webnovel

Frontier

Autor: Protocetus
História
Contínuo · 9.6K Modos de exibição
  • 10 Chs
    Conteúdo
  • 5.0
    12 Avaliações
  • N/A
    APOIO
Sinopse

Di Abad ke-6 wilayah Eurasia, Bangsa Turki dibawah kepemimpinan Klan Ashina telah menaklukan dataran yang luas hingga menyentuh wilayah Pegunungan Kaukasus. Iltas, Kapten dari Suku Kyrgyz yang ditugaskan untuk menjaga kabilah dagang Gokturk, diserang oleh musuh bebuyutan mereka yaitu Avar, sisa Bangsa Mongol yang lari ketika diserang Gokturk dahulu. Selama diperjalanan, dibawah musim dingin yang tidak kenal ampun. Drama diantara para abdi Gokturk itu kian meruncing, mereka saling tuduh menuduh satu dengan yang lain. Iltas merenungi hidupnya, tentang rindu yang tak selesai. Ia merindukan kebenaran yang hakiki, tentang apa tujuan sebenarnya mereka hidup. Di sana, di Pegunungan Kaukasus. Tempat Suku Chechen bermukim, telik sandi Gokturk menemukan jejak kaki Tentara Avar di desa mereka. Itulah sedikit bagian dari potongan kisah hidup Iltas. Bertarung untuk bertahan hidup dan terus bertarung demi kebenaran hakiki yang ia rindukan. -- 12+ Genre: Aksi, Petualangan, Drama, Sejarah Fiksi, Militer Illustrator: @Analella_

Chapter 1- Kedatangan Musim Dingin

1 Oktober 586, Sungai Volga

Deretan kamp dibangun berbaris memanjang di dekat Tepian Sungai Volga. Tidak tanggung-tanggung 500 kavaleri berat Gokturk dikerahkan untuk mengawal keamanan kabilah itu. Minyak dari lentera tenda dengan terangnya telah menyala, melawan gelapnya malam pada bulan baru.

Malam itu berbeda dari malam-malam yang sebelumnya. Angin bertiup begitu dingin hingga terasa seperti tembus ke tulang. Pertanda bahwa musim gugur sebentar lagi akan berakhir digantikan oleh musim dingin yang akan menjumpai mereka.

Kabilah besar tersebut harus segera mengangkut barang menuju ke Wilayah Barat Magyar, sebelum mereka terperangkap karena badai es. Bencana alam yang hampir setiap tahunnya menghantam wilayah Utara Kerajaan Gokturk termasuk wilayah yang mereka lewati saat ini. 

Kabilah ini adalah ekspedisi resmi pertama yang dibentuk langsung oleh Khan (gelar tertinggi untuk raja) Gokturk, yaitu Ishbara. Sebagai tindak lanjut pengembangan wilayah yang dihuni Suku Magyar. 

Kabilah itu membawa barang-barang yang diperlukan untuk membangun sebuah kota, Material bangunan dan logam mulia. Wilayah Barat Suku Magyar, sebagian besar merupakan dataran rendah yang dipenuhi oleh padang rumput.

Wilayah seperti itu ideal untuk mengembangbiakan kuda ataupun binatang ternak lain. Ishbara atas saran Maniakh, seorang Mentri dari Bangsa Sogdia, berencana juga untuk membangun garisun baru di perbatasan.

Beberapa tahun terakhir akibat serangan beruntun dari Kerajaan Avar, wilayah Gokturk terutama di perbatasan menjadi zona rawan akan peperangan. Suku Magyar sendiri yang berada dibawah kekuasaan Bangsa Turki mengalami penderitaan dahsyat akibat serangan Avar.

Kerajaan itu bahkan terkadang menyerang sampai ke jantung pusat perkampungan suku itu yang berada di Pegunungan Ural. Negeri Avar sebenarnya merupakan sisa-sisa keturunan dari Rouran, musuh bebuyutan Gokturk yang tidak berhasil ditumpas seluruhnya. 

Avar harus dihancurkan oleh Gokturk, negeri yang mengklaim sebagai penguasa tunggal daratan stepa. Memperkuat perbatasan untuk menghalau setiap serangan mereka adalah langkah awal yang harus ditempuh. 

-- 

Sebuah cahaya kecil terlihat dari balik pepohonan, seorang pria dengan mata sipit, kumis dicukur habis dan jenggot panjang yang terpelihara dengan baik sedang duduk santai di depan api unggun.

Ditemani oleh kudanya, pria yang lehernya diselimuti kain tebal itu merenung sambil membakar ikan yang tadi sore ia pancing bersama temannya.

