Di samping itu, Kevin memutuskan ikut bersama Jane yang entah akan membawanya pergi ke mana.
Anak itu tampak riang saat melihat Kevin ikut bersamanya. Dia berjalan sambil bersenandung, sambil tak lupa menikmati udara yang cukup sejuk di belakang rumah Albert.
Kevin baru pertama kali menginjakkan kaki dia sana. Ternyata, dia baru sadar bahwa belakang rumah temannya itu tidak seperti apa yang dia pikirkan.
Memang ada banyak belukar dan rumput-rumput tinggi yang tentu pasti tidak terurus. Namun suasananya jauh lebih sejuk dan dingin, dibanding di rumah Albert itu sendiri. Di sini terasa jauh lebih nyaman dan tidak ada sedikit suasana mencekam yang terasa. Kevin tersenyum kecil dan merasa bahwa ajakan anak kecil yang sedang berlari kecil di depannya itu tidaklah salah.
Dia menikmati suasana yang ada di depannya. Pohon-pohon tinggi yang menjulang cukup tinggi membuat Kevin merasa senang, karena dia berpikir ada pilihan lain ketika dirinya merasa takut. Mungkin lain kali dia akan mengajak Albert ke sini untuk sekedar mencuci mata.
"Jane?" panggil Kevin yang membuat anak itu seketika membalik badan.
"Iya?"
"Apa kau tahu sesuatu tentang hutan terlarang itu?" Kevin berusaha mencari tahu darinya.
Jane mengalihkan pandangannya ke arah hutan terlarang tersebut lalu terdiam selama beberapa detik. Setelah itu, dia menatap Kevin sambil tersenyum.
"Tidak." jawabnya sambil menggelengkan kepala. "Ada apa? Kau penasaran kan?"
Kevin menelisik mata anak itu. Sejurus kemudian, dia tersenyum sinis.
"Kau bohong. Aku yakin kau pasti tahu sesuatu hal yang ada di sana. Ayolah. Tolong ceritakan hal itu kepadaku, sedikit saja."
Raut Jane tampak bingung. Dia tak berbicara, tak menolak, tapi gelagat tubuhnya seperti tidak nyaman.
Kevin menarik tangan anak itu yang sangat dingin untuk duduk. Baru kali ini dirinya mendapati wajah Jane yang tampak serius.
"Setelah aku perhatikan. Biasanya kalau seseorang ditanya sesuatu lalu diam, itu pasti membenarkan." lanjut Kevin. "Benar kan?"
"Ishhh!" Jane cemberut. "Kau kenapa harus membahas hal itu?"
"Memangnya kenapa? Apa ada yang salah?" seru Kevin.
"Ya tidak sih. Aku hanya takut saja."
"Takut? Kau takut dengan apa?"
"H-hantu." bisik Jane dengan pelan namun Kevin masih mendengarnya.
Pria itu tertawa.
"Apa? Kau takut dengan hantu?"
Jane mengangguk.
"Apakah kau tidak sadar bahwa dirimu sendiri juga han-"
Anak itu tiba-tiba membulatkan matanya. Kevin langsung terdiam saat melihat reaksi anak itu.
Jane, dengan tampilan baju yang sangat klasik dan elegan, tampak membuatnya terlihat seperti bukanlah seorang anak yang terlahir di tahun-tahun modern ini. Belum lagi rambutnya yang coklat tua dan mata yang kehijau-hijauan, membuat anak itu seperti bukan anak biasa pada umumnya. Dia seperti blasteran Eropa. Dan bahkan ketika Jane melewati Kevin, pria itu mengakui bahwa anak itu memiliki wangi seperti anak bayi yang baru mandi. Entah dia yang salah cium, atau memang benarnya seperti itu.
Namun, Kevin tak pernah jujur perihal itu kepada Jane karena dia yakin ketika Jane mengetahuinya, anak kecil itu pasti bersikap sombong.
"K-kenapa?" tanya Kevin hati-hati. "Apa aku mengatakan hal yang salah?"
"Iya. Aku tak suka jika kau menyebutku dengan kata itu."
Kevin heran. Dia mengerutkan kening.
"Oh ya? Memangnya kenapa?"
"Kevin, hantu itu identik dengan sesosok jahat yang selalu mengganggu manusia. Hantu juga identik dengan sesosok yang seringkali jail dan bahkan bisa jahat kepada manusia itu sendiri. Aku paling tak suka jika ada yang memanggilku hantu karena apa? Aku tak suka jika dianggap sebagai hantu yang jahat dan pengganggu. Jadi aku harap kau tahu dan tak mengatakan hal itu lagi."
