Cukup mengherankan bila bertanya-tanya tentang ketenaran podcast milik Bima, yang ternyata telah didengar oleh ribuan orang dalam waktu beberapa hari. Ini mengingat kalau podcast tersebut merupakan suatu nama baru.
Tetapi, sesuai dengan rencana Bima. Apapun yang berkaitan dengan mistis akan selalu menjual. Bahkan bila ceritanya receh pun, akan selalu ada penikmat dalam genre menyeramkan ini.
Tentu mengikat pendengar bukanlah hal yang mudah. Oleh karenanya, Bima dan Oki memakai sedikit koneksi mereka yang ada di komunitas kampus.
Menyebarkan link podcast mereka ke seluruh grup media sosial jurusan, fakultas, klub, komunitas dan lain sebagainya.
Jumlah mahasiswa yang ada di kampus mereka bisa mencapai sepuluh ribu orang. Bila sepuluh persen saja dari jumlah tersebut mendengarkan podcast, itu sudah mencapai seribu orang. Belum lagi adanya kemungkinan mereka yang telah mendengar menyebarkan link tersebut ke tempat lain.
Sehingga penyebaran menjadi semakin cepat. Dan hasil inilah yang Bima inginkan. Mendapatkan timbal balik dari pendengar tentang informasi yang diinginkannya.
Menjelang siang hari setelah Bima membuka pesan dari Marni, akhirnya dia menerima juga foto kiriman yang memperlihatkan lelaki terduga pelaku pembunuhan Lani.
Bima melihat foto yang terpampang di layar ponsel. Foto yang tampaknya diambil secara sembunyi-sembunyi dari kejauhan. Menggambarkan seorang lelaki paruh baya berbadan buncit namun kaki dan tangannya tampak kurus kering.
Laki-laki tersebut berada di luar rumah jagal. Bersandar pada pagar sambil merokok dan meminum segelas kopi hitam. Sepertinya orang itu sedang beristirahat di tengah jam kerja.
Bima langsung saja memanggil Lani dan memperlihatkan foto dari terduga pelaku kepada hantu perempuan tersebut.
Lani yang melihat foto di ponsel seketika membeku. Wajahnya tetap tidak terlihat karena tertutupi oleh rambut, sehingga Bima tidak dapat menebak ekspresi dari hantu tersebut.
Namun beberapa detik kemudian, dia melihat tubuh Lani mulai gemetar dengan hawa di sekitarnya berubah dingin. Seketika Bima sadar, kalau saat ini Lani mungkin sedang menahan amarahnya.
'Bingo, kah...'
Pikir Bima yang langsung saja mengunci layar ponselnya. Membuat hantu di depannya itu terdiam sejenak sebelum akhirnya mengerang keras meminta Bima untuk memperlihatkan wajah dari pria bajingan yang membunuhnya.
Melihat emosi Lani sudah naik, tentu Bima tidak akan melakukan hal tersebut. Dia malah mendorong Lani ke lantai. Menekan dan menyuruh hantu perempuan itu untuk tenang.
Hawa di ruangan semakin mencekam. Suara erangan semakin terdengar dengan beberapa peralatan kecil mulai berterbangan seperti lampu hias, pot tanaman hingga sendok dan garpu.
Oki yang sedari tadi berada di lantai dua, di kamarnya, langsung keluar dengan panik setelah mendengar suara teriakan melenting dari arah lantai satu.
Dari atas, dia melihat Bima yang sepertinya sedang menahan sesuatu di bawahnya. Sambil meneriaki nama Lani untuk menenangkan diri. Dari sini saja, Oki tahu, kalau lagi-lagi Lani telah berulah.
Walau masih ada rasa takut dalam dirinya. Karena siang hari, Oki bisa memendam rasa takut itu. Dia berlari menuruni tangga. Lalu menangkap beberapa perabotan yang melayang di udara.
"Bim! Kenapa lagi ini? Aku kira itu hantu sudah tenang?!"
Teriak Oki yang berlarian ke sana kemari menangkap perabotan yang melayang, sekaligus menghindari beberapa barang yang terbang menerjang dirinya.
Wooosh!
Tiba-tiba sebuah benda mematikan terbang dari arah dapur ke wajah Oki. Untungnya laki-laki itu berhasil menghindar lalu langsung mencabut benda berbahaya tersebut yang menancap ke sebuah sofa.
"Anjing! Pisau, bro! PISAU!!"
