webnovel

Tingkah Keduanya yang menggemaskan

Nada kedua bocah itu berucap dengan sangat lembut, membuat Qelia gemas-gemas sendiri terhadap mereka saat mendengarnya. "Ya?" balasnya lembut sambil mengukir senyum pada kedua bocah di hadapannya.

"Aksvar pengen bobo di paha Mama," ungkap Aksvar menguap. Tak jauh berbeda dengan Vesko. Keduanya terlihat sangat lelah dan mengantuk. Qelia pun mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan kasur. Hanya ada sebuah selimut tipis sebagai alas untuk tidur.

Raut iba terpancar melihat kondisi seperti ini. 'Sepertinya mereka serba kekurangan.' Entah bagaimana caranya mendeskripsikan keadaan yang ada saat ini. Sebab, apa yang Qelia lihat sangat-sangat memprihatinkan situasinya.

Tak tahu, apa Qelia sadar atau tidak. Dirinya mulai membatin dengan sumpah dan janji untuk membuat kehidupan keduanya lebih baik dari sekarang. Lalu, dia juga akan berusaha sekuat tenaga agar keduanya mendapat pendidikan yang cukup.

"Ma?" panggil keduanya bersamaan, seketika kakek bertubuh gadis ibu dua anak itu langsung tersentak. Kepalanya refleks menoleh ke arah bocah kembar yang menampilkan ekspresi memelas.

'Rasanya, aku lebih dominan mengasuh Anak Anjing dari pada anak manusia,' batin Qelia merasa gemas sendiri. Napasnya mengembus pelan, berusaha mengendalikan sikap agar tak mencubiti pipi keduanya. Sebab, jika itu benar-benar terjadi. Nasib pipi mereka akan menjadi sangat-sangat susah untuk didefinisikan.

Kepala keduanya miring ke arah berlawanan. Menatap bingung dan mencoba mengartikan helaan napas sang mama, saat pikiran itu menuju ke arah yang negatif. Mata mereka berkaca-kaca.

"Mama menolak kami," tanya Vesko pelan berkaca-kaca. Mata Qelia langsung saja terbelalak ketika kalimat itu terucap dari bibir Vesko. Kepalanya sontak menggeleng tidak.

"Siapa bilang? Justru Mama akan senang jika itu terjadi. Kalian boleh memeluk Mama, atau tidur pada pangkuan Mama tanpa perlu izin!" tegasnya dengan nada lembut, saat membalas kalimat Vesko.

***

Beberapa saat berlalu, kini kedua bocah kembar tampan itu berbaring dalam pangkuan Qelia. Napasnya mengembus panjang dan pelan. "Bagaimana bisa Mama kalian menjadi egois seperti itu? Harusnya, mereka berdua ini sudah bisa bersekolah dengan baik dan memiliki kehidupan baik saat ini," gumamnya mengasihani pemikiran Qelia asli.

"Sayangnya, dia terlalu gengsi sampai menyeret kalian ke titik susah untuk bertahan," sambil Qelia tak habis pikir, tapi, jika dilihat ke kilas balik masa lalu kehidupan yang ditampilkan oleh Xevanus. Dia bisa sedikit memaklumi.

Ingat, hanya sedikit! Selebihnya, si pemilik tubuh asli adalah manusia bodoh tak berotak. Mencoba menahan amarah, Qelia kembali menghela napas. "Besok harus berburu untuk mencarikan keduanya makan, lalu aku akan memikirkan ke depannya lagi nanti," gumamnya pelan.

Kedua kelopak mata pun mulai terlelap dan ikut terlarut dalam rasa lelah. Berbeda jauh dengan Xevanus yang terus memperhatikan dari alam bawah sadar.

"Saya akan membantu Anda sekuat tenaga saya, Tuan," gumam Xevanus.

Tak berselang lama setelah kalimat itu terucap dari bibirnya, sebuah ide muncul bagai lampu pijar yang menerangi isi kepala Xevanus. "Ide ini layak dicoba besok," sambungnya pelan sambil mengukir senyum smirk pada bibir.

***

Di luar gubuk, mentari perlahan naik menyinari atap gubuk dan menyusupkan cahaya melalui jendela kayu. Menyapa gadis yang menjadi seorang ibu dalam usia muda, dengan kedua bocah tampan pada pangkuannya.

Keningnya mengerut. Kelopak matanya terbuka. Mmperlihatkan netra indah berwarna merah muda yang menyesuaikan sinar mentari. Mengedarkan pandangannya, Qelia tersadar kalau dia tidur dalam posisi duduk.

