Waktu cepat berlalu, saat ini aku dan Bagus sedang bersiap-siap untuk pulang kerumah.
"Lelah otak gue di buat mikir," adu Bagus.
"Kalau nggak mau lelah ya nggak usah sekolah. Goblok,"
Aku dan bagus berjalan menuju parkiran untuk mengambil sepeda motor, tidak banyak siswa yang membawa motor tetapi jika membawa mobil cukup banyak. Aku tidak terlalu suka membawa mobil karena aku tidak ingin nantinya mereka minder dengan mobilku, bukannya sombong tapi bisa dilihat jika mobilku lumayan bermerek.
"Panas banget cuaca hari ini, kalau kita pergi tadi naik mobil pasti tidak kepanasan."
"Lo mau pakai mobil yang mana? Kasihan mereka jika tahu mobil kita nantinya anak-anak orang kaya itu tidak bisa menyombongkan diri," jelasku dengan tertawa.
"Sombong banget jadi orang," sindir Bagus yang tidak menghentikan tertawanya.
"Bukan Bambang namanya kalau tidak sombong."
Aku dan Bagus masih saja tertawa hingga kami sampai di parkiran, sepanjang perjalanan menuju ke parkiran aku dan Bagus dilihatin beberapa gadis-gadis di sekolah ini. Sayang kami tidak terlalu tertarik.
Kali ini aku meminta Bagus untuk membawa motorku dan aku membawa motornya, "Gus, kita tukaran motor!"
"Motor Lo kenapa? Jangan bilang motor Lo rusak makanya gue yang di suruh bawa!!!!"
"Bosen gue naik motor ini," jawabku yang langsung melemparkan kunci motor.
Aku dan Bagus mengendarai motor dengan kecepatan sedang, dimana jika siang hari seperti ini akan banyak polusi udara. Kalian pasti sudah tau bagaimana macetnyabkota Jakarta sehingga banyak polusi.
Aku memilih jalan pintas atau bisa di bilang jalan tikus, walaupun lebih lama sampai rumah setidaknya aku tidak harus panas-panasan dilampu merah.
Jalanku harus terhenti karena di ujung gang yang kami lewati ada sekumpulan preman yang sedang berkelahi, tidak terlihat jelas dengan siapa para preman itu berkelahi.
"Eh lihat, itu cewek yang berkelahi dengan mereka," beritahu Bagus padaku.
Aku yang tidak terlalu peduli hanya melihat dari kejauhan.
"Bam ayo kita tolongin, kasihan dia."
"Kalau dia kalah baru kita tolongin kalau tidak, jangan berani mendekat," peringatku.
Dapatku akui ilmu beladiri dari cewek itu sangat hebat karena ia bisa melawan para preman yang tubuhnya dua kali lipat dari tubuh sih cewek. Tinggal satu orang lagi maka dia akan menang dan kami bisa lewat dengan muda.
Ketika dia sedang fokus dengan lawan terakhir, tiba-tiba saja datang beberapa gerombolan preman lainnya yang langsung memukul punggung cewek itu. Ia terjatuh karena serangan tiba-tiba.
Aku dan Bagus turun dari motor dan menghampiri para preman dan cewek itu. Gila aja sih masa iya gadis kecil harus melawan beberapa preman yang tubuhnya dua kali lipat dari tubuh gadis itu.
"Curang Lo semua, masa satu lawan sepuluh, dan yang Kalian lawan itu cewek," ejekku kepada mereka. Aku sengaja memancing emosi mereka agar mereka tidak fokus terhadap gadis itu ketika Bagus menolongnya.
"Hei anak kecil, lebih baik kalian tidak usah ikut campur. Gue nggak mau wajah kalian terluka yang nantinya akan dimarah oleh orangtua kalian," jelas si preman.
"Dasar banci bisanya cuma main keroyokan, kalau Lo berani lawan kita," tantang Bagus.
Gadis itu sudah diletakan sedikit jauh dari area perkelahian kami, aku yakin dia masih mampu berkelahi tetapi untuk apa seorang gadis berkelahi jika ada cowok di sini.
