"Apa kau bilang?"
PLAK!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mora lagi. Kali ini Ibu Merry benar-benar tidak bisa meredam emosinya. Ia cemburu, saat putrinya meminta untuk dinikahkan dengan Casanova. Sebab baginya pemuda itu adalah segalanya, bahkan mendiang suaminya pun tidak bisa menyaingi kelembutan pemuda tampan itu.
"Ibu? Apa yang kau lakukan?"
"Seharusnya akulah yang bertanya kepadamu, Mora? Kenapa kau lancang ingin dinikahkan dengan Casanova?"
"Ibu mencintainya?" Mora menatap penuh selidik. Ibu Merry malu mengakuinya, sehingga ia tidak mengatakan "Ya atau "Tidak."
"Tak usah kau bertanya seperti itu. Tapi yang pasti, Ibu tidak setuju jika kau menikah dengan Casanova. Karena pemuda itu miskin, seharunya kau bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik!"
Tidak terasa, obrolan mereka berdua sangat keras hingga sampai keluar ruangan. Hal itu menganggu para pasien lainnya yang sedang coba beristirahat. Maka seorang suster datang mengetuk pintu, kemudian membukanya.
"Maaf, Nona, bisakah kalian tidak usah teriak-teriak? Ini adalah jam istirahat bagi semua pasien. Sehingga untuk Anda, Mora, sebaiknya kau juga istirahat. Kau masih butuh banyak tidur untuk mempercepat penyembuhan lukamu," ucap Sang Suster.
"Maafkan kami, Suster, kami janji akan mengecilkan volume suara."
Si Suster mengangguk. "Jika begitu, permisi. Selamat malam."
"Baik, Suster."
Suster itu kemudian pergi. Setelah itu, Ibu Merry menghela napas panjang. Ia menatap dalam putri tirinya, "Mora, dengarkan ibu baik-baik. Pernikahan tidak sesederhana seperti yang kamu bayangkan. Aku tahu sekarang, kau sangat mencintai Casanova. Pemuda itu memang sangat tampan dan rupawan. Tapi, ya, tampan saja tidak cukup untuk mengarungi perjalanan rumah tangga. Banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti kebutuhan ekonomi, mental, dan masih banyak lagi."
Mora menggeleng. Ia tidak ingin mendengarkan ceramah dari ibunya. "Aku sudah mempertimbangkan semuanya. Aku yakin, Casanova adalah laki-laki bertanggungjawab dalam urusan keluarganya. Dia bisa bekerja keras untuk menghidupiku. Dan yang terpenting, aku sangat mencintainya, Bu!"
Ibu Merry menggeleng, "Tapi Nak, apa kau yakin jika Casanova juga mencintaimu?"
"Ya, aku sangat yakin!" jawab Mora tanpa ragu.
Ibu Merry mengeryit heran. "Apa yang membuatmu yakin?"
"Karena, aku sedang hamil mengandung anaknya!"
DEG!!
Mora tidak punya cara lain selain harus berbohong mengenai hal ini. Ia tahu, Ibunya tidak akan pernah setuju dengan rencana pernikahan ini. Sehingga satu-satunya cara adalah membuat drama kebohongan. Yang dengan ini maka mau tidak mau, demi menjaga harga diri nama baik keluarga, ia harus segera dinikahkan dengan pemuda itu.
****
Sementara di Rumah Judi, Casanova tampaknya cepat sekali menguasai keadaan. Seperti yang sudah diprediksi Ibu Merry, Casanova memang orang yang cerdik, sehingga dengan cepat ia bisa beradapatasi dan menjadi pemain judi yang ulung.
"Full House, Tuan, selamat, Anda menang lagi," ucap Si Bandar yang menunjuk kartu milik Casanova.
Pemuda itu tersenyum semringah, tampaknya judi adalah hal yang sangat menyenangkan. Dan kemenangan ini membuat seorang penjudi lain harus angkat kaki dari meja dengan wajah frustasi. Sehingga, yang tadinya ada 4 orang di atas meja kini hanya menyisakan 2 orang, yaitu Casanova dan Rose.
"Aku sudah menduga jika kau memang hebat dalam bermain poker," Rose harus memujinya, mendapati uang-uang sudah bertumpuk di depan pemuda itu. Sekilas jika dihitung, jumlahnya mencapai $50.000.
"Ah, aku hanya sedang beruntung. Dan pujian itu seharunya aku yang mengucapkan padamu, Nona. Sebab lihatlah, uangmu juga bertambah banyak setelah kau bisa mengalahkan lawan-lawanmu."
Kenyataannya memang demikian. Di depan Rose juga sudah ada uang yang bertumpuk sama banyak dengan milik Casanova. Perempuan itu juga sudah bertahun-tahun bermain poker, sehingga pengalaman itulah yang membuatnya tidak terkalahkan.
"Hm, sepertinya aku sangat lelah. Bisakah kita mempercepat permainan saja?" ucap Casanova melirik Rose.
"Apa maksudnya? Aku kira kau sedang bersenang-senang?" Rose tidak suka jika harus lekas-lekas berpisah dengan Casanova. Ia merasa nyaman dan malah ingin mengulur waktu agar bisa berdekatan lebih lama dengan pemuda tampan itu.