Matanya melirik ke belakang, "Api, aku merasa heran kenapa orang Persia menyembah api," tuturnya. Orang biasa mungkin tidak dapat mendengar derap langkah kuda yang datang perlahan menuju ke arahnya, penunggang kuda itu hanya tersenyum kecil melihat ke arahnya. 

Meskipun telah berumur 35 tahun, namun Iltas merasa saat ini pendengarannya justru semakin tajam. Heshana turun dari kudanya, tertawa tidak jelas sebelum akhirnya ikut duduk memandangi perapian itu. "Pendengaranmu semakin tajam, tapi pemikiranmu semakin tumpul," membalas ucapan temannya tadi.

Bagi Heshana topik yang dibicarakan tadi agak bodoh, ia telah berulang-ulang mendengarnya. Namun bagi Iltas, ia ingin mengetahui kebenaran yang sebenarnya. Akan tetapi selama ia hidup, pertanyaan yang ia rindukan jawabannya tak kunjung ia temukan. 

"Iltas, mau sampai kapan kau merenung berfilsafat merindukan kebenaran yang tidak jelas itu. Lebih baik kau memikirkan putrimu, mau menikah dengan siapa ia nantinya. Umurnya sudah menginjak 16 tahun bulan besok. Daripada kau membicarakan orang Majusi yang tidak jelas itu, aku ada kenalan bujang yang mungkin saja mau dengan anakmu. Ayolah wajar aku khawatir dengan anakmu, aku sudah menganggapnya sebagai anakku sendiri,"

"Lalu kenapa kau kesini, bukankah kau harusnya mengawasi dari bukit kecil itu?"

"Haha untuk apa diawasi, kita ini memimpin 100 orang Iltas. Ksatria terpandang dari Suku Kyrgyz, itukan pekerjaan anak buah kita yang usianya masih belia. Santai saja tidak ada jejak musuh selama perjalanan beberapa hari ini"

"Oh begitu ya... baguslah"

"Tampaknya kau masih meragukanku kawan, perhitunganku jarang salah Iltas."

"Bisa jadi perhitunganmu semakin tumpul ya kan Heshana?" sembari menepuk pundaknya lalu menyodorkan ikan yang telah dibakarnya itu.

"Oh... aku penasaran rasa ikan di Sungai Volga. Iltas aku tahu kau pasti berfikiran bahwa tepian sungai itu rawan untuk diserang bukan, mengapa tidak bangun kamp di dalam hutan saja hehe kita tidak akan diserang aku bisa jamin hal itu."

"Tidak ada yang tahu Heshana, namun semoga saja prediksi Heshana yang terkenal sama seperti prediksimu yang lain. Aku harap kali ini semuanya bisa berjalan lancar."

"Jangan remehkan aku Iltas, kau sendiri yang selama 20 tahun menyaksikan kemampuan taktik militerku. Andai saja jabatan militer tidak dilengaruhi oleh keturunan mungkin saja kita berdua sudah jadi panglima. Memikirkannya sudah membuatku kesal,"

Heshana mengambil ikan yang baru, ditusuknya mulut ikan dengan ranting kayu seraya dibolak-balik di atas perapian. Garam juga ditabur di atas ikan itu untuk menambah cita rasa kelezatannya.

"Api itu penting untuk kehidupan, namun perbandingan antara langit ataupun api, tentu nenek moyang kita sudah mengetahuinya." ucap Heshana sambil menikmati kelezatan ikan bakar itu. 

"Maksudmu, langit biru itu lebih kuat daripada api jadi langit lebih berhak untuk disembah begitu?" tanya Iltas sengaja meragukan ucapan Heshana tadi. 

"Tentu saja memang bisa apa api, yang Persia sembah hanya api bukan matahari. Tuhan kita lebih kuat berada di atas langit, menaungi dan menyelimuti bumi bersama dengan Istrinya yang menjaga bumi yaitu Umay. Haha bahkan anak kecil pun tahu Iltas,"

"Heshana kau berpikiran seperti anak kecil karena percaya hal tersebut. Kalau Tengri sang ayah adalah langit dan Umay adalah bumi lalu kenapa anak mereka bukan tuhan, lalu tuhan kita itu sebenarnya siapa?." 

"Jangan berkata yang tidak-tidak Iltas, kalau roh alam di atas pepohonan itu mendengarmu kita bisa celaka nanti," celetuk Heshana sembari meregangkan pergelangan tangannya. 

Pletak!

