webnovel

Aku Menyanyangimu, Freis

"Breckson, apa kau sudah lama berdiri di sini?" tanya Freislor sembari tersenyum ramah. Gadis itu menunjukkan senyuman di hadapannya agar Breckson tidak merasa curiga.

"Kamu pikir, berapa lama aku berdiri di sini, Freis?" Breckson mengepalkan kedua tangannya. Detik selanjutnya, ia memegang kedua pundak Freislor dengan wajah gusar.

"Breckson, hehehe. Kamu kan anak baik. Jadi, jangan kaya gini, dong. Aku udah nemu informasinya, nih. Jadi, kita pulang yuk. Nanti malem, cancel ya acaranya," ucap Freislor sembari tersenyum lebar.

"Apa? Dicancel? Yang bener aja, dong!" pekik Breckson. Ia menurunkan kedua tangannya sembari melirik ke arah Freislor.

"I.. iya, dicancel. Karena udah dapet informasinya. Terus, nanti malem, kayanya aku nggak jadi ngajak kamu ke sini lagi, hehe," ucap Freislor sembari tersenyum. Breckson yang tadinya marah seketika mulai merasa baikan. Ia mengelus kepala Freislor sembari tertawa lirih. "Freis, kamu itu bener-bener nggak berubah, ya. Kamu ngerti kenapa aku dari tadi mau marah?" tanya Breckson sembari menatap kedua mata Freislor degan tatapan tajam.

"Kenapa tuh?" Freislor tersipu malu.

"Itu karena, aku takut kamu kenapa-napa. Sampai sini paham, kan?" tanya Breckson sembari tersenyum dengan wajah penuh ketenangan. Freislor melihat kedua mata Breckson untuk beberapa saat. Setelahnya, ia merasakan degup jantungnya berdetak kencang.

"Freis, kamu kenapa liatin aku sampek segitunya? Hati-hati, lo," jawab Breckson. Ia bermaksud menggoda Freislor. Namun, Freislor sama sekali tidak terkecoh dengan hal itu.

"Tentu saja tidak, aku hanya khawatir jika aku tidak mampu melakukannya nanti. Besok, acara perayaan malam Gweoli, kan? Aku tidak akan mengikutinya. Aku akan pergi ke hutan sendirian untuk menjalankan misiku, Breckson," jawab Freislor dengan wajah gelisah.

"Benarkah? Misi apa? Jangan khawatir, aku akan ikut bersamamamu."

"Tidak bisa, Breckson. Kamu kan orang yang berperan penting untuk kerajaan ini. Jadi, tentu saja kamu tidak bisa melakukannya," ucap Freislor. Gadis itu pasrah dan tak mampu berkata-kata. Ada beberapa hal yang tak bisa dia ungkapkan.

"Ah, sudah ku duga kamu akan melakukan ini padaku. Katakan, bagaimana aku bisa memastikanmu baik-baik saja jika aku tidak ikut bersamamu," ucap Breckson dengan tegas. Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa memberimu kepastian untuk yang satu ini, Breckson. Tapi, apa pun itu. Tolong jaga negerimu. Dia membutuhkanmu. Aku tidak bermain-main dengan ini," ucapnya dengan wajah ketegasan.

"Benarkah? Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanyanya dengan wajah penasaran.

"Apakah aku harus memperjelas kata-kataku, aku tidak sanggup mengatakannya di hadapanmu langsung, Breckson. Sungguh," jawab Freislor dengan wajah sedih.

"Ayolah, Freis. Jangan buat aku bertanya-tanya!" pekiknya dengan nada tinggi. Gadis yang berdiri di hadapannya tersenyum dan menatap kedua mata Breckson. Tangan kanannya mengelus kepala Breckson.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, Breckson. Aku berdoa agar kamu baik-baik saja di sini. Dan mungkin, kamu bisa bertemu dengan seseorang yang tepat untukmu suatu hari nanti," ucap Freislor sembari tersenyum manis. Suasana di kala itu membuat keduanya mampu bertegur sapa dengan cara yang halus.

"Sejak kapan kamu bisa bersikap selembut ini padaku?" tanyanya sembari menatap kedua mata Freislor dengan perasaan yang dalam.

"Aku bisa bersikap lembut kepada siapa pun yang aku sayangi dan ku anggap penting, Breckson. Kau saja yang tidak menyadarinya. Sudahlah, ayo kita pulang," jawab Freislor. Ia mulai menyadari apa yang dilakukannya. Sehingga, gadis itu mencoba untuk menyudahi percakapan yang dia lakukan. Namun, Breckson yang mengetahuinya menarik tangan kanan Freislor dan memeluknya.

"Aku menyayangimu, Freis. Dan aku sama sekali ngga suka kalo kamu nyembunyiin apa pun dari aku. Jadi, biarkan aku membantumu, ya. Aku akan menyuruh para penjaga yang lain untuk menjaga negeri ini," ucap Breckson dengan lembut. Ia mencium kepala Freislor dan mulai menatap kedua matanya dengan tajam. Freislor yang berdiri di hadapannya menundukkan kepala. Ada dua perasaan yang berperang di dalam hatinya. Antara senang dan sedih. Ia tak mengerti mana yang akan memenangkannya.

"Terima kasih, Breckson."

"Ya, sama-sama. Datanglah nanti malam, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana? Jam berapa?" tanya Freislor sembari tersenyum.

"Kita bertemu di tempat kerja kamu jam tujuh malam, oke?" tanya Breckson dengan suaranya yang lembut.

"Ah, baiklah."

Próximo capítulo