Melihat ke arah paha yang terasa ditindih oleh sesuatu, tatapannya kembali melembut. Mengusap rambut Aksvar dan Vesko penuh kasih sayang. "Tuann!" sebuah teriakan menyentak tubuh Qelia.

Pelakunya tak lain dan tak bukan ialah Xevanus. Suaranya menggema begitu keras dalam kepala Qelia. Untung saja kedua bocah yang ada di dalam pangkuannya tak terbangun, hanya sedikit terganggu saja.

Ekspresi pada wajahnya mengandung emosi kesal dan marah. 'Jangan ribuut!' titah Qelia membatin. Xevanus yang ada di alam bawah sadar terkekeh pelan sambil meminta maaf.

"Saya ingin menyampaikan sesuatu Tuan." Kini, suara dalam hati itu terdengar begitu serius. Membuat Qelia menyimpulkan, kalau yang akan disampaikan itu adalah hal penting.

'Apa itu?' tanya Qelia dalam hati, penuh kebingungan dalam nadanya.

"Saya ingin mengajarkan sebuah teknik tenaga dalam, agar Anda bisa melindungi diri. Saya juga tahu, sebelumnya Anda itu mafia terkenal yang bisa menakutkan orang hanya dengan menyebutkan nama saja, tapi, kekuatan tenaga dalam disertai bela diri yang baik akan membuat Anda jauh lebih kuat dari manusia biasa," jelas Xevanus menjeda kalimatnya.

"Jika Anda ingin menolak, mohon dipikirkan lagi Tuan. Anda tahu betapa kejamnya dunia, walau sudah menjadi yang terkuat masih bisa roboh dengan mudah. Satu lagi, teknik ini juga lebih memungkinkan untuk menjaga Aksvar dan Vesko!" sambung Xevanus dengan nada memohon.

Senyum smirk terukir di bibir Qelia, begitu mendengar penjelasan Xevanus. Dia tahu jelas, sangat jelas bagaimana dunia menghancurkannya melalui anak cucu, tapi dia tak menyesal atau menyalahkan anak cucunya.

Qelia terbelenggu oleh rasa penyesalan. Semua kesalahan dan kehancuran yang ada padanya tidak akan terjadi, kalau ia bisa mendidik anak juga cucu dengan benar. Semua kesalahan itu bukan ada pada orang lain, tapi pada dirinya sendiri.

'Kamu masih belum mengetahuinya. Aku hancur bukan karena dunia, tapi karena kesalahanku sendiri. Bukan karena aku tidak kuat atau lemah, melainkan diriku yang terlalu tidak becus dalam mengurus anak cucuku!' bantah Qelia melalui batin.

Xevanus terpejam mendengar kelimat itu, dia menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Maaf, saya telah melewati batas yang tak harusnya saya tembus, tapi, saya tak menyayangkan hal itu. Bukan hanya Anda yang salah dalam hal ini. Anak cucu Anda juga ikut bersalah! Setelah saya melihat semuanya, Anda tak salah sendiri!" balas Xevanus meninggi.

Jujur saja, ia tak ingin melihat jiwa seorang kakek-kakek yang terus menyalahkan dirinya menggunakan tubuh Qelia, selain itu, Xevanus juga berpikir untuk mengambil keuntungan dari hal ini.

Bukan sekadar keuntungan untuk dirinya semata saja sih. Namun juga untuk semuanya, tak ada pihak yang dirugikan dalam hal ini. Kakek-kakek yang berada dalam tubuh Qelia terbebas dari belengu penyesalan, dan semakin kuat supaya bisa melindungi Aksvar juga Vesko.

Selain itu, ada sebuah kenyataan yang ia sembunyikan dari Qelia. Dunia ini adalah dunia yang jauh berbeda dari tempat yang pria tua bertubuh ibu muda dua anak. Berbagai macam rahasia lebih besar dari kedalaman laut tersembunyi, kekuatan supranatural juga termasuk dalamnya.

"Tetap saja, mau bagaimanapun itu juga salahku," jawab Qelia tanpa sadar menggunakan suaranya secara langsung. Aksvar yang kebetulan baru saja bangun mendengarnya.

"Salah Mama?" tanya Aksvar dengan suara khas bocah imut yang baru bangun dari tidurnya. Xevanus dan Qelia terpaku tak bisa berkata-kata. Mereka menatap Aksvar yang menunggu jawaban atas pertanyaannya.

'Bagaimana caraku menjawab pertanyaannya?' batin Qelia menangis dalam hati.

Próximo capítulo