Mereka berdua langsung menatap ke sumber suara. Samar-samar terdengar derap langkah kaki kuda mendekat ke arahnya. Suara itu semakin keras dan mulai nampak dibalik kegelapan, setitik cahaya yang dihasilkan dari lentera yang ia genggam. 

Pengendara kuda itu turun, melihat mereka berdua dengan tatapan yang memuakan. Dia adalah Nushibi, kapten dari Suku Uyghur. Sekarang Iltas dan Heshana mulai berdiri dan membalas tatapan yang memuakan itu.

Nushibi adalah kapten yang paling dibenci di antara kelima kapten yang memimpin pengawalan kabilah itu.

"Kenapa kalian berdua ada disini, bersantai ketika yang lain bekerja!"

"Ho... aku sengaja memilih tempat ini agar bisa leluasa dengan mudah mengawasi anak buah dan bagian lain. Berani juga ya kau membentak kami, dasar Suku kecil tidak penting," tatap Iltas dengan sinis. 

"Maksudmu apa membawa nama suku!" 

"Memang benar kan tidak penting, bahkan ditindas oleh suku lain yang lebih besar haha."

Brak!

Seketika tinjuan dan tendangan Nushibi melesat ke wajah Iltas, namun Iltas dapat menghindarinya dan ketika Iltas membalas melesatkan tinjunya. Tinjuan itu ditangkis oleh Heshana, yang dengan sigap melerai mereka berdua. 

"Sudahlah kalian jangan bertengkar, kalau kita bertengkar sekarang maka musuh dapat dengan mudah menyerang kita." ucap Heshana melirik ke arah mereka berdua dengan tegang. 

"Haha mana mungkin musuh tahu, kecuali kalau ada pengkhianat diantara kita. Aku yakin kau pasti diam-diam bekerjasama dengan Avar untuk menghambat kapten yang lain, iya kan Nushibi," sahut Iltas dengan sinis. 

"Kau itu yang pengkhianat, berjaga ditempat yang jauh dengan alasan mengawasi. Haha dasar budak Mongol, ibumu orang Mongol hahaha!" teriak Nushibi masih belum puas dengan pertarungan singkat tadi.

"Tolong berhentilah kalian berdua!"

Tiba-tiba terdengar lebih banyak derap langkah kaki, anak buah Iltas segera menghadap kepadanya. Keringat dingin mengucur deras dari wajah mereka, Iltas dapat menebak apa yang ingin mereka sampaikan. 

"Jadi dimana tenda musuh, berapa jumlah mereka. Segera beritahukan kapten Gokturk yang lainnya!" 

"Bukan itu kapten, salah satu dari kami melihat para pengendara kuda dengan pakaian serba hitam menyelinap masuk ke wilayah yang diawasi kapten Irbis!" tegas para prajuritnya.

"Bagaimana bisa, kenapa Irbis belum melapor!, bangunkan semua orang!"

"Baik!" serempak jawab mereka 

"Haha, jangan berpura-pura bodoh Iltas. Kelak, aku yang akan mengungkap pengkhianatan kalian! kau dan Irbis wahai anak Mongol." ucap Nushibi tersenyum sinis sambil menepuk pundak Iltas, lalu menaiki kuda dan segera pergi.

Menyusul para prajuritnya, Nushibi yakin pasti ada pengkhianat di antara mereka. Rencana yang musuh telah susun begitu rapi, hingga dapat luput dari pengawasan Irbis yang terkenal paling cermat perhitungannya diantara mereka.

Sesuai arahan dari Iltas seluruh penghuni tenda telah dibangunkan oleh anak buahnya namun semuanya sudah terlambat.

Ketika para penghuni tenda menyalakan obor beramai-ramai menuju ke tempat serangan musuh. Dari balik sobekan tenda yang terlihat seperti tenda biasa dari luar, semua logam mulia telah hilang tidak bersisa. 

Bukan hanya dapat menyelinap masuk, musuh seolah-olah dapat menghilang bagaikan hantu. Kemudian pandangan mereka segera tertuju pada puluhan anak buah Irbis yang terbujur kaku berlumuran darah tidak bernyawa terkena serangan tombak musuh. 

