webnovel

Kausalitas

Kau harus segera membuat pertemuan dengan Ardana."

"Apa! Kenapa kau mengungkit itu lagi sih?" teriak Holan kesal.

"Kenapa?!"

"Aiishh. Ini memang tenang anaknya, tapi Ardana kan tidak ada hubungannya dengan ini."

"Mungkin kau memang kesal sekarang, tapi kau akan berterima kasih padaku suatu hari nanti karena membuat kalian berdua akur kembali. Percayalah. Haha." Rataka tertawa. "Tidak ada yang lebih melegakan daripada sebuah anggota keluarga yang hidup harmonis.

Sedang Holan menghela napas panjang. "Kalau begitu aku akan kembali ke kantor." ia bangkit dari duduk santainya.

"Eh? Kau marah?"

"Aku sibuk!"

"Ha? Bukannya kau senggang ya? Kau kan selalu menyalahgunakan kekuasaan, meminta anggota bekerja keras dan kau bersantai."

"HA? Jangan menyebar hoax kau ya?" Holan berkacak pinggang.

Taka tertawa.

***

"Loncatlah," perintah seseorang pada Valen malam itu di atap gedung apartemen yang kebetulan adalah tempat Arvy tinggal.

"Ka…kak. Kau serius menyuruhku seperti ini?"

"Kalau begitu temukan Rowlett dan bunuh dia."

Pria itu adalah pilar harimau nomor 2. ia memakai tudung yang menutupi wajahnya.

"Kakak aku mohon."

Hari itu hujan semakin deras. Karena itulah lingkungan tersebut sepi,

"Kalaupun ada suara, tidak akan ada manusia yang keluar rumah. Jadi lompatlah dengan aman. Dengan begitu kau akan tenang."

"Kakak! Kakak! Kenapa kau memperlakukan ku seperti ini?!" teriak Valen tak percaya setelah semua perbuatan kotor ia yang melakukannya tanpa ada satupun pilar yang membantunya dan hanya menyuruh nyuruh layaknya bidak.

"Jadi ini semua salahku?" Si nomor 2 mencekik dan mengangkat tubuh Valen ke udara. Ia melangkah dan mendekati pagar. "Kau membiarkan Rataka mengambil pilar yang harusnya kau jaga tapi sekarang kau bertanya apa salahmu?"

Si nomor 2 berbicara sangat pelan dan lembut namun menekan dan mematikan. Cekikan itu semakin kencang dan kaki Valen tak bisa berpijak di tanah. Ia kesulitan bernapas apalagi menjawab.

"Jadi demi dirimu sendiri kau harus mati. Kalau kau tidak mau, aku bisa membawamu ke Tuan Ramon."

"Ti…tidak….jangan ke…tu…an Ra…mon. Ukh." Valen tak bisa bernapas.

Sesaat kemudian, Pilar nomor 2 melepaskan cekikannya, dan dengan kecepatan kilatan mata Valen terjatuh. (cek bab 77)

"Aaaaaaakhhh!" Valen berteriak dan diikuti suara brak yang sangat keras di bawah. Dia jatuh di lantai dan meninggal. Ia melihat dirinya sendiri yang telah tidak bernyawa di tengah hujan dan di atap gedung tinggi itu. Ia sangat panik.

"Jangan bunuh aku!" teriaknya sembari terbangun dari mimpi.

Valen menyadari bahwa ternyata itu adalah mimpi.

Ia masih ada di motel.

"Memang siapa yang akan membunuhmu?" tanya Okta tiba tiba, ia muncul dari balik kamar mandi.

"Tu…tuan?"

"Kenapa kau pucat sekali?"

Valen hanya bisa diam dan pura pura tidak memimpikan apapun karena yang sebenarnya ia impikan adalah pilar nomor 2 itu sendiri, saat ia mendorongnya dari atap dan jatuh.

"Maaf, aku hanya bermimpi buruk," kata Valen beralasan.

"Kau tidak sedang bermimpi kalau aku membunuhmu kan?" lirik Okta, ia tersenyum smirk.

"A…apa? Tentu saja tidak!"

"Baguslah." Okta masuk ke dalam kamarnya sembari tersenyum menertawakannya.

***

Arvy selesai mengunjungi Rey, ia keluar dari panti rehabilitasi. Dirinya termenung di dalam mobil sembari melihat dokumen di kursi samping. Ia masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi pada Rey. Ia menghela napas panjang, kedua tangannya di atas kemudi setir, punggungnya ia sandarkan di kursi.

