webnovel

Filosofi Logo

Setelah selesai dengan logo dan juga kartu nama, Riski mencetaknya sebanyak 1000 lembar. Karena setiap kemasan akan diberikan logo, jadi harus membutuhkan cetakan yang banyak. Kalo masalah kartu nama, ia berencana akan menaruh 1 di setiap pelanggannya nanti.

"Mang, ini bisa di cetak jadi stiker?" tanya Riski ke penjaga warnet.

"Bisa, ke lantai 2 ya kalo mau nyetak." jawab penjaga warnet itu.

Disini memang sangat lengkap, bahkan ada juga ruangan khusus untuk bermain playstation. Dan di ruangan atas di khususkan untuk print, membuat stiker, dan alat-alat sekolah lainnya. Harga di sini juga terbilang murah daripada di toko lain, maka dari itu di sini selalu ramai dan toko ini buka 24 jam, alias buka terus.

"Lo yakin mau nyetak 1000 lembar?" tanya Ardhi menggaruk-garuk kepalanya, 1000 lembar sangatlah banyak.

Mereka berdua mulai menaiki tangga, "Iya, biar nggak bolak-balik aja kalo habis. Buat stok juga bisa, apalagi ini kan bakalan awet." jawab Riski santai. Memang benar logo dan kartu nama akan awet jika di tempatkan di tempat yang tidak terkena air. Berbeda dengan sayuran, buah, dan makanan beberapa hari akan busuk.

Mereka berdua sudah sampai di lantai 2. Dan langsung memberikan file mereka ke penjaganya.

"Mau bikin stiker bang. 1000 lembar ya." tukas Riski dengan menunjuk logo usahanya.

"Yang ini aja?" tanya penjaga itu ramah.

"Yang satunya di cetak biasa aja bang." jawab Riski.

"Oh, silahkan ditunggu dulu ya."

Riski dan Ardhi kemudian duduk di sebuah kursi yang sudah di sediakan.

"Habis ini kita cari makan dulu ya, Ar. Habis itu pergi ke tempat beli handphone. Gue gak paham handphone yang bagus kayak gimana, lo paham kan? Yang bagus dan harga murah." Riski memang selalu mencari harga termurah, dan memiliki kualitas yang bagus. Karena memang dana untuk usahanya juga nggak banyak, apalagi uang ini juga akan ia gunakan untuk melanjutkan ke SMA.

"Yeee, kebiasaan. Nyari yang bagus tapi murah." ketus Ardhi. Masalahnya kalo masalah handphone pasti yang mahal yang memiliki kualitas yang bagus.

Riski hanya menyengir.

Tiba-tiba Ardhi kepikiran hal yang penting, "Kalo mau nyari yang murah, mending beli handphone second aja, Ris. Nyari second dan masih bagus, itu lebih murah daripada beli baru." jelas Ardhi. Karena Ardhi sering melihat postingan di facebook yang menjual handphone bagus dengan harga murah. Apalagi saat orang itu membutuhkan uang.

"Seriusan? Belinya dimana, Ar? Masa ada toko bekas." tanya Riski penasaran.

Ardhi hanya menggelengkan kepalanya heran.

"Yaa belinya di orang yang ingin jual handphonenya. Kaga ada lah toko barang bekas, ntar gue cari di facebook. Biasanya banyak yang jual, apalagi lo bisa nawar harganya. Kalo cocok kita ambil."

"Itu taunya kalo masih bagus gimana, Ar."

"Ya nanti kita kesana, ketemuan sama orang yang jual handphonenya. Kita cek dulu bagus apa nggak, kalo misalnya lo gak cocok, yaudah gak jadi beli. Simpel kan? Daripada beli baru pasti harganya mahal-mahal." jawab Ardhi.

Saat sedang asyik membahas tentang handphone, mereka berdua di kagetkan dengan penjaga itu, "Mas, ini sudah." katanya.

Riski dan Ardhi langsung berdiri dan menghampirinya, "Totalnya berapa ya bang?" tanya Riski.

Riski melihat-lihat logo dan juga kartu namanya. Ia bangga dengan hal ini, ada nama usahanya sendiri dan juga nomor teleponnya.

"Kalo di cetak gini keren juga ya, Ris." celetuk Ardhi kagum juga.

"Totalnya 150 ribu."