"Ugh... hentikan Lani!"
Pak! Pak! Pak!
Bima pun tidak punya pilihan lain selain menampar berulang kali wajah dari hantu perempuan tersebut.
Hingga sekitar kurang lebih semenit kemudian. Hawa mencekam pun mulai mereda. Kehangatan kembali terasa merayap di kulit Bima, bahkan cahaya matahari yang masuk melalui jendela terasa semakin terang dari sebelumnya.
Lani pun telah kembali sadar dari mode dendam kesumatnya. Wajah hantu tersebut kini terlihat jelas di mata Bima, meskipun separuh wajahnya buruk rupa, dari kedua mata yang memandangi Bima, lelaki itu dapat merasakan suatu suasana sendu di dalamnya.
Bima berdiri melepaskan hantu tersebut. Dia menoleh ke Oki yang kini terbaring di lantai dengan berbagai perabotan mengelilinginya.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Hampir mati. Kalau bukan karena refleks super cepat milikku, mungkin kepalaku sudah tertancap pisau."
Bima terkekeh lalu menyodorkan tangannya, mengangkat temannya itu dari lantai.
"Ada apa lagi dengan Lani? Kupikir setelah podcast dia bakal tenang, kenapa tiba-tiba kambuh lagi?"
Bima membuka kembali ponselnya lalu memperlihatkan foto yang terpampang di layar kepada temannya.
"Dia melihat foto pelaku yang membunuhnya."
"!! Maksudmu?"
Bima mengangguk, "Kita menemukannya. Si bajingan buncit itu."
"Ooh! Jadi ini si bajingan buncit itu! ... dia benar-benar aneh. Ini perut isinya apa?!"
"..."
"Jadi, apa yang ingin kau lakukan dengan informasi ini? Menghubungi polisi?"
"Kau pikir mereka akan percaya?"
"Mungkin," jawab Oki sambil mengangkat kedua pundaknya. Dia sendiri agak ragu.
"Bodoh."
Tentu saja pihak kepolisian tidak akan mempercayainya. Sumber informasi dari deskripsi adalah sebuah podcast yang mencurigakan, yang sumbernya merupakan arwah dari Lani.
Hanya polisi goblok yang mau percaya kalau ada hantu yang membuat podcast.
Oleh karena itu, Bima kembali memutar otak agar dapat membuat polisi mendatangi pelaku pembunuhan ini.
Bima berpikir sejenak. Lalu sebuah ide muncul di kepalanya. Dia buka ponsel, lalu membalas pesan dari Marni.
[Sudah kami konfirmasi. Orang yang ada dalam foto memang adalah pembunuh Lani, bahkan mungkin beberapa perempuan lainnya. Menjauh dari orang tersebut! Lalu panggil polisi!]
"Eh? Bukannya kau bilang kalau polisi tidak akan bergerak?"
"Tentu tidak. Tujuannya bukan untuk membuat mereka bergerak. Tetapi untuk menanamkan rasa kecurigaan kepada mereka."
"...Aku tidak mengerti. Buat apa?"
Bima menyeringai lebar, "Kau akan lihat besok."
***
Esok harinya, siang hari.
Tok! Tok!
Suara pintu depan terdengar diketuk dengan keras. Bima dan Oki yang berada di ruang tengah, menonton dari televisi yang baru saja sampai kemarin sore. Langsung teralihkan perhatiannya ke arah depan pintu.
Oki seketika waspada, karena adanya tamu di rumah yang terisolasi ini memanglah sangat aneh. Teman mereka? Oki menggeleng, dia rasa tidak akan ada temannya yang berani menginjakkan kaki di rumah ini. Apalagi setelah dia dan Bima menyebarkan podcast horor beberapa hari yang lalu.
'Jadi siapa?'
Bima di lain pihak memperlihatkan senyum, "Akhirnya mereka datang juga. Lumayan cepat."
"Siapa?"
"Polisi."
"Huh?! Kau memanggil polisi?"
Bima menggeleng, "Tidak. Mereka pasti menerima laporan dari Marni di kantor polisi Pinus."
Ujar Bima yang seraya berjalan ke ruang tamu lalu membuka pintu depan. Mendapati sepasang petugas kepolisian laki-laki dan perempuan telah menunggu di depan rumah. Dengan senyum lebar dan seramah mungkin, Bima menyapa.
"Ada yang bisa saya bantu?"