Hampir seluruh preman ini yang mengalahkan Bagus, jika mood dia sedang baik dia akan mudah melawan mereka tetapi jika sebaliknya Bagus akan malas.
Tidak butuh waktu lama untuk membuat 10 preman tumbang, karena kami sudah terbiasa berkelahi.
"Cemen gini aja udah tumbang semua, nggak asik di ajak main," gerutu Bagus yang masih kurang puas.
"Ampun dek, jangan di lanjut lagi," kata salah satu preman.
"Gue peringati kalian semua, jangan coba-coba melukai wanita. Ingat kalian itu lahir dari seorang wanita, bayangkan jika ibu kalian yang sedang dibganggu seperti ini."
Setelah mengatakan beberapa petua, aku bergegas menghampiri wanita itu.
"Kamu baik-baik saja?"
"Iya, terimakasih atas pertolongannya," jawabnya dengan tersenyum.
"It's oke, sudah sepantasnya kalau kita harus saling tolong menolong."
"Hei... Kamu ada yang luka?" Tanya Bagus.
"Tidak ada, tapi bahuku masih sedikit sakit," jelasnya.
Aku seperti pernah melihatnya tetapi aku lupa dimana kami pernah bertemu.
"Sepertinya kita pernah bertemu!" ucap gadis itu.
Aku tidak salah mengenali orang karena ia juga merasa kalau ia pernah bertemu kami.
"Gue ingat bam, kita bertemu dia warung nasi langganan kita."
"Yang mana sih Gus."
"Itu loh yang pas kita mau nyerobot pesanan seorang gadis dan membuat gadis itu marah-marah, masa Lo nggak ingat."
"Ah iya gue ingat, sebelum saya dan teman saya minta maaf karena kejadian di masa lampau."
"Iya tidak apa-apa, oh iya nama aku Putri."
"Nama aku Bambang dan ini bagus."
Setelah berkenalan, aku memberi tumpangan untuknya. Hal itu aku lakukan karena aku tidak ingin ia si ganggu oleh preman seperti tadi.
"Kamu mau kemana? Biar aku antar."
"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri. Kalian berdua pasti sudah capek kan, di lihat dari pakaian kalian bisa dikatakan kalau kalian berdua baru pulang sekolah."
"Iya kita baru balik, tetapi jika hanya untuk mengantar kamu pulang tidak membuat kami jadi semakin lelah."
"Oke aku mau kamu antar tapi dengan satu syarat..."
"Ini berniat baik, kenapa harus di kasih syarat," ucap bagus memotong pembicaraan putri.
"Jangan dipotong dulu Bagus," ucapnya. "Syaratnya itu aku mau traktir kalian makan bakso di tempat biasa aku beli." Ucapnya meneruskan pembicaraan yang tadi dipotong Bagus.
"Bilang dong kalau mau ngajak makan."
Aku membonceng Putri dan Bagus mengendarai motornya sendiri. Aku mengikuti instruksi putri untuk mencapai tujuan kamu yaitu ketempat penjual bakso.
Kami tiba di sebuah perumahan, dan kami berhenti di dekat penjual bakso. Aku sering melewati perumahan ini hanya saja aku tidak tahu jika ada pwnjual bakso di seberang perumahan ini.
Putri turun dari motor dan langsung memesan bakso, ia juga memesankan untukku dan juga bagus.
"Put penjual bakso di sini masih baru?" Tanyaku pada Putri.
"Sudah lama Bambang, aku juga sering beli disini. Hanya saja dalam seminggu ada hari dimana penjual bakso ini tidak berjualan."
"Wih gila aromanya sangat menggoda," ucap Bagus.
"Aku jamin kalian pasti akan suka makan bakso ini."
"Aku tidak tahu suka atau tidak, karena aku tidak terlalu suka bakso."
"Silahkan dinikmati kak," kata salah satu pekerja yang mengantar pesanan kami.
"Terimakasih," ucap Putri.
Sebenarnya wangi dari kuah bakso ini sangat menggugah selera, tetapi aku takut jika rasa bakso ini tidak sesuai dengan lidahku.
"Bam Lo harus cobain, ini enak banget sumpah."
"Lo yakin..."