Riski mengeluarkan uangnya, "Ini bang, uang pas yaa. Makasih."

"Sama-sama."

Mereka berdua menuruni tangga dan pergi dari tempat warnet itu. Saat di motor pun Riski terus melihat logo dan kartu nama itu, "Kereen, semoga logo ini bisa membawa berkah. Aamiin." ucap Riski dalam hati.

"Kita nyari makan di mana, Ar? Gue jarang keluar rumah, jadi nggak tau yang enak dimana." teriak Riski, karena suata motor sangat bising baru saja menyalipnya. Riski juga berniat mentraktir Ardhi, karena sudah banyak menolongnya hari ini. Sebagai ucapan terimakasihnya.

"Tenang aja, gue tahu tempatnya." jawab Ardhi. Di setiap pagi menjelang siang seperti ini, Ardhi biasanya membeli makanan yang jaraknya jauh dari rumah. Karena di sana harganya murah, Ardhi tak mau memberatkan Riski dengan makan di tempat mewah.

Tempat yang biasa Ardhi kunjungi bernama Soto Cak Har. Soto daging yang lengkap, ada berbagai macam lauk juga di sini. Dan harga nya terjangkau semua.

Setelah 10 menit perjalanan. Riski melihat kanan kirinya, ia tak mengenali tempat ini. Kanan dan kiri di penuhi dengan sawah yang membentang, "Ini kemana si, Ar. Lama banget sampainya, gue laperrr." keluh Riski dengan memegangi perutnya.

"Udah tenang aja, lo pasti suka sama tempatnya. Bentar lagi juga sampai, nikmati aja perjalanannya." jawab Ardhi yang masih fokus menyetir motornya.

Tak lama, mereka berdua sampai di Soto Cak Har. Riski kagum, di tempat terpencil seperti ini ada yang menjual soto dan ramai sekali. Tempatnya luas, banyak mobil dan motor yang parkir.

"Ramee banget, Ar. Lihat, plat nomor mobilnya dari berbagai kota. Se terkenal itu tempat ini? Padahal di desa bukan kota." ucap Riski kagum.

"Iyaa, warung makan ini sudah lama bukanya. Waktu gue masih TK, dan dulu belum sebagus ini. Dulu masih dari kayu semua, dan kecil. Lihat sekarang, ada parkiran khusus mobil dan juga motor. Rumah si pemiliknya juga bagus banget hanya dari jualan soto." jelas Ardhi.

"Kereeen banget ya."

"Lo harus bisa meniru tempat ini, Ris. Yang dulunya kecil, sekarang juga akan besar dan juga ramai kayak sekarang. Tapi, untuk membangun semua ini juga di butuhkan waktu yang lama. Bayangin, dari gue dulu TK sampai sekarang. Udah puluhan tahun, Ris."

"Iyaa, intinya gak boleh menyerah begitu aja."

Ardhi menyuruh Riski untuk mencari tempat duduk, dan Ardhi akan memesan makanan dan minumannya. Riski nurut begitu saja, karena ia belum pernah datang ke sini.

Setelah itu Ardhi datang menyusul Riski yang audah duduk dengan tenang. Makanan dan minuman beserta lauk akan di antarkan.

"Mana sotonya?"

"Nanti di antar. Antri." jawab Ardhi.

"Oh iya, Ris. Gue mau nanya, filosofi logo lo itu apa? Pasti ada dong filosofinya?"

"Ada donggg."

"Apa?" tanya Ardhi.

Riski mengambil satu logonya, "Ini kan ada motor, dan ada box. Motor ini di ibaratkan gue yang sedang mengantar sayur. Box itu berisi sayurannya. Kalo masalah logo di penulisan 'PESAN' ini kan kayak ada yang melingkar. Nah itu artinya adalah nggak akan ada habisnya, atau nggak ada ujungnya. Jadi dengan harapan pelanggan gue nggak ada habisnya, dan malah bertambah." jelas Riski panjang lebar.

"Kalo tulisannya?"

"Cuman tulisan doang ini mah. Ini dibawah tulisan kan ada artinya, 'Penjual Sayur Online'."

"Kereeeenn, ternyata lo anaknya filosofikal banget." ledek Ardhi dan mereka berdua tertawa bersama di tengah orang yang sedang makan soto.

Próximo capítulo