Casanova mengajukan sebuah tantangan, "Untuk permainan selanjutnya, aku ingin kita sama-sama all in, menaruh uang kita masing-masing. Setidaknya sudah 3 jam kita bermain di atas meja ini. Tentu saja kita tidak perlu membuang waktu lebih lama daripada lagi, kan?"
Tadinya Rose ingin menolak ajakan gila itu. Mempertaruhkan uang $50.000 hanya untuk sekali permainan? Hah, itu merupakan hal yang sangat bodoh, terlalu berisiko. Tapi untuk berkata tidak pun, ia merasa malu. Ia tidak ingin dianggap pengecut di hadapan pemuda tampan itu.
"Baik, karena kau yang memintanya, aku tidak bisa menolak," ucap Rose kemudian menyodorkan semua uangnya ke meja tengah sebagai bukti ia mengikuti tantangan dari Casanova.
Pemuda itu pun melakukan hal yang sama, mendorong maju uanganya ke meja tengah. Sehingga kini di atas meja itu sudah ada taruhhan sebesar $100.000 uang tunai! Jumlah uang yang sangat fantastis.
Sang Bandar tak mau membuang waktu dan lekas membagikan masing-masing 2 kartu kepada Casanova dan Rose. Ia lalu memberi jeda sejenak kepada dua pemain itu untuk melihat kartunya masing-masing.
"Nona Rose, bagaimana jika nilai taruhannya kita naikkan?" ucap Casanova setelah mengintip sejenak kartunya.
"Hm, sepertinya kau cukup percaya diri. Tapi ya, baiklah, taruhan apa yang kau inginkan dariku?" timpal Rose tidak gentar.
Bibir tipis Casanova maju, mendekati telinga wanita seksi itu. "Jika sampai kau kalah, kau harus memesan sebotol anggur dan membuka satu kamar terbaik di lantai atas. Lalu, kau juga harus mau bercumbu denganku," bisik Casanova.
DEG!!
Ucapan Casanova membuat jantung Rose berdebaar sangat kencang! Bercumbu dengannya? Bukankah hal itu adalah sesuatu yang sangat ia inginkan sekarang? Maka Rose menelan air liurnya dengan berat. Tanpa sepatah kata, ia mengangguk dengan gugup.
Casanova tersenyum, kemudian menarik lagi kepalanya dan fokus kepada permainan. "Tolong, buka kartu tengahnya," ucapnya kepada si bandar.
Si Bandar mengangguk, dan ia mengambil lima kartu sekaligus untuk ditata dengan rapi di tengah meja judi. Yang keluar adalah kartu AS keriting, Queen sekop hitam, Queen hati merah, delapan hati merah dan tiga sekop hitam.
Sial! Casanova membatin kesal lantaran kartunya tidak ada yang masuk dengan semua kartu tersebut. Tampaknya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padanya malam ini.
"Kenapa? Apakah kartumu buruk?" Rose memiringkan bibirnya, tersenyum meremehkan.
Casanova menggeleng pelan, sambil membuka kedua kartu yang adalah 4 keriting dan 4 hati merah.
"One Pair," ucap si bandar memajukan 2 kartu Casanova. Itu adalah kartu paling rendah, dan kesempatan menang hampir tidak ada.
Sejenak, Rose memandang mata Casanova. Ia terkesima dengan ketampanan pemuda tersebut.
"Nona Rose, silakan buka kartu Anda," ucap Si Bandar. Tapi Rose tidak menghiraukan itu. Ia masih saja memandangi wajah Casanova dengan hasrat yang menggebu. Ia ingin sekali bercumbu dengan pemuda tersebut.
"Nona Rose?"
"Aku kalah."
"Apa?"
Rose menoleh kepada si bandar, "Apa kau tuli? Aku bilang aku kalah. Kartuku tidak ada yang jadi sama sekali, sehingga One Pair miliknya adalah pemenang!"
"Oh, ee, ba-baik, jadi selamat Tuan, Andalah pemenangnya!" Si Bandar berkata sambil menunjuk Casanova.
Seketika terdengarlah tepuk tangan dari orang-orang yang berdiri di belakang. Tidak disangka, rupanya pertarungan duel ini cukup banyak yang menyaksikan. Casanova langsung memeluk $100.000 tunainya untuk diseret ke dekatnya. Malam ini adalah kemenangan yang sangat besar.
Rose berdiri, kemudian berbisik tepat ke telinga Casanova, "Aku tunggu di kamar nomor 666. Datanglah ke sana sebab akan kupenuhi janjiku untuk bercumbu denganmu." Kemudian ia pergi di tengah riuh tepuk tangan penonton yang sedang memberi selamat kepada Casanova.
Setelah Rose pergi, Casanova penasaran dengan kedua kartu milik Rose yang tidak mau dibuka di dalam permainan. Sebab, wanita itu hanya mengaku kalah, tanpa membuka kartu miliknya itu.
Sehingga perlahan Casanova membuka kedua kartu tersebut...
"Sial! Ternyata dia hanya mengalah," ucapnya kemudian.