webnovel

BAB 6: Informasi

Aku hampir tidak mengingat apapun tentang lingkungan sekolah ini.

Mungkin aku tersesat lagi kali ini.

Yah, sebenarnya tidak masalah.

Aku masih bisa bertanya pada seseorang tentang keberadaan ruang makan yang ada di kelas 2.

Suasananya lumayan terasa sepi, mungkin karena para siswa masih menikmati sarapannya.

Walaupun begitu, aku beruntung karena aku melihat seorang lelaki yang tengah duduk di bangku pinggir jalan.

Aku pun mendekatinya dan berniat untuk bertanya padanya.

"Permisi, senior. Bisakah aku bertanya?"

"Siapa kau? Mukamu terlihat asing, apa kau siswa baru?"

"Ya, kau benar. Aku siswa kelas 1-E yang baru bersekolah hari ini."

"Eh?! Kenapa siswa kelas satu ada disini? Terlebih lagi 1-E?!"

"Apa ada masalah dengan itu?"

Dia terkejut ketika aku mengatakan kelas 1-E dan aku pun bertanya apakah ada masalah jika aku ada di kelas 1-E.

Lagi dan lagi, aku menemukan satu orang yang merendahkan kelas 1-E.

Sebenarnya aku tidak peduli, tapi lagi-lagi aku penasaran kenapa kelas 1-E terlihat begitu diremehkan.

Yah, aku yakin kalau lelaki ini hanya terpengaruh.

Abaikan saja.

Tujuanku adalah menemui Rose dan berbicara dengannya, bukan untuk bicara dengan lelaki ini.

"Tidak masalah, sih. Maaf, lupakan saja! Jadi apa yang ingin kau tanyakan?"

"Dimana letak ruang makan kelas dua?"

"Hmm ... kau hanya perlu belok kiri dari sini dan terus berjalan sampai menemukannya."

"Begitu ya? Terima kasih, senior!"

"Berhati-hati lah! Sekolah ini bukan tempat permainan anak kecil."

"Ya, aku mengerti. Terima kasih atas peringatannya, senior!"

Aku tidak ingin berurusan lebih lama lagi dengan lelaki ini, jadi setelah dua kali berterimakasih aku langsung pergi meninggalkannya.

Aku juga tahu itu.

Sekolah ini lebih merepotkan dari yang aku duga, karena itulah aku ingin membicarakannya dengan Rose yang telah berpengalaman satu tahun menetap di sekolah ini.

Aku hanya bisa berbicara dengan Rose karena hanya dialah seorang kakak kelas yang kukenal.

Setelah cukup lama berjalan mengikuti arahan lelaki tadi, akhirnya aku menemukan ruang makan yang ada di samping kelas 2-A.

Di tempat itu juga ada seorang guru yang menjaga di depan ruangan.

Yang menjaga adalah seorang perempuan dan tentu itu berbeda dengan kelas satu tadi, yang menjaga kelas satu tadi adalah seorang lelaki.

"Ada perlu apa?"

Dia bertanya karena aku mendekat padanya.

"Permisi, Bu Guru. Apa kau melihat seorang gadis yang lumayan tinggi dengan gaya rambut ekor kembar memasuki ruang makan ini?"

Aku pun menjawabnya sambil bertanya balik.

"Apa dia kakakmu?"

"Umm, bukan. Dia bukan kakakku, aku baru saja kenal dengannya tadi pagi."

"Sebagai siswa baru, hebat juga kau bisa kesini sendirian tanpa ekspresi apapun."

"Apa itu sebuah pujian?"

"Tergantung bagaimana kau menanggapinya."

"Kalau begitu, aku menganggap itu sebuah pujian."

"Baguslah, apa kau senang?"

"Entahlah."

Pembicaraan kami terhenti sejenak.

Saat berbicara, kami tidak terlalu menatap satu sama lain.

Bahkan sekarang, kami tidak saling menatap lagi.

"Oh, iya. Siapa namamu?"

Dia mulai bicara lagi padaku.

"Satomi Adney."

"Panggilannya Satomi? Atau Adney?"

"Terserah saja."

"Baiklah, Satomi. Ada urusan apa dengan gadis ekor kembar? Begini, jika kau memberitahu namanya mungkin aku bisa membantumu."

"Yah, namanya Annette Rose, kalau tidak salah dia ada di kelas-..."

"2-B, kan?"

Wah, dia terlihat bangga sekali bisa menyela perkataan ku.

Aku ingin segera memutus percakapan yang sudah terjadi sekarang ini, tapi rasanya agak sulit.

