecuali yang sudah selesai. Selanjutnya, Danna!"

"Ya, aku mengerti."

Ternyata ujian atletik yang kujalani hari ini hanya memerlukan waktu kurang dari 5 menit untuk menyelesaikannya.

Aku memang diperbolehkan pulang, tapi aku memutuskan untuk menunggu giliran Fisa yang terasa cukup lama.

Próximo capítulo