"Ah Jane. Maafkan aku. Aku tak berniat seperti itu."
Anak itu tersenyum. "Tak masalah. Jadi kau ingin tahu tentang hutan terlarang itu kan?"
Kevin mengangguk.
"Baiklah." Jane duduk sambil membelakangi arah hutan itu. "Dulu, hutan itu adalah hutan biasa yang seringkali dimasuki oleh orang-orang untuk mencari kayu. Namun semua itu berubah karena ada kedatangan seorang penyihir yang merubah semua keadaan itu termasuk desa ini pula. Penyihir itu sangat jahat sekali. Dia memiliki ilmu hitam yang bisa membahayakan orang-orang yang dia temui. Dia juga memanfaatkan kekuatannya untuk berbuat jahat kepada orang lain. Hingga kemudian, daerah sini berubah mencekam karena banyak sekali orang yang mati karena dibunuh tiba-tiba oleh penyihir itu."
"Dibunuh tiba-tiba? Kenapa bisa?" tanya Kevin terheran-heran.
"Aku mendengarnya kalau penyihir itu bisa membunuh banyak orang, maka kekuatannya akan semakin bertambah. Maka dari itu dia selalu meneror para penghuni desa ini setiap malam hanya karena dia ingin terlihat lebih kuat. Penyihir itu tidak memikirkan ke depannya akan seperti apa. Karena dia yakin ketika dirinya bisa membunuh banyak orang, maka dia tidak perlu takut lagi jika berhadapan dengan seseorang yang mungkin saja akan datang untuk menghancurkannya." Jane bercerita seperti layaknya orang dewasa. Dia menjabarkannya dengan rinci hingga membuat Kevin tak banyak memotong ucapannya.
Pria itu paham. Bahkan, Kevin seperti di bawa terhanyut oleh cerita anak kecil yang ada di depannya sekarang. Dia seperti turut merasakan bagaimana ketakutannya orang-orang desa ini ketika malam. Bayangan penyihir itu tentu membuat dirinya merinding tak karuan. Kevin sendiri tak menyangka bahwa cerita-cerita seperti itu masih ada di zaman modern ini. Dia kira, cerita penyihir hanya ada di dalam dongeng atau cerita fantasi saja.
"Sejak saat itu, penyihir itu seolah mampu menaklukkan daerah sini dengan cepat. Ilmu hitam yang dia miliki sungguh besar dan sikapnya semakin jahat. Sulit sekali orang yang bisa mengalahkannya. Pernah aku mendengar ada seseorang yang ingin berduel dengan dia, namun sayangnya dia kalah juga meski orang itu sama-sama memiliki kekuatan yang besar pula." lanjut Jane. "Hingga suatu saat, ada seorang pria yang datang kemari seolah memberikan cahaya bagi para warga di daerah sini. Dia menaruhkan nyawanya untuk mengalahkan penyihir itu. Percaya tidak percaya, duel itu berlangsung selama tiga hari tiga malam dan kemudian dimenangkan oleh pria tersebut. Setelah mengalahkan penyihir itu, dia memasukkannya ke dalam sebuah peti yang digembok rapat kemudian dibuang ke hutan terlarang itu. Nah. Maka dari itu, semenjak kejadian itu hutan terlarang tersebut tidak boleh dimasuki oleh siapapun lagi. Karena ditakutkan ada energi yang bisa membuat penyihir itu kembali bangkit."
Kini, rasa penasaran Kevin sudah terbayarkan sudah. Dia jadi paham mengapa hutan terlarang itu penuh dengan misteri. Ada rasa takut juga untuk mendekatinya. Seolah terjawabkan sudah, Kevin merasa puas dengan apa yang dijabarkan oleh Jane tadi.
"Bahkan jika kau tahu, saat itu hantu-hantu pun banyak yang takut kepadanya termasuk aku. Tak terhitung lagi ada banyak hantu yang ditaklukkan olehnya hingga membuat mereka menjadi anak buahnya saat ini." Jane bergidik ngeri. "Untung saja aku tak menjadi salah satunya."
"Memangnya saat kejadian itu kau di mana?"
Anak itu tersenyum. "Aku bersembunyi di ruangan, di mana kau selalu melihatku di rumah Albert itu."
...