Bagaimanapun dia adalah seorang guru, jadi kurasa aku akan membiarkannya merasa puas.

"Ya, benar. Apa kau melihatnya?"

"Tentu, semua orang pasti tertarik padanya, apalagi dia adalah siswa dengan rekor naik kelas tercepat dari kebanyakan siswa lainnya. Bayangkan saja, dalam satu bulan dia bisa naik dari kelas 1-E ke kelas 1-C. Dan sekarang dia sudah ada di kelas 2-B."

"Wah, hebat."

"Kau tidak terlihat kagum sama sekali, apa-apaan nada datarmu itu? Kau harus lebih semangat!"

"Baik."

"Dengar, Satomi! Tidak peduli kau ada di kelas mana, yang terpenting adalah keinginanmu untuk menjadi orang genius. Jika kau serius, maka kau bisa melakukannya di kelas manapun."

Tentu saja, aku sedikit kagum dengan guru ini karena dia berbeda dari yang lainnya.

Kebanyakan dari mereka hanya merendahkan kelas E, tapi dia benar-benar berbeda.

Aku jadi mengerti kenapa dia tidak menanyakan asal kelas ku.

Dia hanya ingin aku serius belajar disini tanpa memperdulikan dimana kelas ku berada.

"Satomi, ada apa jauh-jauh kesini?"

Suara itu, aku yakin kalau dia adalah Rose.

Jadi perkiraan ku memang benar kalau dia ada di ruang makan kelas dua.

"Oh, Rose. Lelaki ini mencari mu dari tadi."

"Kita bertemu lagi, Rose."

Dia keluar dari ruang makan dan disambut oleh keberadaanku.

"Kenapa, Satomi?"

"Yah, apa kau memiliki waktu luang? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."

"Ayo bicarakan di tempat lain!"

"Baik."

"Kami pergi dulu, Bu Laurent! Terima kasih sudah menemaninya!"

"Tidak masalah."

Tak lama kemudian aku dan Rose pun pergi meninggalkan seorang guru perempuan yang kuketahui bernama Laurent ini.

"Semangat, ya! Satomi!"

"Apanya?"

Aku dapat mendengar bisikan dari Bu Laurent.

Semangat apa?

Aku tidak mengerti.

Yah, sudahlah.

Hal itu tidak penting sama sekali.

Yang terpenting adalah pembicaraanku dengan Rose.

"Bagaimana kalau membicarakannya di taman itu?"

Oh, itu adalah taman tempat aku dan Fisa bersantai sebelumnya.

"Boleh saja."

Aku pun menerima ajakannya untuk pergi ke taman itu.

Sebenarnya aku ingin bersantai dan berbaring menikmati rerumputan taman, tapi karena kami akan melakukan pembicaraan penting, jadi aku tidak bisa melakukannya.

Aku dan Rose duduk di bangku taman bersebelahan dengan sedikit jarak.

"Ada apa, Satomi?"

Rose membuka topik pembicaraan.

"Yah, ini tentang aturan khusus."

"Maaf, Satomi. Aku tidak bisa membicarakannya denganmu."

"Kenapa?"

"Itu tidak perlu ditanyakan lagi, karena aku tidak percaya dengan siapapun lagi."

"Bisa jelaskan alasannya? Kau terlihat begitu keras menutupinya."

"Ya, aku tidak keberatan jika hanya itu. Sebenarnya aturan khusus telah menjadi sebuah informasi. Dan bagi siapapun yang telah ketahuan menyebarkan informasi, maka mereka akan dihukum."

"Lalu?"

"Maaf, aku hanya bisa mengatakan itu."

Penjelasan yang diberikan Rose terdengar sangat singkat, dan aku yakin kalau Fisa yang mendengarnya pasti akan terus bertanya-tanya maksudnya.

Namun penjelasan Rose yang sangat singkat itu membuat ku mengerti alasannya.

Kenapa Rose begitu menutupinya?

Kenapa dia tidak percaya dengan orang lain?

Aku tahu jawabannya.

Informasi.

Sama halnya dengan perang, informasi sangat penting untuk meningkatkan peluang menang.

Dengan mengetahui informasi seperti kekuatan musuh, medan perang, dan yang lainnya, itu akan menjadi keuntungan bagi pihak yang mengetahuinya, dan tentu saja peluang mereka untuk menang akan meningkat.

Sebaliknya, bagi yang kekurangan informasi, maka peluang menang akan menurun.

