Suara ketukan pada pintu membuat Dinda yang kala itu sibuk bersih-bersih kamar yang sudah lama dia tutup, menghentikan kegiatannya.
Dinda dengan daster hijau tuanya itu bergegas ke depan guna menyambut tamunya, begitu dia membuka pintu. Wajahnya yang tadinya sangat kelelahan mendadak jadi ceria karena melihat kedatangan Luna yang sudah dia anggap sebagai putrinya.
"Luna? Ada apa datang ke sini, Nak? Kenapa tidak bilang dulu? Kalau tau kamu datang, Ibu akan––"
"Ibu?" sela Theo dengan satu alis yang naik, dia hanya tak tahu jika Luna dan Dinda sudah sepakat untuk memanggil ibu dan anak.
"Ah, maaf. Saya hanya terlalu sen––"
"Tidak masalah, Bu," sela Luna cepat bahkan dia tak segan memanggil Dinda dengan sebutan ibu.
Dinda menatap Luna dengan binar bahagia yang tak dapat dia sembunyikan, bagaimana rasanya dipanggil ibu setelah puluhan tahun kehilangan sang putri? Jangan tanyakan, rasanya seperti Dinda baru saja menemukan danau indah di luasnya padang pasir.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com