"Semuanya menjadi makin rumit."

Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan hendak menghubungi Alfa. Namun ia ragu, ia ingat percakapannya dengan Valen saat masih di apartemnnya.

"Si Alfa sialan itu, berani beraninya dia memfitnahku sebagai pengedar narkoba, padahal dia yang kecanduan alkohol dulu."

"Apa?"

"Adikmu itu…dulunya pecandu alkohol, sialan! Cuih!" Valen berdiri dengan sisa tenaga dan meludahkan darah di lantai. Giginya dipenuhi darah.

"Apa menurutmu aku akan percaya?"

"Terserah padamu, dasar Psikopat! Si Alfa itu pengkhianat kelompok kami! Dia pengkhianat! Harusnya dia menjadi mata mata untuk gadis yang akan ditumbalkan Ramon! Tapi malah menyukainya seperti pria yang dibutakan cinta! Adikmu itu pengkhianat!"

Arvy mematung mendengarnya. Ia masih tak paham dan berusaha mencerna.

"Pengkhianat? Ramon? Tumbal?" batin Arvy.

"Apa yang kau katakan, br*ngsek?!" (cek bab 98)

"Alfa dan Valen…sebenarnya apa hubungan mereka? Dan sekarang….Rey tiba tiba menjadi sadar di waktu yang sangat tidak tepat. Apa ini semua ada kaitannya dengan orang bernama Ramon? Kelompok? Sebenarnya kelompok apa yang dimaksud Valen?"

Terlalu banyak tanda tanya di kepala Arvy saat ini. Namun ketika bertemu Alfa dan Amy hari ini, Alfa bersikap bahwa semuanya baik baik saja. Alfa pasti mengira Valen sudah dipenjara dan kasusnya sudah selesai.

"Si Valen menyebut Alfa pengkhianat, dan Valen ingin membunuh Alfa gara gara itu. Ramon adalah ketua kelompok mereka, dan gadis yang akan ditumbalkan? Apa maksudnya?" Arvy berpikir keras. "Siapa gadis yang dimaksud?"

Arvy mengambil pena dan kertas, ia lalu membuat skema yang telah terjadi selama ini.

Ia menulis nama Holan lalu di bawahnya ada nama Rataka, dimana keduanya, Arvy yakin memiliki keterkaitan, terutama saat di persidangan.

Kemudian ia menulis nama Alfa, ada anak panah ke arah kanan, mengarah ke Valen, anak panah lagi, kemudian Ramon, di beri keterangan ketua kelompok dengan tanda kurung.

Di bawahnya ada tulisan gadis tumbal yang disukai Alfa. Ia menulis Amy dengan pemisah tanda kurung. Ia tiba tiba menyadari sesuatu.

"Apa ini?" Arvy tidak percaya melihat semua yang ia tulis di buku.

Alfa hanya bersama Amy selama ini bukan? Ia menduga bahwa gadis tumbal itu adalah dia, namun Arvy masih sulit untuk percaya pada kenyataan tidak masuk akal itu.

"AMY!"

"Tidak mungkin dia! Bagaimana bisa…"

Arvy memukul setirnya dengan memejamkan mata tidak percaya.

"Apa sih yang aku pikirkan sebenarnya?"

"Aku harus bertemu dengan Alfa"

Ia berusaha mengingat lagi percakapannya dengan Valen lagi saat itu.

"Kau tidak akan berkata begitu setelah bertemu dengannya. Biar kuberitahu…adikmu dimanfaatkan untuk memata matai seorang gadis yang akan ditumbalkan. Kau tahu siapa gadis itu?"

"Tidak mungkin. Alfa tidak memiliki gadis seperti itu!" tukas Arvy, namun sebenarnya pikirannya mengarah pada satu gadis, siapa lagi kalau bukan Amy, namun ia masih harus berpura pura bodoh sampai akhir.

"Adikmu yang sok polos itu, malah jatuh cinta pada gadis yang akan Ramon tumbalkan, padahal seharusnya dia mengawasinya tapi adikmu yang sialan itu…! Mengkhianati Ramon! Dan sekarang kedokku sebagai pengkhianat juga terungkap! Anak buahku bahkan tertangkap oleh Rat…. argh!" Valen memegang lehernya yang masih mengucurkan darah. (cek bab 97)

Arvy mengecek skema nya dan melihat hanya ada satu nama dengan awalan 'Rat.

"Rat?" pikirnya. "Apa maksudnya Rataka?!"

Próximo capítulo