Sepertinya Rose pernah dihukum karena ketahuan menyebarkan informasi, entah hal apapun itu yang tidak kuketahui.

Yah, apa boleh buat.

Aku akan menawarkan sesuatu padanya.

"Begitu ya? Kalau saja aku membantumu menguak penguntit yang telah mengganggumu selama ini, akankah kau memberitahu ku?"

"Hah?! Apa maksudmu?"

Sudah kuduga, dia pasti akan terkejut dengan perkataan ku.

Sejak Rose mengantarkan ku dan Fisa ke kelas 1-E, aku dapat menyadari beberapa hal aneh darinya.

Pertama, Rose terkesan terlalu terburu-buru untuk mengajak ku dan Fisa ke kelas 1-E.

Kedua, saat ditengah jalan dia sengaja memperlambat langkahnya agar kami bisa berjalan secara bersamaan.

Ketiga, Rose tidak ingin dilaporkan oleh sang penguntit karena telah menyebarkan informasi, jadi dia berusaha keras menyembunyikannya.

Dengan ketiga hal itu, aku yakin kalau Rose sedang bermasalah dengan seorang penguntit.

Aku jadi semakin yakin setelah melihat reaksi terkejutnya itu.

"Aku tahu kau bermasalah dengan seorang penguntit, terlebih lagi kau tidak kenal dengannya. Kau merasa takut bukan?"

"Kau ini, bicara apa?"

Untuk saat ini Rose masih mengelak dengan berpura-pura tidak mengerti, tapi aku yakin setelahnya dia akan mengakuinya.

"Kau itu populer karena rekor naik kelas mu itu. Aku memang tidak tahu cara naik kelas, tapi kupikir kau memang sangat hebat. Saat merasa takut, kau akan melakukan pemanasan untuk mengalihkan perhatian. Alasan kau menutupinya dari kami, itu karena kau tidak ingin penguntitnya mendengar bukan? Karena dia bisa ada dimana saja tanpa kau sadari."

"A-anu, hentikan!"

"Sebenarnya memberikan informasi tidak akan jadi masalah asal tidak ketahuan, tapi kau tidak bisa melakukannya karena ada seorang penguntit yang kau takuti itu."

"SUDAH CUKUP!!"

Rose mulai berteriak dan mengangkat tangannya setinggi mungkin, sepertinya dia berniat untuk memukul ku dengan telapak tangannya itu.

Gerakannya sangat mudah untuk dibaca, lalu aku pun memegang bagian lengannya sebelum dia melakukannya.

"AGG!"

"Tenanglah, Rose! Bahkan jika penguntitnya ada disini, dia tidak akan mendengarnya karena aku sengaja berbicara dengan nada pelan."

Aku menurunkan lengannya dan kini Rose terlihat pasrah karena aku sudah mengetahui semuanya.

"Sa-satomi, apa yang kau katakan memang benar, aku sudah diikuti oleh seseorang sejak pertengahan kelas satu. Seharusnya aku bisa ke kelas A, tapi karena ketahuan memberikan informasi, point ku jadi berkurang dan aku gagal ke kelas A."

Point?

Sepertinya aku mendengar hal baru yang terasa merepotkan.

"Aku akan membantumu menemukan penguntit itu, jadi bisakah kau memberikan jawaban atas beberapa pertanyaanku nanti?"

"Apa kau bisa melakukannya?"

"Ya, serahkan padaku!"

"Kau yakin? Aku sudah meminta tolong pada beberapa temanku dan pada akhirnya mereka tidak percaya padaku karena dia sulit untuk ditemukan."

Pada dasarnya, Rose tidak tahu kalau dia masih diuntit atau tidak, dan karena itulah dia merasa takut untuk buka mulut tentang apapun.

Rose bertindak seolah-olah sedang diuntit dan dia berusaha untuk mencegahnya.

Jika sudah seperti ini, paling tidak aku harus mencari tahu siapa orang yang telah menguntit Rose di pertengahan kelas satu dulu.

Aku yakin kalau dia adalah orang yang melaporkan kalau Rose sudah memberikan informasi.

"Aku akan melakukannya dalam tiga hari, jadi bisa kau jawab beberapa pertanyaanku sekarang?"

"Kenapa kau seyakin itu?"

"Kau harus percaya padaku!"

"Ba-baik, aku akan mencobanya!"

Agak sulit untuk meyakinkannya, tapi untungnya Rose mulai terlihat percaya padaku.

Ini hal yang bagus, jadi aku bisa bertanya banyak hal padanya tentang sekolah ini.

Próximo capítulo