Você também pode gostar

PRAHARA DI KAHURIPAN

Pada saat Prabu Dharmawangsa Teguh Anantawikrama dari Kerajaan Medang Kemulan merayakan pesta pernikahan kedua puterinya yaitu Dewi Sri Anantawikrama dan Dewi Laksmi dengan Pangeran Airlangga dari kerajaan Bedahulu di Bali, tiba-tiba menyerbu prajurit raja Wura-wari dari kerajaan Lwaram Dalam penyerbuan itu Prabhu Dharmawangsa Teguh dan permaisuri serta seluruh menteri dan bangsawan kerajaan tewas. Istana Watu Galuh dihancurkan. Airlangga dan kedua isterinya didampingi pelayan setianya, Mpu Narottama dan beberapa pengawal berhasil meloloskan diri dan berlindung di Gunung Prawito. Tiga tahun hidup di hutan Prawito sebagai pertapa, tahun 931 Saka Airlangga kedatangan serombongan orang dipimpin oleh beberapa pendeta untuk menyampaikan keinginan rahayat Medang agar Airlangga kembali membangun kerajaan baru meneruskan dinasti Ishyana. Dengan bantuan para pendeta, reshi dan brahmana, Airlangga menyusun kekuatan membangun kerajaan Medang. Diantara para reshi terdapat Mpu Bharada penasehat spiritual mendiang prabu Dharmawangsa Teguh, dibantu oleh Ki Ageng Loh Gawe, pertapa di Gunung Anjasmara Pada tahun 931 Saka istana Wotan Mas selesai dibangun dan Airlangga diangkat sebagai raja dengan gelar Abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa. Kerajaan yang baru bernama Kahuripan. Atas jasanya membantu pembangunan kerajaan Kahuripan, Prabu Airlangga menghadiahkan tanah perdikan di desa Giri Lawangan kepada Ki Ageng Loh Gawe. Dalam kunjungannya ke Wotan Mas, Ki Ageng Loh Gawe mengajak muridnya bernama Ki Puger berusia 20 tahun. Mengetahui Ki Puger murid Ki Ageng Loh Gawe yang ikut membantu membangun Wotan Mas, Prabhu Airlangga meminta agar Ki Puger bersedia dinikahkan dengan sepupu raja yang bernama Dewi Centini Luh Satiwardhani atau Ni Luh Sati. Setahun setelah perkawinan itu lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Aryosetho Jayawardhana. Tahun 954 Saka atau 1032 M Giri Lawangan diserbu gerombolan pimpinan Gagak Lodra. Sehari sebelum itu Ki Puger dan keluarganya pergi meninggalkan Giri Lawangan menuju ke pertapaan Kaliwedhi untuk menghindarkan Aryosetho Jayawardhana dari penyerbuan Gagak Lodra karena ia dipilih oleh para dewa sebagai cikal bakal yang kelak akan menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Di Kaliwedhi Aryosetho digembleng dengan keras oleh Reshi Sethowangi. Berkat ketekunannya ia memperoleh ilmu mahadahsyat ciptaan Sang Hyang Wishnu yang bernama Bhayu Selaksha dan menerima pedang sakti Sosronenggolo Setahun kemudian Aryosetho bersama Ki Puger turun gunung membantu Prabu Airlangga merebut kembali tahta kerajaannya yang direbut oleh Ratu Arang Ghupito. Berkat perjuangannya Aryosetho berhasil membantu Prabu Airlangga merebut kembali tahta kerajaannya. Dalam perjalanan dari kraton Dhaha kembali ke Kahuripan, ia dan prajuritnya berhasil menumpas gerombolan Gagak Lodra. Selesai menjalankan tugasnya Aryosetho mengajak sahabat masa kecilnya ke Kaliwedhi menjemput calon istrinya yang bernama Dyah Ayu Rogopadmi Aninditho Prameshwari alias Dewi Condrowulan. Beberapa waktu lamanya di Kaliwedhi, Aryosetho kembali ke Giri Lawangan memboyong Dewi Condrowulan yang telah menjadi istrinya dan hidup sebagai pertapa. Setelah 93 tahun pernikahannya Dewi Condrowulan di karuniai seorang putri. Namun kebahagiaan bersama sang putri yang dinantikan selama puluhan tahun hanya berlangsung selama 40 hari, setelah hari itu Dewi Condrowulan harus menyerahkan putrinya untuk diasuh oleh orang lain seperti dirinya dulu ditemukan Reshi Sethowangi di tengah hutan. Bayi tanpa nama itu diserahkan kepada Mpu Purwo, seorang pertapa sakti yang kemudian memberinya nama Ken Dedes. Ken Dedes kelak akan melahirkan keturunannya menjadi raja besar di kerajaan Singhasari dan Majapahit. Aryosetho dan Dewi Condrowulan telah berhasil menjalankan tugas yang diberikan oleh Dewata Agung sebagai pepunden cikal bakal raja-raja besar di tanah Jawa.

Uud_Bharata · História
5.0
3 Chs